Jakarta, BIZNEWS.ID - Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia pada tahun 2019 berada pada angka 75,24. Indeks ini mengukur peran aktif perempuan terutama dalam bidang politik, pengambilan keputusan, serta ekonomi. Perolehan angka IDG maupun berbagai indeks lainnya yang belum maksimal merefleksikan bahwa masih ada ketimpangan gender di Indonesia.
“Meski sudah ada perkembangan secara bertahap setiap tahunnya, namun perlu kita sadari bahwa ketimpangan yang terjadi selama bertahun-tahun ini, membawa dampak besar pada posisi perempuan di tataran sosial, ekonomi, budaya, bahkan hukum. Keempat hal ini terakumulasi dan menciptakan sebuah garis yang menempatkan laki-laki pada ruang publik, sedangkan perempuan pada ruang domestik,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Bintang Puspayoga, dalam Webinar 36 Tahun Kalyanamitra yang diselenggarakan secara virtual (31/3).
Menteri Bintang menyebutkan, toleransi menjadi suatu hal yang penting guna terciptanya kesetaraan gender. Pasalnya, ketiadaan toleransi hanya akan melanggengkan praktek diskriminasi dan justru menambah tantangan dalam mencapai kesetaraan. “Dibutuhkan pemahaman yang sama, bahwa perbedaan yang ada, baik itu perbedaan etnis, agama, jenis kelamin, bahkan sikap politik, tidak terbangun untuk memecah belah kita semua. Melainkan aset penting yang dilandaskan Pancasila dan dipelihara dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.
Menteri Bintang mengharapkan adanya pandangan dan strategi untuk dikonsolidasikan bersama demi mewujudkan perempuan-perempuan Indonesia yang kuat, berdaya, dan merdeka. “Merdeka dari dominasi, eksploitasi, dan represi oleh sistem patriarki yang tidak adil, serta memiliki mimpi untuk mewujudkannya,” tutur Menteri Bintang.
Senada dengan Menteri Bintang, Deputi Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin, mengatakan saat ini isu keberagaman masih menjadi tantangan bersama dan Kemen PPPA selalu siap untuk mendukung serta bersinergi kepada seluruh stakeholder demi kepentingan terbaik perempuan Indonesia.
Sementara itu, salah satu pendiri Kalyanamitra, yang merupakan pusat komunikasi dan informasi perempuan yang berfokus pada isu keadilan dan kesetaraan gender, Sita Aripurnami juga mempunyai pandangan yang sama bahwa toleransi dalam keberagaman sangat penting agar perempuan dapat memiliki ruang untuk berekspresi. “Musuhnya gerakan feminis adalah intoleransi. Feminis sangat suka dengan sikap toleran dalam konteks perempuan bisa mengekspresikan apa yang mereka ingin lakukan atau katakan,” tutup Sita.
Dalam diskusi tersebut dinyatakan bahwa isu-isu sosial kemasyarakatan sering disederhanakan atas nama agama, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya intoleransi. Oleh karenanya, masyarakat ditantang untuk bisa menciptakan perubahan, baik di tingkat personal maupun lingkungan dengan mengusung nilai-nilai feminisme. Pasalnya, bisa jadi seseorang memiliki relasi kekuasaan atau kepemimpinan dalam ruang privat, institusi yang diikutinya, ataupun dalam gerakan sosial. Sehingga, dengan adanya relasi kepemimpinan tersebut, seseorang dapat memberikan intervensi dalam menyikapi isu sosial kemasyarakatan, termasuk intoleransi. Demikian kemenpppa.go.id
Headline
LEAVE A REPLY