Keterangan Gambar : Prof. Dr. Ariawan Gunadi, Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional yang juga Guru Besar Universitas Tarumanagara.(Foto Dok Istimewa)
BizNews.id - Jakarta - Kebijakan Uni Eropa yang telah mengesahkan Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) berpotensi besar menimbulkan efek negatif terhadap necara perdagangan Indonesia.
Menurut Pakar Hukum Bisis dan Perdagangan Internasional, Prof. Dr. Ariawan Gunadi, sebagai negara pengekspor kelapa sawit terbesar di dunia, implementasi EUDR dapat menghambat perdagangan ekspor produk kelapa sawit dan turunannya, bahkan berpotensi memicu kerugian sebesar US$ 7 miliar terhadap neraca perdagangan internasional Indonesia.
“Ini membebani produsen kelapa sawit, dan merugikan petani kecil dari rantai pasokan,“ kata Ariawan Gunadi kepada wartawan, Minggu 10 September 2023.
Selain itu, menurut Ariawan, adanya persyaratan uji tuntas (due diligence) deforestasi dalam semua supply chain perdagangan internasional Uni Eropa, secara inheren menciptakan sistem penolokukuran (benchmarking) yang bersifat diskriminatif bagi negara-negara eksportir kelapa sawit, karena mempersulit akses market penetration ke pasar Uni Eropa, membebani produsen kelapa sawit, dan merugikan petani kecil dari rantai pasokan.
Selain itu, regulasi EUDR juga tidak sejalan dengan prinsip dan kaidah aturan di World Trade Organization (WTO) karena merupakan bentuk hambatan non-tarif (non tariff barrier) dan menggunakan standardisasi yang berbeda dari ketentuan standardisasi yang telah berlaku. Di sisi lain juga bertentangan dengan semangat kerja sama negara-negara dunia untuk mengatasi isu perubahan iklim baik dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (SDGs), Paris Agreement, maupun Conference of The Parties (COP).
“Seharusnya Uni Eropa menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan negara-negara produsen eksportir komoditas dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya dengan melibatkan negara-negara produsen eksportir komoditas seperti Indonesia,“ kata Alumni S3 Universitas Indonesia .
Profesor Hukum Bidang Bisnis Termuda di Indonesia itu berpandangan karena besarnya potensi kerugian yang akan dihadapi oleh Indonesia imbas dari pemberlakuan EUDR, pemerintah Indonesia perlu mengambil sejumlah langkah. Pertama, Indonesia bersama dengan negara-negara eksportir lainnya dapat mengajukan keberatan secara resmi dan tertulis kepada Uni Eropa untuk membatalkan regulasi EUDR.
Kedua, Pemerintah Indonesia perlu melakukan penilaian kembali secara internal untuk memastikan bahwa produk-produk yang diekspor ke Uni Eropa telah sesuai dengan prinsip dan kaidah aturan di World Trade Organization (WTO). Selain itu, sebagai anggota G-20, Pemerintah Indonesia dapat melakukan diplomasi kepada Uni Eropa untuk mencabut ketentuan wajib melakukan uji tuntas dalam EUDR karena bersifat diskriminasi serta mendesak WTO untuk memastikan tidak ada upaya-upaya delegitimasi yang bertentangan dengan perdagangan yang berkeadilan (fair trade).
"Keempat, Pemerintah Indonesia juga harus mempersiapkan strategi diversifikasi pasar minyak sawit ke kawasan lain seperti Afrika, Eropa Timur dan Asia Tengah jika Uni Eropa tidak mau mencabut regulasi EUDR. Kelima, dari sisi hukum, Pemerintah Indonesia perlu untuk segera merampungkan regulasi mengenai penyelesaian legalitas kebun sawit domestik agar nantinya tidak ada lagi perkebunan kelapa sawit yang diklaim sepihak sehingga percepatan sertifikasi sustainability sawit dapat dilakukan," pungkas Profesor Ariawan yang juga Guru Besar Universitas Tarumanagara.(Dens)
LEAVE A REPLY