Home Kesehatan Ibu Rumah Tangga Rentan Tertular HIV, Mengapa?

Ibu Rumah Tangga Rentan Tertular HIV, Mengapa?

0
SHARE
 Ibu Rumah Tangga Rentan Tertular HIV, Mengapa?

Jakarta, BIZNEWS.ID - Ibu rumah tangga (IRT) ternyata termasuk dalam kelompok paling rentan terkena HIV/AIDS. Data Kementerian Kesehatan pada 2019, angka IRT yang terkena HIV ternyata mencapai 16.844 orang. Sebagian dari Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa IRT masuk ke kelompok rentan?

Konselor HIV, dr. Gia Pratama menjelaskan, pintu masuk penularan HIV adalah ketika terjadi pertukaran cairan tubuh, terutama darah. Beberapa contoh perilaku yang berisiko menularkan HIV antara lain hubungan seksual, pertukaran jarum suntik dan transfusi darah.

Sejumlah IRT yang terkena HIV mungkin pernah melakukan perilaku berisiko tersebut atau tidak sengaja tertular dari suaminya yang melakukan perilaku berisiko. Selain itu, kata Gia, bisa pula beberapa di antaranya memang tidak tahu bahwa dirinya tertular. Sebab, faktanya kurang dari 40 persen yang tahu mengapa dirinya bisa terkena HIV.

"Banyak yang tidak mengerti kenapa dia kena HIV. Kurang dari 40 persen yang tahu," katanya dalam Live Instagram bersama Halo DKT (DKT Indonesia), Senin (30/11/2020).

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan IRT rentan terkena HIV.

Beberapa IRT, misalnya, bisa saja merupakan pekerja seks komersial (PSK) atau bersama suaminya merupakan pengguna narkoba yang sering berganti-ganti jarum suntik. IRT yang terkena HIV juga mungkin saja tertular lewat transfusi darah karena dirinya diharuskan rutin menerima darah, seperti pasien cuci darah atau thalasemia.

Dari sekian ribu kantong, lanjut Gia, mungkin saja ada satu atau beberapa di antaranya yang menularkan virus. "Ada angkanya kok, beberapa orang yang dapat donor darah kena HIV positif. Yang itu (seks berisiko) justru kecil banget angkanya," ungkap Gia.

Selain itu, beberapa pria juga melakukan perilaku Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) meskipun dirinya menikah dengan wanita.
Pada kasus ini, wanita menjadi lebih rentan karena kemungkinan penularan cenderung lebih meluas.

"Kalau sama satu orang kan sudah, antar dua orang itu saja. Tapi kalau sama yang lain, kan enggak tahu dia sama siapa, dan yang sama siapa itu enggak tahu dia habis dengan siapa lagi. Jadi luas banget," ungkapnya.

Di samping itu, jika pada hubungan seksual antara pria dan wanita berpotensi terjadi gesekan darah yang meningkatkan peluang penularan, pada LSL, risiko pendarahan cenderung lebih tinggi. "Karena tidak digunakan alat reproduksi yang seharusnya, jadi risiko gesekan dan darah jadi lebih meningkat, dan mereka jarang pakai alat kontrasepsi," papar Gia.

Melakukan tes HIV

HIV yang tidak terobati dapat mengembangkan kondisi serius yang disebut AIDS. Menurut Gia, butuh 10-12 tahun waktu untuk HIV berkembang menjadi AIDS. Meski begitu, tidak ada gejala yang dapat terlihat kecuali seseorang melakukan tes HIV.

"Kalau ada gejala, bukan cuma HIV positif, berarti sudah AIDS. HIV positif enggak ada gejalanya, kecuali diperiksa," ungkapnya. Jika Anda sudah menikah tetapi Anda dan suami belum pernah melakukan tes HIV, maka lakukanlah sekarang. Tidak ada kata terlambat untuk melakukannya.

Sebab, jika Anda sebetulnya positif HIV namun tidak memeriksakan diri, ada kemungkinan Anda juga akan menularkannya kepada anak kelak. Lalu, bagaimana jika nantinya hasil pemeriksaannya adalah positif HIV, apa yang harus dilakukan?

"Kalau positif, santai saja, jalani saja. Sekarang sudah ada obatnya, kok," kata Gia. Meskipun obat antiretroviral (ARV) tidak dapat menyembuhkan, namun obat tersebut bisa menurunkan jumlah virus hingga seminimal mungkin sehingga imunitas tubuh tidak lagi terlalu terganggu.

Dengan rutin mengonsumsi ARV, diharapkan HIV tidak akan berkembang menjadi AIDS seumur hidup. "Tetap HIV positif, tetapi tidak AIDS. Makanya lebih baik periksa. Semua saja periksa satu Indonesia, yang positif kita kasih obat, jadi dia tidak menularkan lagi ke yang lain," ungkap Gia. Demikian Kompas.com

Photo : google image