Home Hukum Miris, Seorang Buruh di Bandung masuk Bui karena Berselisih dengan Manajemen

Miris, Seorang Buruh di Bandung masuk Bui karena Berselisih dengan Manajemen

0
SHARE
Miris, Seorang Buruh di Bandung masuk Bui karena Berselisih dengan Manajemen

Keterangan Gambar : Agus Sunarto dijebloskan ke penjara oleh perusahaan pabrik sepatu di Bandung, tempatnya bekerja selama 11 tahun. Agus dituding menggelapkan sepeda motor bebek, kendaraan inventaris pabrik yang diterimanya 10 tahun lalu.(Foto Dok Istimewa)

BizNews.id - Jakarta - Nasib pilu dialami Agus Sunarto (53), seorang manajer Human Resource Development (HRD) sebuah pabrik sepatu di Bandung, Jawa Barat. Ia dipaksa meringkuk di sel tahanan sejak Jumat (24/2) lalu, karena dituduh menggelapkan sepeda motor inventaris perusahaan tempatnya bekerja.

Harga motor yang disoal ditaksir tak lebih dari Rp2,5 juta, atau hanya beberapa persen dari gaji bulanan Agus di perusahaan sepatu itu. Mengenakan seragam tahanan, Agus warga Kompleks Persada Raya, Tanggerang, Banten, hanya bisa pasrah di balik jeruji tahanan Polsekta Gedebage, Kota Bandung.

Agus sama sekali tak menyangka bisa dijebloskan ke penjara oleh perusahaan tempat ia mengabdi selama 11 tahun lebih. Tak hanya itu, Agus dipaksa menandatangani Surat Pernyataaan Pengunduran Diri dari perusahaannya.

"Motor itu asalnya pemberian perusahaan hampir 10 tahun lalu dan sudah lama pula teronggok tak terpakai di garasinya," kata Ahmad menirukan pengakuan Agus. Ahmad adalah rekan dekat yang mengaku tahu persis siapa dan bagaimana sikap Agus kesehariannya.

"Kalau mau jujur, dia orangnya lempeng tidak neko neko. Lagian kalau memang itu tuduhannya, nilainya tak seberapa dibanding gajinya yang sudah di atas Rp15 juta per bulannya. Apalagi dia sudah mencicil Rp500 ribu, sebagai bentuk tanggung jawab," jelas Ahmad lagi.

Dipaksa menandatangani surat pernyataan berarti hak hak Agus sebagai karyawan, seperti pesangon akan pupus.

"Bukankah itu perbuatan dzolim pada karyawannya?" tanya Ahmad seraya menyebutkan nilai pesangon Agus bila dikaitkan dengan masa kerja dan besaran gaji selama ini, ditaksir tidak kurang dari Rp400 jutaan.

Sepeda motor tadi, masih menurut Ahmad, merupakan inventaris perusahaan sejak pertama kali Agus bekerja sebagai HRD. Sejalan dengan perkembangannya jabatan Agus terus naik dan kini menjadi Manager HRD. Sejak itu Agus jarang naik motor, dan beralih menggunakan mobil. Sementara sepeda motor inventaris teronggok di garasi rumahnya.

Mengingat motor bebek inventaris sudah jarang dipakai, istri Agus berinisiatif memanfatkannya. Ia meminjampakaikan motor terebut kepada seorang pedagang es yang biasa mangkal di depan sekolah anaknya.

"Tidak dijual tapi dipinjamkan, sekalian supaya diurus. Dan selama itu aman aman saja," kata Ahmad lagi.

Agus ketika itu mengiyakan niat baik istrinya untuk membantu sesama tanpa syarat. Apalagi setelah dipakai penjual es, motor inventarisnya kembali normal, mungkin karena dirawat.

Agus sama sekali tak menyangka sepeda motor ini belakangan bakal menjadi biang masalah. Setelah terlibat perselisihan dengan pihak perusahaan, tiba-tiba Agus mendapat panggilan dan berujung diminta mengembalikan sepeda motor inventarisnya.

Agus ketika itu juga mencari tukang es yang juga masih tetangga dekatnya di Tangerang. Maksudnya untuk segera mengembalikan sepeda motor pinjamannya. Sayangnya, tanpa sepengetahuan Agus, sepeda motor ini sudah dijual oleh si pedagang es ke seseorang yang alamatnya sudah berpindah-pindah.

Merasa bakal terjadi gelagat tak baik, Agus segera membawa tukang es tadi ke Pengurus RW setempat supaya mengganti atau mengembalikan sepeda motornya.

"Itu sudah dibuatkan Surat Perjanjiannya yang ditandatangani si penjual es, termasuk Ketua RW-nya," kata Ahmad lagi.

Sambil menunggu sepeda motor kembali ditemukan, Agus mencoba menyicil ke perusahan, sebagai bukti dirinya bertanggung jawab. Diakuinya, uang cicilan sudah masuk sekitar 20 persen dari taksiran harga motor, yakni Rp500 ribu.

Sesaat Agus lega setelah perusahaannya menerima uang cicilan. Apalagi ketika mendengar tukang es tadi masih berusaha mencari alamat si pembeli motor tersebut. Kelegaan hati Agus tidak berlangsung lama, setelah beberapa hari kemudian Agus mendapat Surat Panggilan dari kepolisian setempat.

Merasa tidak bersalah dan Agus sudah mencicil, ia memenuhi panggilan polisi. Agus kaget setiba di kantor polisi, dia langsung dijebloskan ke sel tahanan. Tak hanya itu, Agus diminta untuk menandatangani Surat Pengunduran Diri dari perusahaan.

Mendapat tawaran seperti itu tentunya Agus menolak. Untuk urusan motornya saja, ia masih kebingungan, karena istri dan pedagang esnya saja belum diperiksa polisi. Tiba- tiba ia sudah dikenakan status tersangka dan dijebloskan ke sel tahanan.

Agus menduga ini merupakan rencana atau akal bulus perusahaannya dengan meminta ia untuk mengundurkan diri. Dengan mengundurkan diri, kewajiban perusahaan untuk membayar pesangon dirinya jadi gugur. Agus menaksir nilai pesangon yang seharusnya diterima dengan masa kerja dan posisi jabatan terakhir, tidak kurang dari Rp400 jutaan.

Agus hanya bisa tertunduk lesu di sel berukuran 3 x4 meter. Agus berharap, baik kepolisian maupun PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk, tempat ia bekerja bisa jernih melihat kejadian ini.(Dens)