Home Sport Satu Tahun Gowes Jakarta - Paris, Ini Catatan Royke Lumowa

Satu Tahun Gowes Jakarta - Paris, Ini Catatan Royke Lumowa

Adventure

0
SHARE
Satu Tahun Gowes Jakarta - Paris, Ini Catatan Royke Lumowa

Keterangan Gambar : Royke Lumowa sedang genjot sepeda nya di salah satu wilayah negara dalam perjalanannya gowes sepeda Jakarta - Paris.(Istimewa)

Biznews.id - Jakarta - Perjalanan bersepeda yang saya lakukan dari Jakarta hingga Paris akhirnya masuk finish di ibukota Perancis tersebut pada Senin, 29 Juli 2024 pukul 11.00 waktu setempat.

Hingga di titik itu, total jarak touring mencapai 20.620,87 kilometer selama 387 hari dengan melewati 44 negara. Total ketinggian (elevation gain) mencapai 150.583 meter.

Ini bukan lagi mimpi, melainkan kenyataan. Kenyataan ini membuat hati saya begitu bahagia. Saya ingin ekspresikan pencapaian ini dengan melompat kegirangan dan menangis seraya berterima kasih kepada Tuhan atas perlindunganNYA.

Akan tetapi, saya mencoba menahan diri. Apalagi, di garis finish di Club France, Grande Halle de la Villette telah menunggu Presiden Komite Olimpiade (NOC) Perancis David Lappartient. Ini sungguh sebuah kehormatan yang luar biasa.

Di tengah kesibukannya mengurusi penyelenggaraan olimpiade musim panas di Paris, Presiden Union Cycliste Internationale (UCI) ini masih mau meluangkan waktu menerima kedatangan saya di garis finish. Saya memberi hormat yang tinggi padanya.

Begitu, tiba di finish, saya melihat Presiden NOC Perancis David Lappartient antusias menyambut. Dia menebarkan senyum, dan spontan langsung berdiri di depan panggung.

“Dengan bangga, kami menyambut Anda di Paris pada hari ini. Selamat datang di Paris. Selamat datang di Olimpiade Paris." sambut Lappartient.

Lappartient menyatakan salut dan hormat atas keberhasilan saya yang telah mendedikasi waktu dan tenaganya untuk melakukan perjalanan bersepeda yang jauh dari Jakarta hingga Paris selama 387 hari melewati 44 negara.

Apalagi, dalam misi mulia ini telah mengusung dan mengampanyekan Olimpiade Paris 2024.

“Bersepeda yang begitu jauh dan lama ini sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa. Tidak banyak orang mau melakukannya. Gerakan ini sangat menarik sebagai salah satu cara mendukung pemeliharaan bumi dari kerusakan dan kehancuran,” kata Lappartient yang juga Presiden Union Cycliste Internationale (UCI).

Club France adalah markas kontingan Perancis selama mengikuti Olimpiade Paris.

Kehadiran Presiden NOC Perancis ini tidak terlepas dari peran Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari. Dia memberikan perhatian yang serius atas perjalanan bersepeda yang begitu jauh dan lama.

Sebagai mantan Ketua Umum PB ISSI, dia bangga atas gerakan saya melakukan kampanye penyelamatan lingkungan dengan gowes keliling dunia.

Sejak sebelum memulai petulangan ini, Pak Okto sudah memberikan dukungan dan perhatian. Bahkan, selama dalam perjalanan pun, beliau selalu mengontak saya menanyakan posisi sudah dimana dan lain sebagainya.

Bahkan, dalam sebuah kesempatan, Pak Okto sempat menyampaikan rencana ingin mengundang Presiden NOC Perancis untuk menerima saya saat finish di Paris. Saya sangat senang dengan ide itu dan langsung menyetujui. Ternyata, rencana tersebut menjadi kenyataan.

Saya sungguh berterima kasih kepada Pak Okto. Dia telah menempatkan perjalanan saya ini pada posisi terhormat. Tidak mengherankan, di tempat finish itu, Pak Okto meminta kaum muda untuk menimba pengalaman dan semangat saya agar terus bekerja keras demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Pak Okto juga menilai saya sebagai orang gila.

“Ini aksi gila. Bersepeda dari Jakarta hingga Paris itu bukan hal gampang. Kita perlu belajar dari Pak Royke tentang hal ini,” tegasnya.

Saya juga terharu dengan kehadiran Presiden Direktur Indika Energi Pak Arsjad Rasjid. Beliau adalah orang yang sangat mendukung perjalanan ini. Dia mengizinkan saya berangkat. Dia juga memutuskan Indika Energi dan kelompok usahanya menjadi sponsor utama dalam perjalanan bersepeda ini.

Pak Arsjad pula yang mendorong saya agar bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan. Di antara para tokoh itu, hadir pula Duta Besar Indonesia untuk Perancis Mohamad Oemar, Wakil Presiden NOC Perancis Joseph Pierre Luc Tardif, dan masyarakat Indonesia dan para pecinta sepeda lainnya.

Banyak yang merasa bangga karena ada orang Indonesia ikut mengampanyekan Olimpiade Paris dengan cara yang unik, yakni bersepeda dari Jakarta. Ini fenomenal. Saya berterima kasih atas apresiase mereka.

Saya juga merasa sebuah kehormatan besar atas kesediaan Presiden NOC Perancis David Lappartient di tengah kesibukannya mengurus olimpiade masih mau meluangkan waktu untuk menerima saya di garis finis.

Saya sama sekali tidak menduga ada penyambutan seperti ini. Saya bahagia dan terharu. Ini sebuah kehormatan yang besar untuk saya.

Saya memulai petualangan ini pada Sabtu, 8 Juli 2023 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Saya tidak menyangka mampu menyelesaikan perjalanan yang begitu jauh dan lama. Apalagi sebelum saya melakukannya, nyaris tidak terdengar ada orang Indonesia pernah mengayuh sepeda dari Indonesia hingga Paris dengan mengelilingi negara sebagian besar Eropa timur dan semua Eropa barat.

Sebaliknya, orang Eropa yang gowes dari wilayah benua tersebut ke Indonesia cukup sering.

Maka, begitu menuntaskan perjalanan ini, saya merasa sungguh bahagia. Saya telah mampu melewati tantangan dan rintangan, mengalahkan segala kekhawatiran yang kadang berkecamuk dalam hati, dan berhasil membuktikan bahwa segala rencana dan niat baik pasti terwujud selama kita tekun, keberanian dan memiliki tekad kuat untuk menjalaninya.

Selama perjalanan, begitu banyak tantangan dan kesulitan datang silih berganti, seakan menggoda saya untuk putus asa dan cepat pulang. Mulai dari gangguan suhu ekstrem, elevasi ekstrem, badai angin kencang, pencurian uang, bahkan pencurian sepeda, kesulitan memperpanjang visa Uni Eropa dan lainnya.

Untung saja saya tidak menderita sakit. Semua persoalan tersebut akan menjadi gangguan pikiran, apabila tanpa pertolongan Tuhan. Mungkin saya akan putus asa dan tidak melanjutkan perjalanan. Sungguh suatu mujizat Tuhan.

Angka menarik

Salah satu yang menarik dari pencapaian ini adalah angka 20.620,87 kilometer. Angka ini memiliki makna mendalam di dalam kehidupan saya. Jarak tempuh adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dari keseharianku. Angka 20 adalah angkatan saya di Program Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.

Saya sengaja kuliah di sana untuk memperdalam studi tentang lingkungan dan keberlanjutan (sustainability) sebelum berangkat bersepeda melihat dunia lebih dekat. Lalu 62 adalah usia saya di tahun 2024. Usia ini unik karena bersamaan dengan tahun kelahiran saya 1962.

Tidak semua orang dapat mempertemukan antara usia dan tahun kelahirannya secara bersamaan. Bila ada, pasti hanya terjadi setahun sekali. Makanya makna ini sangat sakral.

Kemudian angka 87 adalah tahun angkatan saya di AKABRI yaitu dilantik menjadi polisi pada Juli 1987.

Dus, angka-angka ini telah merepresentasikan hidup saya tanpa disengaja. Sungguh sangat spektakuler. Banyak kejadian spektakuler telah terjadi selama perjalanan panjang ini. Tak hanya sekali dua kali. Sesuatu yang tidak bermakna atau bahkan mengganggu tiba-tiba mengubah begitu cepat, menjadi hal menarik dan menakjubkan.

Apakah saya saja yang mengada-ngada, atau sengaja menghibur diri. Entahlah. Pastinya saya selalu bahagia walaupun itu sebenarnya menyakitkan. Tidak ada kata lain yang dapat kita lakukan selain ikhlas dan bersyukur. Demikianlah yang disampaikan Ebiet G. Ade dalam lagunya "Bila Kita Ikhlas". Kejadian-kejadian spektakuler itu dapat saya rangkum menjadi tujuh bagian besar.

Menelusuri puluhan negara yang terbentang dari Asia Tenggara, Asia Selatan, Eropa Timur, Eropa Utara hingga Eropa Barat tidak segampang kita membalik telapak tangan.

Super berat. Medan terberat adalah di Tibet, China. Elevasinya mencapai 5.250 meter di atas permukaan laut (mdpl) sebanyak 3 gunung tentunya elevasi yang menguras tenaga, dimana kandungan oksigen pada ketinggian tersebut sangat tipis. Ditambah lagi dengan tanjakan sejak dari Provinsi Yunnan telah menguras tenaga saat menjajal tanjakan-tanjakan di Tibet. Saya juga menghadapi suhu panas yang menyengat di Yunnan dekat Tibet mencapai 45 derajat celcius. Velg roda belakang sepeda sampai meletus kepanasan.

Medan berat lainnya adalah tanjakan/passo Mortirolo, Italia utara, dan tanjakan lainnya di Pegunungan Alpen. Badai gurun di Pakistan selatan selama 45 menit, angin kencang di Yunani dan Jerman utara.

Sepeda sempat melayang layang akibat tertiup angin. Badai salju dan dingin ekstrem di Latvia dan sekitarnya hingga menyentuh angka minus 26 derajat Celcius.

Untuk melintasi batas negara, setidaknya ada 5 border yang menguras tenaga untuk berpikir dan membutuhkan kesabaran. Pertama, di border Sadao, Thailand. Mobil tidak boleh masuk via border ini, kalau tanpa mobil boleh, entah mengapa. Akhirnya mobil berputar sejauh 300 kilometer ke border lainnya (Border Sungai Kolok).

Saya pun lanjut bersepeda dan bertemu mobil pengiring setelah beberapa hari karena jaraknya hampir 1.000 kilometer. Saya menyewa kendaraan setempat dan sopir untuk mendampingi sementara.

Kedua, di border Raxaul, India. Selepas dari Nepal saya akan melewati border ini untuk masuk ke India dan seterusnya. Parahnya ternyata visa India saya adalah visa elektronik. Visa ini diizinkan masuk India hanya melalui bandara atau pelabuhan.

Kami tidak boleh masuk melalui border darat. Saya perlu beberapa hari bertahan di Kathmandu, Nepal untuk urus masalah ini. Perwakilan KBRI Dakha yang berada di Kathmandu membantu melakukan negosiasi dengan Kedutaan India di Kathmandu, namun tidak berhasil.

Akhirnya saya putuskan masuk India dengan pesawat terbang ke New Delhi lalu kembali ke border Raxaul via darat dengan naik mobil rental (jarak 750 km). Sementara mobil diantar oleh kurir orang Nepal (namanya Suman) ke border Raxaul. Lalu saya lanjutkan bersepeda dari border Raxaul ke rute selanjutnya yaitu salah satunya ke New Delhi kembali.

Ketiga, di border Rimdan, Pakistan yang berbatasan dengan Iran. Persoalan di sini sama dengan masalah di border Sadao, Thailand yaitu mobil dilarang melintas di border ini. Di situ hanya mobil Pakistan dan Iran yang diizinkan melintas.

Selain itu semuanya harus melalui border Taftan jauh di utara dengan jarak 2.000 kilometer. Kami pun kembali lagi ke timur lalu utara dan akhirnya ke barat menuju border Taftan melintasi wilayah Provinsi Bolikistan yang terkenal rawan.

Sungguh jauh dan berbahaya serangan teroris. Provinsi ini sering terjadi serangan teroris makanya setiap 10 kilometer ada pos penjagaan polisi. Kami kemana-mana dalam kawalan polisi secara estafet.
Keempat border Mirjaveh, Iran.

Di border ini saya harus menunggu 2 hari semalam karena komputer Imigrasi setempat mengalami gangguan. Saya bermalam di tenda di kawasan border.

Kelima di border Kapikoy, Turki, petugas bea dan cukai memeriksa semua barang bawaan. Muatan mobil dibongkar dan periksa satu per satu hingga yang barang terkecil. Hal tersebut tidak pernah terjadi di border sebelumnya yang saya lewati. Pemeriksaan memakan waktu 9 jam. Sungguh melelahkan.

Sesuai aturan bahwa perpanjangan visa schengen harus dilakukan di negara asal masing-masing. Setelah melalui bantuan beberapa KBRI setempat yang saya lewati sejak dari Turki hingga Belanda ternyata tetap harus kembali ke Jakarta untuk mengurus perpanjangan visa tersebut. Maka inilah pengurusan surat-surat terjauh yang saya alami selama hidup yaitu dari Amsterdam ke Jakarta PP.

Gangguan kejahatan yang saya alami sebanyak 3 kali terjadi aksi pencurian, yaitu pencurian terhadap 2 unit sepeda saya di Kota Roma, Italia. Pencurian uang tunai di kamar hotel di Kota Chalus, Iran.  Pencurian barang-barang di dalam mobil saat parkir dengan memecahkan kaca jendela di Teheran. Lalu 1 kali mobil ditabrak orang mabuk saat parkir di depan hotel di Kota Tekirdag, Turki.

Kesehatan menjadi hal utama dalam utuhnya petualangan ini. Bukan hanya kesehatan saya pribadi semata tapi juga kesehatan keluarga di rumah, keluarga dekat, sahabat di tanah air dan lainnya. Juga termasuk crew atau teman seperjuangan dalam penjelajahan ini.

Mujizat Tuhan, saya tidak pernah sakit maupun gejala sakit. Sayangnya crew yang satu per satu harus kembali ke Indonesia karena alasan kesehatan ataupun rindu rumah. Istri saya sempat harus diambil tindakan operasi namun Puji Tuhan, hal itu tidak terlaksana karena ternyata hasil diagnosa terakhir  belum membutuhkan tindakan operasi.

Ketujuh, Dukungan dana operasional. Dukungan dana operasional yang terbesar (utama) datang dari bapak Arsjad Rasjid selaku pimpinan Indika Energy. Dukungan dana itu datang tiba-tiba dan sungguh tak terduga. Saya kontak beliau dengan maksud izin pamit bersepeda keliling dunia selama setahun. Izin tidak ngantor secara pisik.

Sungguh tak terduga malah beliau mengatakan bahwa dari kantor yang jadi sponsor utama. Yaitu terdiri dari: Indika Energy, Interport Mandiri, Kideco, Emits, Indika Foundation, Alva, Indika Natural. Silakan jalan untuk usung isu lingkungan dan sustainability, lanjut beliau.

Demikian pula dukungan mobil dibantu sepenuhnya Om Willy, Preskom dan owner PT Hasjrat Abadi. Dia juga rela membayarkan dimuka gaji saya setahun sebagai komisaris.

Dukungan sponsor lain yang datang secara ikhlas penuh persahabatan yaitu dari Jasa Raharja Putra, Sub Jersey, Wdnsdy Sepeda, Mainsepeda.com, Kadin Indonesia, Harian Kompas. Ada pula beberapa teman yang membantu secara pribadi yang enggan disebut namanya.

Ada pula  bantuan kemudahan operasional dan dorogan moril dari Persatuan Purnawirawan Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri dan jajaran KBRI/KJRI yang saya lewati, Devisi Hubinter Polri, Korlantas Polri, Komite Olimpiade Indonesia, Tim Indonesia Official, Iluni SIL UI, Laju'87, Alumni SMA5 tahun 82, NET TV, TV One, Radio Elshinta, Radio Suara Surabaya.

Anehnya beberapa tempat yang saya mohonkan untuk dukungan sponsor malah tidak tembus. Yang tidak diharapkan malah ikhlas membantu. Sungguh di luar dugaan. Spektakuler!

Nah tujuh elemen spektakuler dan menonjol ini telah menjadi temuan dan pengalaman baru dalam hidup dan kehidupan saya.

Hambatan lainnya pun ada namun porsinya kecil, misalnya soal makanan yang tidak cocok, sulitnya mencari penginapan yang pas, komunikasi atau bahasa di daerah yang tidak memahami Bahasa Inggris, sinyal telepon seluler di beberapa wilayah yang sulit dan lainnya.

Tiga Syarat Utama.

Patut disadari bahwa untuk melakoni medan berat penuh tantangan ini harus memiliki tiga syarat utama yaitu: Kekuatan (fisik dan mental), keberanian (untuk mengambil keputusan dengan segala resiko), dan (sedikit) gila (out of the box). Bila ketiga hal tersebut digunakan untuk menghadapi tantangan dan hambatan yang selalu menguras tenaga dan pikiran, maka akan berubah menjadi menyenangkan dan bahagia.

Tertib Lingkungan, Kebersihan, Infrastruktur.

Pada umumnya negara-negara yang saya lewati sudah memahami tentang tata cara mengelola lingkungan hidup agar berkelanjutan (sustainable). Namun masih ada satu dua yang belum maksimal melaksanakan, yaitu paling di bawah India. Di sana masih banyak sampah berserakan di jalan dan tempat umum. Debu yang begitu hebat beterbangan seakan tidak terkendali.

Pakistan tergolong pandai mengendalikan debu di jalan dengan cara memperlebar bahu jalan dan menanam pohon. Penataan bangunan di India pun belum tertata rapih. Kesan kumuh di beberapa sudut kota masih tampak nyata. Walaupun demikian masyarakat India tergolong paling ramah dan penuh persahabatan di antara negara lain yang saya lewati.

Begitu pula di Nepal. Kondisi jalan yang rusak memperburuk wajah negeri itu pada umumnya. 

Bila diurut tingkat kepedulian terhadap lingkungan, selain Eropa maka rangkingnya: 
1. Singapura
2. China
3. Malaysia 4. Turki
5. Thailand
6. Iran
7. Indonesia
8. Pakistan
9. Laos
10. Nepal
11. India

Untuk skop Eropa maka dapat diurut sebagai berikut:
1. Belanda
2. Jerman
3. Spanyol
4. Denmrk
5. Swiss
6. Belgia
7. Andorra
8. Liechtenstein

Urutan terbawah
1. Italia 
2. Perancis  3. Portugal.

Catatan: Saya tidak dapat mengukur Slovakia, Polandia, Lithuania, Latvia, Estonia, Finlandia, Swedia, dan Norwegia karena saat saya melewati, negara-negara itu tertutup salju.

Tertib Berlalulintas.

Eropa, terbaik adalah:
1. Belanda
2. Jerman
3. Belgia

Terbawah:
1. Luxembourgh
2. Italia

Asia, terbaik adalah:
1. Malaysia
2. Singapura
3. Thailand
4. China

Terbawah:
1. India
2. Indonesia
3. Iran
4. Turki.