Home Energi Kerja Sama Rendah Karbon UK-Indonesia Fasilitasi Aspirasi Gender

Kerja Sama Rendah Karbon UK-Indonesia Fasilitasi Aspirasi Gender

0
SHARE
Kerja Sama Rendah Karbon UK-Indonesia Fasilitasi Aspirasi Gender

Jakarta, BIZNEWS.ID - Transisi energi menuju net zero emission membutuhkan identifikasi sumber daya energi, infrastruktur dan teknologi energi, hingga alokasi pembiayaan yang sesuai. Hal yang paling penting adalah ketersediaan sumber daya manusia yang terampil dan berkualitas di setiap tahapan projek energi. Bahkan, pengembangan sumber daya manusia telah ditetapkan sebagai program prioritas nasional yang utama.

Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman membuka Webinar "Gender and Inclusion for Sustainability: Beyond Reporting" (15/12), yang merupakan rangkaian Program Mentari (A UK-Indonesia Low Carbon Energy Partnership).

Lebih lanjut Laode menyampaikan, pengaruh keutamakan gender merupakan strategi mengintegrasikan persfektif gender dalam pembangunan yang dimulai dari perencanaan, pengangggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi seluruh kegiatan program dan kegiatan pembanguna, yang ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional.

Kementerian dan lembaga pemerintah, ungkap Laode, berkewajiban untuk mengintegrasikan pengalaman aspirasi kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki serta kelompok yang termajinalkan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan program dan kegiatan diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak bersama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR) pada tahun 2017 telah menyusun 2 kajian terkait integrasi gender di dalam sektor EBT serta panduan integrasi gender untuk akses dana alokasi khusus pembangunan pembangkit listrik skala kecil. Hasil kajian tersebut menyatakan bahwa aspek gender dan inklusi dalam energi terbarukan pada tingkat program dan kebijakan sebenarnya sudah lengkap, namun belum maksimal disisi implementasi itu sebabnya penting untuk dapat menurunkan indicator gender dan inklusi ke level kegiatan, apabila hal ini tidak dilakukan maka akan terjadi ketimpangan dan inklusi masih akan terjadi.

Disebutkan Laode, beberapa isu yang menjadi perhatian utama terkait gender inklusi dan energi diantaranya adalah dalam upaya melistriki dan mengembangkan EBT di daerah pedesaan perlu menggandeng kelompok dan organisasi perempuan lokal, distabilitas, dan kelompok marjinal lainnya. "Perempuan dan kelompok marjinal perlu dilibatkan lebih jauh dalam hal pemanfaatan energi untuk kegiatan dan usaha peningkatan perekonomian, tidak hanya sebatas urusan domestik. Selain itu, peran perempuan dan kelompok marjinal di bidang penyusunan kebijakan dan pengembangan industri energi skala besar juga perlu dipertimbangkan," lanjut Laode.

Peran perempuan tersebut perlu dioptimalkan dalam mendorong pencapaian target energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan pemenuhan komitmen Indonesia pada tahun 2030. Kementerian ESDM juga telah mengesahkan Green RUPTL 2021-2030. Dalam RUPTL ini pembangkit energi baru terbarukan yang direncanakan akan dikembangkan hingga tahun 2030 sebesar 20,9 Giga Wat atau sebesar 51,6% dari total kapasitas pembangkit yang akan dibangun, penambahan kapasitas energi baru terbarukan ini didominasi oleh PLTA, PLTS, dan PLTP (Air, Surya, dan Panas Bumi).

Untuk diketahui, Kementerian ESDM dan Kedutaan Besar Inggris Jakarta telah menandatangi MoU pada bulan Februari tahun 2019 mengenai kerjasama pengembangan energi rendah karbon, hal ini ditindaklanjuti dengan penandatangan perjanjian dan implementasi antara kedua belah pihak pada bulan Mei tahun 2020 dan peluncuran program pada bulan Juli tahun 2020 untuk memfasilitasi kerjasama pengembangan energi rendah karbon di Indonesia bertajuk program Mentari. Demikian esdm.go.id.