
Keterangan Gambar : Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Gde Sumarjaya Linggih
BIZNEWS.ID, Jakarta — Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Gde Sumarjaya Linggih, menyampaikan sejumlah sorotan strategis dalam rapat kerja bersama Kementerian Perdagangan. Dalam pernyataannya, ia menekankan pentingnya penguatan ekspor nasional, perlindungan industri dalam negeri, serta perbaikan tata kelola kebijakan impor demi kedaulatan ekonomi nasional.
Demer sapaan akrabnya menyampaikan apresiasi atas keberhasilan diplomasi perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat yang menghasilkan penurunan tarif menjadi 19%. Menurutnya, langkah ini membuka kembali peluang ekspor nasional, termasuk dari daerah seperti Bali yang memiliki potensi besar dalam menjangkau pasar AS.
“Keberhasilan ini adalah prestasi diplomasi ekonomi. Ini akan membuka ruang ekspor kita, apalagi banyak pelaku usaha di Bali yang menjalin hubungan dagang dengan pasar Amerika. Ke depan, ekspor harus terus ditingkatkan, tata kelola diperbaiki, dan insentif untuk pelaku ekspor ditingkatkan,” tegas Demer.
Dalam rapat tersebut, Demer Ketua DPD Golkar Bali ia juga menyoroti pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap UMKM dan pasar tradisional, terutama di tengah pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat. Ia menilai revitalisasi pasar rakyat dan digitalisasi UMKM harus menjadi agenda prioritas pemerintah.
“Saya sering turun ke daerah. Di desa, 70–80% masyarakat sudah belanja online, tapi yang jualan online kurang dari 5%. Ini ketimpangan yang harus segera dijawab. UMKM harus didampingi agar bisa naik kelas dan menjangkau pasar digital, bahkan internasional,” ujar Demer.
Menanggapi kebijakan impor, Gde Sumarjaya Linggih juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait ketidakjelasan kuota dan prosedur impor yang dinilai tidak transparan. Ia mendesak Kementerian Perdagangan untuk melakukan perbaikan menyeluruh dalam pengaturan dan pengawasan impor agar tidak melemahkan produk lokal.
“Sudah saatnya kita tinggalkan cara-cara lama. Tata kelola perdagangan harus modern, akuntabel, dan mengutamakan kepentingan nasional. Termasuk menindaklanjuti hasil negosiasi BRICS atau ASEAN dalam kebijakan nyata yang mendorong ekspor dan membatasi impor tak perlu,” jelasnya.
Demer juga menyoroti keberadaan produk-produk lokal berkualitas seperti alas kaki dan sepeda dalam negeri yang justru terancam oleh kebijakan relaksasi impor. Ia menegaskan bahwa Indonesia mampu bersaing secara kualitas dan desain, sehingga relaksasi impor harus dilakukan secara selektif dan tidak merugikan industri nasional.
Menutup pernyataannya, Gde mempertanyakan anomali dalam harga kebutuhan pokok, khususnya beras, yang mengalami kenaikan meskipun disebutkan stok nasional melimpah.
“Sebagai orang ekonomi, saya bingung. Stok beras melimpah, tapi harga naik. Ini tidak logis. Ini harus menjadi perhatian serius Kementerian Perdagangan agar tidak menjadi bahan olok-olokan publik. Data harus sinkron, penjelasan harus transparan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Indonesia harus mulai berani mengambil kebijakan ekonomi berdasarkan kepentingan nasional (state interest), seiring tren global menuju deglobalisasi. Ia mengingatkan bahwa Amerika Serikat pun kini lebih mementingkan kepentingan dalam negeri daripada globalisasi.
“Kalau Amerika bisa dengan slogan ‘Make America Great Again’, maka kita juga harus berani mengatakan ‘Indonesia Great Again’. Negara lain saja mulai memasang barrier untuk melindungi sektor strategis mereka, maka Indonesia juga harus berani bertindak serupa untuk kedaulatan ekonominya,” tutup Demer.
LEAVE A REPLY