Jakarta, BIZNEWS.ID - Peluang investasi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia cukup terbuka lebar. Selain memiliki sumber daya yang melimpah dan meningkatnya permintaan, pemerintah Indonesia juga merespons kebijakan dengan menyiapkan sejumlah teknologi andal. Catatan ini menjadi bagian penting dalam diskusi panel ketika peluncuran Net Zero World pada COP ke-26 di Glasgow, United Kingdom, Rabu (3/11) waktu setempat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengutarakan besarnya potensi bisnis EBT di Indonesia dilihat dari sisi potensi EBT yang belum dioptimalkan. "Peluang pertama dan utama tentu saja Indonesia memiliki sumber daya baru dan terbarukan yang melimpah, terutama solar, diikuti oleh hidro, bioenergi, angin, panas bumi, dan lautan, dengan total potensi 648,3 GW, termasuk potensi uranium untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Hingga saat ini, baru 2% dari total potensi yang telah dimanfaatkan," kata Arifin seperti dikutip esdm.go.id
Di samping itu, Arifin menyoroti harga energi baru dan terbarukan mulai tumbuh kompetitif, khususnya harga Solar PV global yang cenderung menurun. Apalagi didukung dengan pengembangan teknologi baru seperti pumped storage, hidrogen, dan Battery Energy Storage System (BESS) sehingga akan mengoptimalkan pemanfaatan potensi EBT yang melimpah di Indonesia. "Ini bisa bersaing dengan energi fosil," ungkapnya.
Meningkatnya kebutuhan energi, jelas Arifin, mendorong pemerintah untuk terus menyediakan akses energi ke seluruh lapisan masyarakat terutama di wilayah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal) dengan harga terjangkau dan tetap memperhatikan ketersediaan sumber daya energi setempat. Kondisi in sejalan dengan pemenuhan target rasio elektrifikasi 100% di tahun 2022 mendatang. "Tentu ini menjadi peluang bagi pengembangan EBT karena harga bahan bakar fosil di daerah terpencil bisa begitu mahal, sedangkan sumber EBT tersedia dan dapat dimanfaatkan secara lokal," tegasnya.
Pemerintah sendiri terus memperkuat kerangka peraturan untuk memastikan keberhasilan transisi energi di Indonesia. Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030 memberikan porsi lebih besar kepada EBT. "Energi terbarukan akan berkontribusi lebih besar dalam penambahan kapasitas pembangkit listrik, di mana 20,9 GW sumber energi terbarukan untuk listrik, atau 51,6% dari total kapasitas pembangkit yang akan dibangun hingga tahun 2030," jelas Arifin.
Di samping itu, pemerintah juga menetapkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, yang mengatur tentang mekanisme perdagangan karbon dan pajak atas karbon. "Salah satu prinsip utama dari kebijakan tersebut adalah mengenakan pajak karbon pada kegiatan yang menghasilkan karbon dan memberi insentif efisiensi-karbon,"ungkap Arifin.
Arifin mengakui, penggunaan EBT sebagai sumber energi masih memeliki sejumlah tantangan, seperti intermitten Surya dan Angin, keterbatasan kemampuan jaringan untuk menyerap listrik dari EBT, kurangnya minat dari lembaga keuangan untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan karena risikonya yang tinggi, pembiayaan berbunga tinggi, biaya investasi yang tinggi untuk beberapa energi terbarukan seperti panas bumi, dan keterbatasan kemampuan industri dalam negeri, khususnya di bidang teknologi.
Kesiapan Teknologi
Salah satu fokus yang tengah digarap oleh Kementerian ESDM adalah optimalisasi teknologi andal dalam pengembangan EBT. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama Arifin. Pertama, pemanfaatan Solar Photovoltaic (PV). Ia menilai Solar PV layak dikembangkan di Indonesia mengingat besarnya potensi serta masa konstruksinya relatif lebih pendek daripada teknologi lain dan harganya kian kompetitif. "Ada tiga program utama pengembangan solar yaitu Floating Solar PV, Solar Farm, dan Rooftop Solar PV. Solar PV juga akan dikembangkan lebih lanjut untuk produksi hidrogen," ungkap Arifin.
Selanjutnya ada penyimpanan energi (energy storage). Aspek tekbologi ini juga menjadi kunci utama dalam pengembangan energi terbarukan secara masif seperti pumped storage yang akan mulai digunakan pada tahun 2025 dan BESS yang akan digunakan secara masif pada tahun 2021.
Tak hanya itu, Arifin memberikan terobosan melalui pengembangan inovasi teknologi seperti sistem jaringan pintar (smart grid) yanh menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Saat ini terdapat 9 proyek smart grid yang menggunakan berbagai teknologi smart grid seperti two-way communication, smart communication, smart microgrid, dan Advanced Metering Infrastructure (AMI).
"Smart grid akan meringankan masalah saat ini dari sebagian besar pembangkit listrik. Penerapan sistem energi berkelanjutan akan mendukung penerapan energi terbarukan yang efisien dan andal karena smart grid dapat menganalisis beban dan produksi listrik," jelas Arifin.
Terakhir, pengembangkan industri baterai lithium dan kendaraan listrik. Kendaraan Listrik akan dikembangkan secara masif, ditargetkan untuk mendukung 2 juta roda dua dan 13 juta roda empat. Sebelumnya, Presiden RI juga meresmikan pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) guna mengintegrasikan industri baterai dari sektor hulu ke hilir untuk mewujudkan keberhasilan program kendaraan listrik. "Kami juga memiliki regulasi untuk mempercepat pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai melalui pemberian insentif pajak dan kebijakan hilirisasi mineral untuk mendorong pengembangan industri baterai," tutup Arifin.
Headline
LEAVE A REPLY