Oleh : Markus Wauran
RUSIA merupakan salah satu negara yang memiliki teknologi maju di bidang nuklir, baik untuk tujuan perang maupun damai. Perusahaan yang menangani bidang nuklir di negara ini adalah Rosatom (seperti BUMN di Indonesia) membawahi 350 perusahaaan dan organisasi, dengan sekitar 275 ribu karyawan yang mayoritas berada di Rusia dan terpencar di berbagai negara.
Untuk tujuan damai di bidang energi, Rosatom adalah salah satu aktor global utama perusahan teknologi nuklir di antara sejumlah kekuatan kompetitif lainnya seperti GE (General Electric) dan Westinghouse dari AS, Areva dari Perancis, MHI (Mitsubishi Heavy Industry) dari Jepang, KHNP (Korean Hydro Nuclear Power) dari Korea Selatan dan CNNC (China National Nuclear Coorporation) dari Tiongkok.
Khusus di bidang energi, Rosatom salah satu produsen/provider reaktor nuklir untuk PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir). PLTN pertama di dunia dari Rusia yang terletak di Kota Obninks dengan kapasitas 5MW. Jenis reaktornya adalah pressurized water graphite reactor. PLTN ini beroperasi sejak 26 Juni 1954 dan telah mengalami permanent shut down pada 2002. Rosatom telah membangun, sedang membangun dan akan membangun PLTN di berbagai negara, salah satunya di Turki.
Turki adalah sebuah negara yang berada di kawasan Eurasia yaitu negara yang terletak di benua Eropa dan Asia. Wilayah Turki terbentang dari semenanjung Anatolia di Asia Barat Daya hingga daerah Balkan di Eropa Tenggara. Dikatakan Eurasia karena Laut Marmara yang merupakan batas wilayah Eropa dan Asia ini adalah bagian dari wilayah Turki. Oleh karena itu Turki dikenal juga sebagai negara transkontinental (trans benua). Umumnya para ahli geografi menggolongkan Turki sebagai negara Asia dengan alasan bahwa wilayah terbesar mereka berada di Asia dan Ankara (ibu kota Turki) juga berada di wilayah Asia (semuanya di semenanjung Anatolia). Sekitar 97% wilayah Turki terletak di benua Asia.
Turki berbatasan dengan Bulgaria di sebelah barat daya, Yunani dan Laut Aegea di sebelah barat. Sedangkan di sebelah Timur dan Timur Laut berbatasan dengan Armenia, Azerbaijan, Iran dan Georgia. Di Tenggara, berbatasan dengan Irak dan Suriah. Di sebelah selatan Turki adalah Laut Mediterania dan di sebelah Utara adalah Laut Hitam. Sistem pemerintahan Turki adalah Republik yaitu sistem pemerintahaan yang kepala negara dan kepala pemerintahannya seorang presiden dibantu seorang wakil presiden. Mereka dipilih langsung dalam pemilu untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat menjabat 2 periode.
Turki memiliki jumlah penduduk 82.482.383 jiwa (2021) yang mayoritas etnis Turki dan Kurdi. Sekitar 99,8% penduduk pemeluk agama Islam. Bahasa resmi mereka adalah bahasa Turki. Dari data statistik Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam Turki, 6 Mei 2019, Turki memproduksi 84% listrik dari sumber daya domestik dan terbarukan. Data statistik menunjukkan bahwa negara itu rata-rata menghasilkan 731,69 juta kilowatt per jam listrik. Dari jumlah ini, pembangkit listrik tenaga air merupakan persentase terbesar, sebanyak 48% atau 350,39 juta kilowatt per jam.
Pembangkit listrik tenaga batubara berkontribusi 18,38%, pembangkit angin 12%, dan pembangkit gas alam 9%, sedangkan 7% lainnya berasal dari batubara impor. Sisanya, berasal dari energi panas bumi, bahan bakar minyak dan pembangkit biogas. Namun, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya saat ini telah berkembang pesat sejak pembangunan pembangkit pertamanya pada 2014. Sampai dengan Februari 2021, telah mencapai 7,1% dari total sumber daya listrik yang terpasang.
Sebagai gambaran Turki mengimpor minyak dari Iran, Rusia dan Nigeria (di 2020 sebanyak 591.432 barel per hari). Gas dari Rusia, Iran, dan Azerbaijan, gas alam cair (LNG) dari Qatar, Amerika Serikat, Nigeria dan Aljazair. Batubara dari Kolombia, Rusia dan Afrika Selatan walaupun Turki memproduksi batubara pada pada 2020 sebesar 70.799 tonne mn. Impor sumber daya alam ini mayoritas digunakan untuk pembangkit listrik.
Pada 2010, Rosatom memenangkan pembangunan PLTN Turki yang terdiri dari 4 unit dengan kapasitas masing-masing 1.200 MW dengan biaya keseluruhan US$20 milyar dan memiliki saham sebesar 99,2%. Namun, pembangunan PLTN ini mengalami berbagai kendala baik politik maupun pembiayaannya. Rosatom yang bertanggung jawab untuk membiayai keseluruhan proyek 4 unit ini, mengalami kesulitan mencari partner pembiayaan proyek tersebut. Setelah kendala itu teratasi, pada 3 April 2018 mereka memulai pengerjaan konstruksi PLTN Akkuyu di Provinsi Mersin, Turki Selatan yang ditandai dengan groundbreaking disaksikan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melalui konferensi video.
Dalam sambutannya Presiden Erdogan mengatakan, "Ketika seluruh 4 unit ini berjalan, maka PLTN ini akan memenuhi 10% kebutuhan energi Turki." Erdogan juga mengatakan bahwa kendati ada penundaan, Turki masih berencana PLTN unit pertama ini akan selesai dan menghasilkan listrik pada 2023, sebagai bagian dari Visi 2023 yang dicanangkannya untuk menandai 100 tahun berdirinya Turki modern, dan mengurangi ketergantungan atas impor energi.
Turki dideklarasikan sebagai negara merdeka berbentuk Republik pada 29 Oktober 1923 dengan ibu kota Ankara dan presiden pertama Mustafa Kemal Pasya. Pada 1934, berdasar UU tentang Pemberian Julukan, Presiden Mustafa Kemal Pasya diberi gelar Ataturk oleh DPR Turki yang artinya Bapak Bangsa Turki. Itu sebabnya Mustafa populer dipanggil Kemal Ataturk. Jadi pada 29 Oktober 2023 Turki akan memperingati hari kemerdekaan ke-100 dan diharapkan PLTN pertama sudah beroperasi sebagai hadiah.
Rosatom juga bertekad memenuhi kerangka waktu yang telah ditentukan yaitu beroperasi pada 2023. Pernyataan Erdogan dan Rosatom ini untuk menepis keraguan dari pihak-pihak tertentu yang pesimistis bahwa PLTN unit 1 ini akan beroperasi pada 2023. Jenis reaktor dari PLTN yang dibangun di Turki ini adalah VVER (vodo vodyanoi energetichesky reactor) sama seperti jenis PWR (pressurized water reactor) yang sedang beroperasi di dunia baik buatan Rusia, AS, Prancis, Jepang dan Korea Selatan. Namun jenis VVER/PWR buatan Rusia adalah asli disain Rusia yang dirintis dan dikembangkan oleh Kurchatov Institute sebelum 1970 mulai dari generasi pertama sampai kini mencapai generasi III+ (tiga plus).
Jenis reaktor PLTN VVER ini bukan hanya dibangun di Rusia saja, tapi juga di Ceko, Tiongkok, Finlandia, Jerman, Hongaria, Slovakia, Bulgaria, India, Iran, dan Ukraina. Alexey Likhachev, Dirut Rosatom menjelaskan membangun PLTN di Turki terlebih dulu mencoba dan menguji teknologi Generasi III+ yang menampilkan empat unit daya berdasarkan rancangan VVER-1200 Rusia yang memenuhi standar keamanan tertinggi di dunia.
Model yang akan dibangun di Akkuyu ini sudah dibangun dalam satu seri. Unit 6 dari PLTN Novovoronezh dan unit 1 dari PLTN Leningrad dibuat berdasarkan desain yang sama, dan saat ini telah berdiri dan berjalan. PLTN Novovoronezh dibuat dalam operasi komersial, sementara PLTN Leningrad baru saja diluncurkan pada Februari 2018. "Operasi yang aman dan efisien dari unit-unit ini menggarisbawahi keandalan teknologi kami," ujar Likhachev dalam keterangan resminya Kamis, 5 April 2018. NPP Novovoronezh Unit 6 menggunakan teknologi Nuklir terbaru dengan tipe reaktor VVER 1200. PLTN ini merupakan PLTN dengan teknologi generation 3+ pertama di dunia, dengan masa hidup selama 60 tahun. PLTN ini produksi daya listrik sebesar 1.195 MW. Sistem keamanan dan pengamanan dari teknologi VVER 1200 terdiri dari containment internal dan external, Barrier system terdiri dari fuel pellet, fuel pin cladding, primary circuit boundary, protective containment dan biological shield.
Dengan berbagai sistem perlindungan tersebut, PLTN Novovoronezh memiliki zero accident. Di Rusia, selain Novovoronezh Unit 6 dan 7, proyek serupa sedang dikerjakan di Leningrad (2 unit) dan Baltic (2 unit). Dua lainnya dalam tahap desain, yakni PLTN Kursk (4 unit) dan Smolensk (2 unit). Setiap unit berkapasitas 1200 MW Satu lagi proyek PLTN dengan teknologi terbaru yang sedang dikerjakan Rosatom, yakni BN-800 di Beloyarsk. BN-800 memakai MOX (bahan campuran uranium dan plutonium) sebagai sumber energi.Oksidasi kedua zat itu menghasilkan energi panas yang lebih dahsyat daripada uranium. Proyek itu sudah mulai dikerjakan sejak 2015.
Putin mengapresiasi proyek PLTN Akkuyu, karena pekerjaan baru, modern, dan berpenghasilan tinggi akan muncul di Rusia dan Turki, seiring dengan perkembangan produksi dan teknologi. Objek akan menggunakan solusi teknik canggih dan teknologi yang hemat biaya dan andal. "Standar keamanan tertinggi dan peraturan lingkungan paling ketat juga akan diterapkan. Saya yakin bahwa pada 2023, seluruh Turki akan merasakan energi yang dihasilkan dari fasilitas berteknologi tinggi ini,” ujar Putin dalam siaran pers, Kamis, 5 April 2018.
Pada peresmian tersebut, Erdogan juga mengatakan bahwa dengan berdirinya PLTN Akkuyu pada 2023, Turki akan bergabung dalam kelompok negara-negara pengguna tenaga nuklir dan ini merupakan simmbol kerja sama Turki dan Rusia. Adapun negara-negara yang saat ini mengoperasikan PLTN meliputi 33 negara (termasuk Taiwan), Amerika Latin 3 negara, Amerika Utara 2 negara, Eropa Barat 9 negara, bekas Eropa Timur (termasuk pecahan Uni Soviet) 9 negara, Timur Tengah 2 negara, Afrika 1 negara, dan Asia 6 negara serta Rusia. Jumlah PLTN yang beroperasi pada 33 negara ini berjumlah 439 unit dengan berbagai jenis dan kapasitas.
Kemungkinan pembangunan unit Ke-2 PLTN Akkuyu sudah dibangun saat pembangunan unit 1 sedang berjalan, karena pada 10 Maret 2021, Presiden Putin dan Presiden Erdogan melalui konferensi video melakukan peresmian dari jarak jauh pembangunan PLTN Akkuyu unit ke-3 di Turki Selatan, dengan kapasitas yang sama dengan unit ke-1 yaitu 1.200 MW. Erdogan juga mengatakan kerja sama antara Ankara dan Moskow memainkan 'peran kunci' dalam stabilitas regional. Berbicara dari Moskow, Putin menyebut kerja sama PLTN dengan Turki sebagai 'proyek andalan sejati'.
Turki dikenal juga sebagai daerah rawan gempa. Karena itu telah memicu kekhawatiran dari negara tetangga seperti Yunani dan Siprus serta kelompok lingkungan di negara tersebut yang telah menyuarakan penentangan atas rencana Turki itu. Namun, apapun reaksi dari kelompok lingkungan itu tidak akan mengurangi kedaulatan Turki untuk membangun PLTN di wilayahnya. Di sisi lain kualitas bangunan PLTN di seluruh dunia istimewa apalagi daerah rawan gempa telah dirancang secara matang tahan gempa sampai sebesar 10 skala richter.
Jepang, Pakistan, India, Tiongkok, Korea Selatan, Iran, dan lain-lain juga rawan gempa. Tapi mereka punya PLTN. Dari data PRIS (power reactor information system), PLTN yang sedang dibangun di Jepang 2 unit, Tiongkok 14 unit, India 6 unit, Pakistan 1 unit, Iran 1 unit, dan Korea Selatan 4 unit.
Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar, Turki terus melakukan eksplorasi sumber daya energi yang terkandung dalam wilayahnya. Salah satu hasil yang mengejutkan ialah ditemukan sumber gas alam. Presiden Erdogan dalam pidato di Istambul 21 Agustus 2020, mengatakan Turki telah menemukan sumber gas alam besar di Laut Hitam yang merupakan cadangan gas alam terbesar yang pernah ditemukan Turki. Erdogan mengatakan Turki menemukan 320 miliar meter kubik cadangan gas alam.
Jika gas dapat diekstraksi secara komersial, penemuan tersebut dapat mengubah ketergantungan Turki pada Rusia, Iran, dan Azerbaijan untuk impor energi. Cadangan ini sebenarnya adalah bagian dari sumber daya alam yang jauh lebih besar, karena itu Turki tidak akan berhenti sampai menjadi eksportir energi bersih/murni. Ada juga komentar dari beberapa pihak soal penemuan cadangan gas alam ini. Seperti Thomas Purdie dari konsultan Wood Mackenzie yang mengatakan ini adalah penemuan terbesar Turki dengan selisih lebar, dan salah satu penemuan global terbesar 2020.
Ketua Parlemen Turki Mustafa Sentop kepada kantor berita Anadolu mengatakan bahwa pengumuman besar tentang penemuan gas alam di Laut Hitam adalah langkah maju yang besar bagi Turki. Ini hari bersejarah, titik balik bangsa kita. Turki akan tumbuh dengan pesat dan mengambil langkah besar menuju kemakmuran dan pembangunan dengan menghilangkan biaya energi. Penemuan gas itu terletak di perairan sedalam 2.100 meter, dengan pengeboran hingga 1.400 meter di bawah dasar laut.
Pengeboran ini akan turun 1.000 meter lagi dan data menunjukkan mungkin juga akan menemukan gas di kedalam tersebut. Penemuan gas alam ini tentu sangat membantu Turki karena setiap tahun Turki mengeluarkan US$12 miliar untuk impor gas. Sebagai tambahan, Turki telah melakukan sembilan pengeboran laut dalam dengan kapal pengeboran Fatih dan Yavuz di Laut Hitam dan Laut Mediterania.
Dari tulisan di atas ada beberapa hal yang dapat kita petik dari pengalaman Turki di bidang energi yaitu:
1. Turki begitu insentif mencari sumber daya energi tanpa takut dihalangi oleh siapa pun baik dari dalam maupun dari luar. Upaya ini dilakukan dengan kesadaran bersama antara penguasa dan pengusaha demi kesejahteraan rakyat Turki seutuhnya. Dengan sikap ini, Turki menemukan sumber gas alam yang sangat besar potensinya yang bisa mengarah pada kemandirian energi. Indonesia yang awalnya pengekspor minyak lalu kemudian maenjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto, menjadi pengimpor minyak sampai saat ini karena kelompok mafia yang kolaborasi dengan oknum penguasa.
Soal Mafia ini ditegaskan oleh Presiden Jokowi pada Juni 2015 saat menerima PP Muhammadiyah pimpinan Din Syamsuddin, dengan mengatakan bahwa Indonesia saat ini dikuasai oleh kelompok mafia antara lain mafia energi. Karena itu saatnya Presiden Jokowi bertindak tegas atas para mafia ini, sehingga jalannya pencarian sumber-sumber energi yang terkandung dalam bumi Indonesia seperti minyak tidak terhalangi lagi, dan potensi Indonesia untuk secara mandiri memenuhi kebutuhan dalam negeri bisa terwujud tanpa impor lagi bahkan ekspor minyak bisa kembali terjadi seperti waktu yang lalu.
2. Turki dengan jeli memanfaatkan PLTN Generasi III+ buatan Rusia yang keandalannya sudah terbukti dimanfaatkan oleh Rusia dan negara lain, dengan segala kelebihan dan keunggulannya.
Fakta membuktikan bahwa PLTN Generasi ke-2 dan ke-3 sudah teruji keandalan teknologinya, karena sampai saat ini masih beroperasi dengan aman di berbagai negara. Bencana Chernobyl dan Fukushima, bukan karena kelemahan teknologinya, tapi karena human error (Chernobyl) dan bencana alam/tsunami (Fukushima). Karena itu Indonesia jangan terpaku pada upaya menunggu pemanfaatan PLTN Generasi IV yang masih dalam kajian oleh 13 negara yang tergabung dalam FIF (generation IV information forum) di mana telah melakukan kajian sejak 2001. Diperkirakan Generasi IV ini akan masuk industri komersial pada 2030 dengan catatan jika kerja mereka berjalan lancar, kompak dan tidak ada hambatan-hambatan penting lainnya.
Tapi bila halangan tersebut terjadi, pasti target 2030 itu tidak akan tercapai. Apalagi sesuai dengan rekomendasi IAEA (International Atomic Energy Agency) tentang praktik internasional terbaik dalam bentuk dokumen teknis tentang perlunya proven technology (teknologi yang telah teruji) untuk design & engineering, pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir, melalui tahapan sebagai berikut: a. Experimental Reactor untuk tujuan riset teknologi dan keselamatan nuklir; b. Demonstration Reactor, utk menguji guna membuktikan proven technology walaupun sudah dapat menghasilkan listrik tapi belum boleh dijual/listriknya tidak dapat dikomersialkan; c. Commercial Reactor, dirancang dan dibangun berdasarkan pengalaman dan penyempurnaan reaktor yang telah terbukti proven technology-nya, siap dioperasikan untuk tujuan komersial dimana listriknya dapat dijual.
Atas dasar hal tsb, PLTN Generasi III+ dari Rusia saatnya bisa dimanfatkan oleh Indonesia baik untuk memenuhi kebutuhan energi pada IKN (Ibu kota Nusantara) maupun provinsi lain yang masih kekurangan secara riil, untuk memasok kebutuhan masyarakatnya maupun dunia usaha/industri.
3. Dari segi pembiayaan, saatnya jadi peluang terbesar bagi Indonesia untuk memanfaatkan teknologi PLTN buatan Rusia Generasi III+ dengan pembiayaan serupa seperti pada 4 PLTN Turki di mana 99,2% sahamnya dimiliki oleh Rusia/Rosatom. Ini berarti pembangunan PLTN buatan Rusia, tidak membebankan APBN. Dalam kaitan ini sebagai imbalan/kompensasi, banyak proyek yang dapat ditawarkan pada Rusia untuk ikut membangun Indonesia.
4. Di tengah berbagai tekanan dan mungkin ancaman, Presiden Jokowi harus membuktikan kembali keberaniannya untuk segera mengambil keputusan membangun PLTN di Indonesia sebagai energi hijau untuk mendukung dan mewujudkan program Net Zero Emissions sesuai Keputusan Konperensi Iklim di Glasgow akhir tahun 2021, di mana berdasarkan skenario Bappenas targetnya pada 2045, 2050, 2060 demi Indonesia maju dan sejahtera dan tidak perlu takut pada ancaman kelompok oligarki karena secara konstitusional dan riil politik, Presiden Jokowi didukung oleh mayoritas rakyat Indoesia, apalagi didukung secara bulat oleh TNI-Polri.
*Penulis adalah Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI
LEAVE A REPLY