
Keterangan Gambar : Ketua Umum DPP SP PLN (Persero), M. Abrar Ali.
Biznews.id - Jakarta - Serikat Pekerka PT PLN (Persero) memberikan apresiasi terhadap sikap Presiden Prabowo Subianto, yang dikabarkan menolak penerapan skema power wheeling. Sebelumnya, sikap Presiden Prabowo itu disampaikan oleh Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2025 yang berlangsung di Hotel Westin, Jakarta, pada Rabu (26/2).
Ketua Umum DPP SP PLN (Persero), M. Abrar Ali, mengungkapkan bahwa penolakan Presiden Prabowo terhadap skema power wheeling merupakan langkah yang tepat dan menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap keberlanjutan fungsi PLN sebagai penyedia listrik utama bagi masyarakat.
“Kami memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Presiden Prabowo Subianto atas penolakan terhadap skema power wheeling. Penolakan ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap peran PLN sebagai pengendali utama sistem kelistrikan di Indonesia,” kata Abrar dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Abrar menambahkan bahwa pihaknya sangat sepakat dengan pandangan yang disampaikan Hashim Djojohadikusumo terkait dampak negatif dari skema power wheeling. Menurutnya, skema tersebut dapat menggerus peran PT PLN (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan pasokan listrik di seluruh Indonesia.
“Kami sepakat dengan pemikiran Pak Hashim bahwa PLN harus tetap menjadi pengendali listrik di Indonesia. SP PLN mendukung komitmen pemerintah untuk mengembangkan kapasitas pembangkit listrik hingga 107 gigawatt (GW) dalam 15 tahun ke depan, dengan 75% di antaranya berasal dari energi baru terbarukan (EBT) dan 4,3 GW dari tenaga nuklir. Namun, PLN harus tetap menjadi pengendali utama sistem kelistrikan nasional,” tegas Abrar.
Skema power wheeling, yang mengizinkan pihak swasta untuk memproduksi dan menjual listrik secara langsung kepada masyarakat, telah berulang kali ditentang oleh SP PLN. Skema ini dianggap sebagai bentuk liberalisasi yang tidak sesuai dengan konstitusi Indonesia.
Jika diterapkan, hal tersebut dapat melemahkan peran negara dalam penyediaan listrik, serta berpotensi menyebabkan harga listrik ditentukan oleh mekanisme pasar yang berisiko merugikan masyarakat.
Menurut Abrar, power wheeling berpotensi merugikan kepentingan nasional. Ia menegaskan bahwa pembahasan mengenai skema tersebut sebaiknya dihapuskan dari RUU Energi Baru Terbarukan (EBET) karena lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya.
“Sikap bijak dan patriotik yang harus diambil adalah dengan menghapuskan power wheeling dalam RUU EBET. Dengan begitu, tidak ada lagi pembahasan soal ini di DPR, karena dampaknya lebih besar merugikan negara dan masyarakat. Kami akan terus bersuara menentang power wheeling karena bertentangan dengan ideologi Pancasila serta norma hukum dan konstitusi yang berlaku,” ungkapnya.
Penolakan terhadap skema power wheeling ini mencerminkan perhatian serius terhadap masa depan sektor kelistrikan di Indonesia. PLN berkomitmen untuk terus memastikan bahwa negara tetap mengendalikan pasokan listrik demi kepentingan rakyat banyak. Pemerintah pun diharapkan untuk selalu mengedepankan kepentingan masyarakat dan negara, serta menghindari kebijakan yang menguntungkan segelintir pihak yang dapat merugikan masyarakat luas.(Dens)
Tag:
#PLN, #PowerWheeling, #EnergiTerbarukan, #KebijakanKelistrikan, #RUUEBET,
LEAVE A REPLY