Home Covid-19 Dunia Tak Berdaya Hadapi Covid-19

Dunia Tak Berdaya Hadapi Covid-19

0
SHARE
Dunia Tak Berdaya Hadapi Covid-19


Jakarta, BIZNEWS.ID -  Bukan tanpa alasan kata ‘pandemi’ menjadi Kata Tahun Ini atau Word of the Year 2020 versi kamus ternama Merriam-Webster. Pandemi menjadi kata paling dicari sepanjang tahun ini karena kemunculan virus korona yang mengguncang dunia: coronavirus disease 2019 atau biasa disingkat covid-19.

Diakibatkan virus bernama severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-Cov-2), penyakit covid-19 pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, Tiongkok, pada akhir 2019. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan covid-19 sebagai wabah Darurat Kesehatan Publik Internasional pada Januari 2020, dan sebagai pandemi global dua bulan setelahnya. Covid-19 diyakini terkait dengan SARS-CoV dan coronavirus varian lain yang berasal dari kelelawar dan trenggiling.

Berawal dari Tiongkok, covid-19 mulai menyebar ke beberapa negara di Asia dan pada akhirnya meluas hingga ke semua benua. Terhitung hingga 14 Desember 2020 pukul 19.30 WIB, situs pemantau Johns Hopkins University mencatat total kasus covid-19 di kancah global telah melampaui 72,3 juta dengan 1,6 juta lebih kematian dan 47.328.633 pasien sembuh.

Gejala Covid-19

Gejala-gejala covid-19 begitu beragam, mulai dari tidak ada gejala sama sekali hingga sakit parah. Covid-19 sebagian besar menyebar dari cairan tubuh individu terinfeksi saat mereka bernapas, batuk, bersin, bernyanyi atau sekadar berbicara. Covid-19 juga dapat menyebar via permukaan terkontaminasi cairan tubuh individu terinfeksi.

Karena sifat covid-19 yang mudah menular, WHO dan lembaga-lembaga kesehatan lainnya merekomendasikan pemakaian masker oleh mereka yang terinfeksi. Selang beberapa waktu setelah adanya sejumlah studi, seruan pemakaian masker diperluas menjadi untuk semua orang, baik yang terinfeksi maupun tidak. Pemakaian masker begitu ditekankan saat seseorang berada di ruang publik.

Selain penggunaan masker, metode pencegahan lainnya yang direkomendasikan WHO adalah menjaga jarak sosial/fisik (social/physical distancing), rajin mencuci tangan, menjaga daya tahan tubuh, menjauhi kerumunan dan lainnya. WHO juga mendorong negara-negara global untuk meningkatkan kapasitas tes covid-19 dalam mendeteksi siapa-siapa saja yang terjangkit. WHO pernah mengatakan bahwa tes covid-19 merupakan "tulang punggung" dalam perang melawan virus tersebut.
Penutupan Perbatasan dan Lockdown

Sebagai negara pertama terdeteksinya covid-19, Tiongkok berusaha keras meredam penyebaran penyakit tersebut, terutama di kota Wuhan yang berlokasi di provinsi Hubei. Namun terhitung pada 29 Januari, covid-19 telah menyebar ke semua provinsi di pulau utama Tiongkok.

Otoritas Hubei mengunci rapat Wuhan, dan tidak membolehkan ada satu pun orang yang keluar masuk kota tersebut demi memutus mata rantai penyebaran virus. Kota-kota lain di Negeri Tirai Bambu pun mengadopsi langkah serupa. Musim liburan Tahun Baru Imlek kala itu meningkatkan kekhawatiran akan melonjaknya jumlah infeksi.

Dari Tiongkok, covid-19 pun bermunculan di sejumlah negara lain di Asia. Hingga 30 April, setidaknya tercatat ada satu kasus covid-19 di semua negara Asia kecuali Korea Utara dan Turkmenistan.

Asia menjadi benua terparah dilanda pandemi covid-19 di dua bulan pertama 2020, sebelum tren tersebut bergeser ke Eropa pada Maret. Hingga 13 Maret, jumlah kasus covid-19 di Eropa sudah melampaui Tiongkok, yang membuat WHO mulai mempertimbangkan Benua Biru sebagai episentrum virus tersebut. Empat hari kemudian, covid-19 sudah masuk ke semua negara di Eropa.

Italia menjadi salah satu negara terparah dilanda covid-19 di Eropa. Kasus perdana covid-19 di Italia terkonfirmasi pada 31 Januari, saat dua turis asal Tiongkok dinyatakan positif terinfeksi saat berada di Roma. Sejak saat itu, infeksi covid-19 di Italia terus melonjak tajam yang memaksa pemerintah menutup semua penerbangan dari dan menuju Tiongkok.  

Negara-negara lain di Eropa dan benua lainnya juga mulai menutup perbatasan mereka dari Tiongkok. Selain penutupan perbatasan, negara-negara juga mulai memberlakukan kebijakan penguncian (lockdown) seperti yang sudah diterapkan di kota Wuhan. Di bawah lockdown, warga diminta selalu berada di dalam rumah dan hanya boleh keluar untuk keperluan mendesak seperti membeli makanan atau berobat.

Dampak Pandemi

Covid-19 telah menciptakan krisis global, terutama di bidang kesehatan dan ekonomi. Sistem kesehatan di banyak negara terpukul hebat, dan beberapa di antaranya bahkan roboh karena kewalahan menerima gelombang pasien covid-19. Meski WHO menyebut tingkat kematian akibat covid-19 relatif rendah, virus ini begitu mematikan bagi kelompok orang lanjut usia dan mereka yang sudah memiliki penyakit bawaan.

WHO mengkhawatirkan kelompok pemuda di tengah pandemi, karena mereka cenderung tidak memperlihatkan gejala atau asimtomatik saat terinfeksi covid-19. Karena tidak memperlihatkan gejala, kelompok usia muda cenderung tidak melakukan tes covid-19 dan beraktivitas seperti biasa. Hal ini dianggap berbahaya karena mereka tetap dapat menularkan covid-19 ke orang lain, terutama ke kelompok-kelompok rentan.

Untuk bidang ekonomi dan sosial, covid-19 telah membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan, dirumahkan, atau mengalami pemangkasan pendapatan. Pendapatan warga dan negara dari sektor pariwisata juga terpukul begitu hebat. Ini dikarenakan hampir semua negara menutup perbatasan mereka untuk turis asing, dan bahkan domestik, sejak kuartal kedua hingga saat ini.

Hilangnya banyak pekerjaan membuat jutaan orang berisiko jatuh ke jurang kemiskinan dan pengangguran. Jutaan entitas usaha, terusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), begitu terhantam oleh pandemi.

Pekerja di sektor informal masuk dalam kelompok rentan karena minim perlindungan sosial dan akses mendapat layanan kesehatan. Tanpa adanya pendapatan selama pandemi, banyak warga di sejumlah negara tidak mampu memberi makan untuk dirinya dan keluarga.
Perlombaan Vaksin
Vaksin diyakini sebagai solusi jitu dalam mengakhiri mimpi buruk ini. Sejak WHO menyatakan, covid-19 sebagai pandemi, sejumlah perusahaan dan lembaga berlomba-lomba mengembangkan vaksin covid-19. WHO mendukung penuh semangat ini, dan menyerukan penggalangan dana untuk mempercepat proses pengembangan vaksin.

Proses pengembangan vaksin yang biasanya menghabiskan waktu bertahun-tahun, didorong agar dapat selesai dalam hitungan bulan. Meski dipercepat, pengembangan vaksin tetap memerhatikan standar uji klinis demi memastikan keamanan dan efektivitasnya.

Perusahaan dan lembaga-lembag besar seperti Pfizer, Moderna, Oxford University, AstraZeneca dan lainnya menjadi sorotan dalam perlombaan vaksin covid-19. Di Rusia, Gamaleya Institute mengembangkan vaksin eksperimental covid-19 yang diberi nama Sputnik V. Sputnik V kemudian menjadi vaksin eksperimental pertama covid-19 di dunia yang mendapatkan izin penggunaan publik, meski saat ini masih terbatas di Negeri Beruang Merah.  

Sejumlah perusahaan lain terus menggenjot pengembangan vaksin, dengan melakukan uji klinis terhadap ribuan relawan di beberapa negara. Pfizer dan Moderna mengklaim vaksin mereka memiliki tingkat efektivitas hingga 95 persen, dan juga aman digunakan untuk publik.

Inggris menjadi negara pertama yang meloloskan izin penggunaan darurat vaksin buatan Pfizer, yang diikuti oleh beberapa negara lain seperti Amerika Serikat dan Kanada. Setelah meloloskan penggunaan, Inggris juga sudah memulai program vaksinasi massal.
 

Dua perusahaan di Tiongkok, Sinovac dan Sinopharm juga sama-sama mengembangkan vaksin covid-19. Sinopharm mengklaim vaksin mereka memiliki tingkat efektivitas hingga 86 persen, yang sudah menjalani uji klinis di Uni Emirat Arab, Bahrain, Yordania, Argentina dan Peru.

WHO mengapresiasi perlombaan ini, namun menekankan bahwa vaksin covid-19 tidak boleh sampai menjadi komoditas swasta. WHO menginginkan vaksin covid-19 menjadi komoditas publik, yang dapat diakses semua orang dari seluruh negara tanpa terkecuali.

Saat ini sejumlah negara global, termasuk Indonesia, sudah mulai menerima pengiriman vaksin eksperimental covid-19. Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin covid-19 buatan Sinovac sudah tiba di Tanah Air pada 6 Desember lalu, yang akan diikuti pengiriman gelombang selanjutnya pada awal tahun depan.

Kanada juga mulai menerima vaksin covid-19 buatan Pfizer, dan mulai dikirim ke 14 titik distribusi di negara tersebut. Distribusi vaksin Pfizer juga sudah dimulai di AS.

Mengenai vaksin, sejumlah negara memiliki kewajiban berbeda mengenai harga. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan pemerintah federal akan mendistribusikan vaksin secara gratis, dengan prioritas utama adalah kelompok rentan. Singapura juga menerapkan skema serupa, dan akan membagikan vaksin covid-19 secara gratis bagi warganya dan juga ekspatriat.

Meski perkembangan vaksin sudah memperlihatkan tren positif, WHO memperingatkan bahwa ini bukan akhir dari pandemi. Vaksin covid-19 hanya sebuah alat untuk mengurangi risiko penularan, bukan menghilangkan virus itu. Oleh karenanya, meski nantinya vaksin covid-19 sudah tersedia secara luas, WHO mengimbau warga dunia untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dan membiasakan diri di era kenormalan baru (new normal) agar kehidupan bermasyarakat berlangsung sehat, aman, dan berkelanjutan. Demikian Medcom.id

Photo : google image