Home Hukum Tiga Alasan, Presiden Seharusnya Tarik RUU Cipta Kerja

Tiga Alasan, Presiden Seharusnya Tarik RUU Cipta Kerja

0
SHARE
Tiga Alasan, Presiden Seharusnya Tarik RUU Cipta Kerja

Jakarta, BIZNEWS.ID - Presiden Joko Widodo, Jumat (24/4), menyatakan Pemerintah telah menyampaikan permintaan kepada DPR untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Hal itu sejalan dengan pernyataan Ketua DPR Puan Maharani pada Kamis (23/4) kemarin yang meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja tersebut.

Ketua DPR beralasan pembahasan perlu ditunda karena adanya masukan dari kelompok serikat pekerja dan semua pihak saat ini sedang fokus pada penanganan pandemi Covid-19. Pernyataan Presiden dan Ketua DPR itu dinilai semakin memperjelas ada permasalahan substansial dalam materi muatan RUU Cipta Kerja yang tengah berproses di Baleg DPR melalui Panitia Kerja (Panja).  

“Alasan yang dikemukakan Ketua DPR tersebut seharusnya membuat Baleg DPR menunda pembahasan RUU Cipta Kerja secara keseluruhan, tidak hanya klaster ketenagakerjaan. Prosedur formal yang perlu dilakukan adalah, Presiden seharusnya menarik kembali draf RUU Cipta Kerja dari DPR,” ujar Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) Indonesia Fajri Nursyamsi dalam keterangannya, Jum’at (24/4/2020).

Menurut PSHK, ada tiga alasan kuat mengapa Presiden menarik kembali RUU Cipta Kerja. Pertama, proses pembentukan yang melanggar prosedur. Kedua, substansi pengaturan yang bermasalah. Ketiga, pelaksanaan pembahasan di tengah status darurat kesehatan masyarakat dan bencana nasional.

Fajri menerangkan penarikan RUU oleh Presiden sebagai pengusul diatur dalam Pasal 9 dan 10 Peraturan DPR No. 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan Rancangan Undang-Undang. Pengaturan yang sama ditemukan pula pada Peraturan DPR tentang Pembentukan Undang-Undang yang baru saja disahkan pada 2 April 2020 dan akan menggantikan Peraturan DPR No. 7 Tahun 2012 itu.

Dalam Peraturan DPR yang belum bernomor itu, Pasal 111 ayat (2) huruf b menyebutkan alasan yang mendasari penarikan RUU, salah satunya adalah perbaikan materi RUU yang berasal dari Presiden. Selain itu, dalam Pasal 112 huruf d disebutkan penarikan RUU dapat dilakukan pada tahap setelah RUU dalam Pembicaraan Tingkat I dan belum memasuki Pembicaraan Tingkat II oleh DPR dan Presiden.

Karena itu, dalam situasi saat ini, penarikan RUU oleh Presiden merupakan langkah paling tepat dan sesuai prosedur pembentukan undang-undang. Penarikan ini akan menjadi preseden positif bagi Pemerintah karena mau mendengarkan masukan dari publik, sehingga dapat meredakan gelombang protes yang sudah banyak disuarakan terhadap substansi RUU Cipta Kerja.

Menurut dia, proses pembentukan RUU Cipta Kerja saat ini melanggar prosedur karena menerobos ketentuan Peraturan DPR tentang Pembentukan Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 100 ayat (1) Tata Tertib DPR itu, pembahasan RUU seharusnya diawali pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terlebih dahulu dalam Rapat Kerja. Faktanya, hingga hari ini belum semua fraksi menyerahkan DIM terkait RUU Cipta Kerja.

Inisiatif Panitia Kerja saat ini untuk melakukan serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pun tidak tepat. Sebab, seharusnya RDPU dilakukan dalam tahap Rapat Kerja ketika DPR dan Presiden sedang membahas RUU berdasarkan DIM sesuai yang diatur Pasal 101 ayat (1) Tata Tertib DPR.

“DPR seharusnya mengembalikan draf RUU Cipta Kerja kepada Presiden untuk disempurnakan, terutama dalam hal pelaksanaan partisipasi publik yang menjadi kewajiban yang diatur UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tegasnya.

Terlebih, pembahasan RUU Cipta Kerja bukan tanpa penolakan di internal DPR. Hingga hari ini, tercatat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Demokrat tegas menolak melanjutkan pembahasan maupun mengirimkan DIM dengan alasan sulitnya melakukan pembahasan secara optimal karena situasi darurat kesehatan masyarakat dan bencana nasional terkait Covid-19.

“Sebagian fraksi lain meminta penundaan penyusunan DIM karena menyadari adanya berbagai permasalahan mendasar dalam draf yang sudah diserahkan oleh Presiden.

Menurutnya, pilihan menunda pembahasan materi klaster ketenagakerjaan merefleksikan ketidaktegasan dan keraguan DPR, mengingat peta permasalahan RUU Cipta Kerja tidak hanya pada materi ketenagakerjaan. Permasalahan RUU Cipta Kerja tersebar mulai dari isu lingkungan, pertanahan, sumber daya alam, kewenangan Pemerintah Daerah, hingga persoalan logika pembentukan peraturan perundang-undangan yang problematik.

“Banyaknya permasalahan substansi dalam klaster-klaster RUU Cipta Kerja, opsi penundaan jelas tidak mampu menyelesaikan masalah mendasar dari naskah RUU ini. Seharusnya, sikap DPR adalah mendesak Presiden untuk menarik naskah RUU dan mengajukannya kembali dengan materi yang lebih baik," lanjutnya.

Karena itu, PSHK mendesak agar DPR menunda seluruh proses pembahasan dan menyampaikan kepada Presiden untuk menarik kembali draf RUU Cipta Kerja sesuai Peraturan DPR tentang Pembentukan Undang-Undang. “Presiden segera menarik draf RUU Cipta Kerja dan melaksanakan serangkaian upaya partisipasi publik untuk menyempurnakan draf RUU tersebut.”

Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg DPR Rieke Diah Pitaloka pun mengusulkan pemerintah menarik RUU Cipta Kerja untuk diperbaiki terutama materi muatan yang mendapat sorotan masyarakat saat rapat kerja bersama pemerintah, Selasa (14/4/2020) kemarin. Rieke menilai draf RUU Cipta Kerja masih mengandung masalah yang menimbulkan kontroversial di masyarakat baik kalangan masyarakat sipil, buruh, maupun akademisi.

Karena itu, pembahasan RUU Cipta Kerja sebaiknya ada perbaikan draf dengan mendengar masukan berbagai elemen masyarakat dan pakar di bidang keilmuan masing-masing. Menurut dia, penyusunan RUU Cipta Kerja tidak terburu-buru dan fraksi-fraksi yang menyusun DIM dilakukan setelah mendengarkan masukan publik. “Lebih baik pemerintah memperbaiki draf yang sudah ada dengan meminta masukan dari masyarakat,” usul dia. Demikian hukumonline.com

Photo : google image