Jakarta, BIZNEWS.ID - Untuk meningkatkan kerja sama bilateral dalam sektor energi, Indonesia dan Norwegia menyelenggarakan acara The 9th Indonesia-Norway Bilateral Energy Consultation (INBEC) di Oslo, Norwegia, Senin (13/6). Acara ini dibuka oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dan Minister of Petroleum and Energy Norway Terje Aasland.
The 9th Indonesia-Norway Bilateral Energy Consultation dihadiri oleh Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Krüger Giverin, Duta Besar RI untuk Norwegia Todung Mulya Lubis, Director General Ministry of Petroleum and Energy Norway, Kristin Myskja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono, serta Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Mirza Mahendra. Hadir pula perwakilan beberapa perusahaan energi seperti Ocean Sun, Tinfos, Norconsult dan Norwegian Energy Partner.
Ketua Delegasi RI Tutuka Ariadji mengawali sambutan menyampaikan kegembiraannya dapat kembali bertemu dengan Delegasi Energi Norwegia, setelah sempat tertunda akibat pandemi Covid-19. Pertemuan bilateral terakhir adalah INBEC ke 8 tahun 2017 di Jakarta. “Ini momen yang sangat baik karena kedua negara berhasil mengadakan pertemuan bilateral saat situasinya lebih baik hari ini. Kami berharap pandemi ini sepenuhnya berakhir dan dunia global dapat pulih kembali,” katanya seperti dikutip migas.esdm.go.id.
Hubungan bilateral Indonesia-Norwegia di bidang energi dimulai tahun 1995 yang ditandai dengan penandatanganan MoU antara Menteri Pertambangan dan Energi RI dengan Menteri Industri dan Energi Kerajaan Norwegia. Dalam MoU yang ditandatangani di Jakarta tersebut, kedua negara sepakat untuk mengadakan konsultasi energi bilateral setiap dua tahun untuk meningkatkan kerja sama energi. Kedua belah pihak berkolaborasi dalam menyelenggarakan seminar dan pertemuan bisnis di Indonesia. Norwegia juga mengundang Indonesia untuk berpartisipasi dalam konferensi dan pameran migas internasional terbesar Norwegia yaitu The Offshore Northern Seas.
Melalui pertemuan-pertemuan tersebut, lanjut Tutuka, pihak Indonesia banyak belajar dari Norwegia dalam mengembangkan sektor energi. Indonesia memandang Norwegia sebagai teman lama yang selalu bersedia berbagi pengalaman dan keahlian di sektor energi. Kedua belah pihak tidak hanya mempromosikan kerja sama G to G, tetapi juga kolaborasi B to B seperti kolaborasi Pertamina dan Aker Solution dalam proyek joint industrial project pengembangan teknologi membrane subsea system. “Oleh karena itu, dalam konsultasi energi bilateral hari ini, pihak Indonesia ingin menyampaikan terima kasih kepada Norwegia karena selalu menjadi mitra yang baik bagi Indonesia,” tambahnya.
Lebih lanjut Tutuka menyampaikan, banyak perubahan situasi dan kondisi yang terjadi sejak pertemuan terakhir tahun 2017. Tren saat ini adalah transisi energi. Indonesia telah mulai merumuskan roadmap Net Zero Emission (NZE) mulai tahun 2021 dengan pengurangan emisi sebesar 314 juta ton CO2e pada tahun 2030 dan 1,526 juta ton CO2e pada tahun 2060. Pemerintah Indonesia sedang menggalakkan beberapa program untuk menjembatani transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Pengembangan dan pemanfaatan energi bersih diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi pada masa transisi energi.
Untuk mendukung transisi energi ini, dibutuhkan kolaborasi. Indonesia melihat Norwegia sebagai salah satu mitra penting bagi Indonesia dalam mengembangkan energi karena teknologi migas dan EBT Norwegia telah berkembang pesat dan terus berinovasi untuk mendorong energi bersih.
Pada tahun 2022, Indonesia berkesempatan menjadi Presidensi G20 dan mengharapkan kolaborasi dengan berbagai negara untuk mendukung transisi energi. “Kami percaya bahwa kerja sama bilateral dan multilateral dapat saling bahu membahu berkontribusi pada keberhasilan transisi energi,” tegasnya.
Dalam sesi G to G, Indonesia berharap dapat mempelajari perkembangan Carbon Capture and Storage (CCS), hidrogen dan angin lepas pantai di Norwegia, serta pembiayaan di sektor energi. Di bidang capacity building, Indonesia mengajak Norwegia bekerjasama dalam peningkatan pengetahuan bagi staf Kementerian ESDM, serta di bidang standar untuk program pelatihan dan industri.
Pada rangkaian pertemuan ini, Indonesia memaparkan mengenai perkembangan kelistrikan, energi terbarukan, juga proyek dan peluang CCS/CCUS (Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Unitilization and Storage) di Indonesia. Selain itu, mendengarkan informasi tentang pengalaman Norwegia dalam pengurangan metana, serta penangkapan dan injeksi CO2. “Indonesia belajar banyak tentang CCS/CCUS dari Norwegia. Berdasarkan beberapa penelitian, Indonesia memiliki potensi simpanan CO2 yang cukup signifikan, sekitar 2 giga ton pada depleted reservoir migas. Dan sekitar 9,68 giga ton di cekungan Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Saat ini kami sedang melakukan sejumlah studi dan persiapan CCS/CCUS di Indonesia seperti Tangguh EGR/CCUS, Gundih CCUS/CO2-EGR dan Sukowati CO-EOR,” jelas Tutuka.
Indonesia juga telah mendirikan National Center of Excellence untuk CCS/CCUS yang diprakarsai oleh Institut Teknologi Bandung dan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia dari tahun 2014 hingga 2015, untuk mendukung studi proyek percontohan CCS Gundih. Pendirian National Center of Excellence ini sejalan dengan komitmen nasional untuk mengurangi emisi CO2.
Saat ini, Indonesia juga tengah memfinalisasi Peraturan Menteri untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, serta melibatkan pemangku kepentingan termasuk negara-negara Eropa untuk mendapatkan umpan balik dan perbaikan terhadap draft yang telah disusun.
Mengakhiri sambutannya, Ketua Delri mengundang investor untuk mengembangkan sektor energi di Indonesia. Pemerintah Indonesia sangat serius dalam menggalakkan penggunaan teknologi bersih di sektor migas, serta mendorong investasi di bidang listrik dan energi terbarukan untuk meningkatkan pangsa EBT dalam bauran energi nasional. “Norwegia memiliki teknologi dan pengalaman di sektor energi. Dan ini menjadi sumber kerja sama yang kuat antara Indonesia dan Norwegia,” tutupnya.
LEAVE A REPLY