Jakarta, Biznews.id - Memberikan layanan pendidikan terbaik mutlak dilakukan karena dari dunia pendidikan akan lahir generasi yang akan mewarnai kemajuan bangsa dan negara. Anak sebagai generasi penerus bangsa berhak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana amanat Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, serta perlindungan yang efektif pada satuan pendidikan sebagaimana amanat Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa “Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
KPAI sebagai Lembaga negara yang independent, memiliki tugas dan fungsi sebagai lembaga pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak telah melakukan pengawasan terhadap pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Selama tahun 2022 KPAI telah menerima 4683 aduan, khusus Klaster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, Kegiatan Budaya dan Agama sebanyak 429 aduan. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi, hingga 31 Maret 2023 pada klaster pendidikan, KPAI telah menerima 64 aduan dengan rincian kekerasan terhadap anak pada satuan pendidikan. Bentuk aduan kekerasan yang terjadi pada satuan pendidikan antara lain; kekerasan fisik, bullying/perundungan, kekerasan seksual, korban diskriminasi kebijakan satuan pendidikan, hingga kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperhatikan prinsip hak partisipasi anak.
KPAI telah melakukan koordinasi dengan pihak terkait, serta menjalankan pengawasan langsung, seperti dalam kasus kekerasan seksual oleh guru pada peserta didik di Sekolah Dasar di Jakarta Timur, kekerasan fisik oleh peserta didik kepada sesama peserta didik pada Sekolah Menengah di Jakarta Selatan, kekerasan fisik oleh santri kepada santri di Pasuruan dan Madura di Jawa Timur, kekerasan seksual oleh kiai kepada santriwati pada pesantren di Batang dan Jember.
Selain pengawasan langsung, KPAI juga telah melakukan mediasi terkait kasus pada satuan pendidikan karena kebijakan satuan pendidikan seperti tunggakan SPP, Mutasi Siswa, permasalahan KJP, Regrouping satuan pendidikan, dan lainnya. KPAI juga intensif mengawal efektifitas pemenuhan hak pendidikan anak dengan kebijakan masuk pukul 05.30 WITA oleh Pemda NTT, dengan melakukan koordinasi dan telaah dengan pihak Kemendikbud, dinas pendidikan NTT, serta melakukan pengambilan data secara sampling uji kelayakan kelangsungan kebijakan tersebut.
Atas terjadinya pelanggaran pemenuhan hak anak, khususnya bidang pendidikan, KPAI mengajak semua pihak pada momen Hari Pendidikan Nasional tahun 2023, memperkuat Tri Pusat Pendidikan (orang tua, satuan pendidikan, masyarakat) untuk sinergi “Bangun Partisipasi Anak” dan, “Akhiri Kekerasan Kepada Anak Pada Satuan Pendidikan”.
Pada momen Hari Pendidikan Nasional tahun 2023, dalam rangka pencegahan kekerasan kepada anak pada satuan pendidikan, KPAI merekomendasikan beberapa hal kepada kementerian/lembaga, serta organisasi masyarakat dan satuan pendidikan, diantaranya;
- Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk dapat memfasilitasi lintas kementerian/lembaga penyelenggara pendidikan, baik umum maupun keagamaan agar dapat memperkuat kebijakan dan aksi nyata yang kolaboratif dan sinergis, dalam pencegahan kekerasan pada satuan pendidikan, baik pencegahan dan penanganan, serta program berkesinambungan secara sistemik dan masif.
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di daerah untuk terlibat aktif melakukan pendampingan kepada satuan pendidikan, baik di bawah binaan kementerian pendidikan dan kebudayaan, maupun di bawah kementerian agama. Pendampingan dapat berupa; sosialisasi perlindungan anak, pelatihan satuan pendidikan ramah anak, pelatihan konvensi hak anak, pendampingan psikososial, rehabilitasi sosial, re- integrasi sosial, hingga pendampingan hukum jika dibutuhkan.
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bersama Kementerian Agama RI proaktif dalam menyelesaikan kekerasan pada satuan pendidikan, dengan berkomitmen bersama “akhiri tiga dosa besar pendidikan” (perundungan/bullying, kekerasan seksual, intoleransi), melalui program pencegahan, penguatan SDM perlindungan anak, pengembangan kurikulum, pelatihan pengasuhan pada guru/ustadz, dukungan sarana prasarana, program satuan pendidikan ramah anak dan lainya secara optimal;
- Optimalisasi peran lintas OPD dalam intervensi pencegahan dan penanganan kekerasaan pada anak di satuan pendidikan, baik di pemerintah kabupaten/kota dan provinsi.
- Organisasi Kemasyarakatan yang menyelenggarakan layanan pendidikan harus berperan aktif membina satuan pendidikan di bawahnya agar mengimplementasikan pendidikan ramah anak, berkomitmen melindungi anak, serta mengakhiri kekerasan pada satuan pendidikan, apapun itu bentuknya.
- Satuan Pendidikan, baik umum atau keagamaan harus terus berkomitmen “akhiri tiga dosa besar pendidikan”, (perundungan/bullying, kekerasan seksual, intoleransi), dengan menegakkan tata tertib, norma, serta etika pergaulan dan pengasuhan yang respek terhadap perlindungan anak.
- Satuan Pendidikan, baik umum atau keagamaan harus membuka kolaborasi dengan dinas terkait perlindungan anak, lembaga konseling, penegak hukum, dinas kesehatan, dan lainya dalam upaya mewujudkan Satuan Pendidikan Ramah Anak.
- Pemerintah dan Satuan Pendidikan harus memasifkan program literasi digital ramah anak bagi peserta didik di tengah derasnya berbagai sumber informasi dan percepatan pesatnya teknologi dalam proses pendidikan.
- Pemerintah dan Satuan Pendidikan harus memastikan layanan kesehatan baik fisik maupun jiwa kepada peserta didik, dengan mengadakan cek kesehatan berkala, menyiapkan UKS yang layak, kantin sehat, sanitasi yang layak, dan lainnya
- Satuan Pendidikan bersama komite bersinergi intensif mengawasi lingkungan anak, memberikan edukasi pengasuhan (parenting) kepada orang tua/wali peserta didik, kontrol media sosial anak, serta memberikan perhatian kepada anak secara berkelanjutan.
Pengawasan Khusus terhadap Program Masuk Sekolah oleh Pemda NTT
Pengawasan khusus terhadap kebijakan Gubernur NTT mengenai masuk sekolah pukul 05.30 Wita pada 10 sekolah SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur. KPAI telah berkoordinasi dengan berbagai pihak dan melakukan pengumpulan data dan informasi melalui survey terhadap 219 responden terdiri dari Guru, Peserta Didik, dan Orang Tua Peserta Didik dari 10 sekolah SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan pengumpulan data dan informasi didapatkan hasil sebagai berikut :
- Bahwa sebagian besar responden tidak menerima sosialisasi kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA dari Pemerintah Daerah;
- Bahwa 72% sekolah yang menjadi responden tidak dimintakan persetujuan terkait kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA;
- Bahwa 80% peserta didik yang menjadi responden kesulitan membagi waktu setelah pelaksanaan kebijakan waktu masuk sekolah pukul 05.30 dan hanya sedikit peserta didik yang merasa baik-baik saja;
- Bahwa hanya 8 guru dan 7 peserta didik responden yang mampu datang tepat waktu ke sekolah, selain itu sebanyak 25 guru dan 54 peserta didik responden kadang-kadang datang tepat waktu serta 6 guru dan 36 peserta didik tidak pernah tepat waktu ke sekolah selama piloting kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA;
- Bahwa sebagian besar guru dan peserta didik responden tidak pernah sarapan sebelum berangkat ke sekolah karena kebijakan waktu masuk sekolah pukul 05.30 WITA;
- Bahwa sebagian besar sekolah yang menjadi responden di Nusa Tenggara Timur masih belum siap untuk melaksanakan program kegiatan belajar mengajar pukul 05.30 WITA;
- Bahwa kebijakan masuk 05.30 mempengaruhi konsentrasi peserta didik dan guru. Akibatnya kualitas penyerapan materi siswa menjadi menurun. Dampak lebih lanjut adalah menurunnya kualitas lulusan.
- Bahwa sebagian besar guru dan peserta didik yang menjadi responden masih menganggap waktu kegiatan belajar yang ideal adalah pukul 07.00 WITA;
- 9.Bahwa penyerapan materi belajar juga menjadi masalah bagi sebagian besar peserta didik bila melaksanakan kegiatan belajar pukul 05.30 WITA;
- Harapan mayoritas orang tua, guru, peserta didik, Jam Masuk sekolah 05.30 WITA dibatalkan dan dikembalikan masuk sekolah seperti semula, yaitu pukul 06.30 atau 07.00 WITA, karena faktor keamanan, transportasi, kesiapan belajar, fokus belajar, waktu interaksi orang tua dan anak, kesehatan, dll.
Prinsip kepentingan terbaik anak dan partisipasi anak menjadi landasan utama dalam kebijakan pendidikan. Untuk itu, KPAI memberikan rekomendasi sebagai berikut:
- Pendidikan adalah tanggungjawab pemerintah, orang tua dan masyarakat, mengacu pada hal tersebut agar setiap kebijakan tetap mempertimbangkan masukan dan pemenuhan hak anak/peserta didik dan peran serta masyarakat, sesuai amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek Dikti RI harus melakukan langkah evaluasi secara cepat dan tepat, sehingga kebijakan yang dijalankan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hak anak, tidak berdampak negatif pada motivasi belajar dan kualitas belajar, hasil belajar peserta didik, serta tidak berimbas pada piloting- piloting pada kabupaten/kota lainya.
- Kebijakan tersebut perlu dikaji ulang karena dapat memicu pelanggaran terhadap pemenuhan hak anak sebagaimana tercantum dalam Pasal 4, 6, 8, dan 10 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- KPAI mendukung dan mengapresiasi Pemda NTT dalam upaya peningkatan kompetensi peserta didik, namun tetap harus pentingan terbaik buat anak. Peningkatan kompetensi peserta didik dapat didukung dengan program peningkatan kompetensi guru, sarana prasarana, pembentukan budaya pembelajar, sister school, dukungan anggaran, dan lainnya.
Demikian, Selamat Merayakan Hari Pendidikan Nasional tahun 2023, “Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar”, Anak Terlindungi, Indonesia Maju.
LEAVE A REPLY