Home Nasional IKPPNI : Desak Pemerintah Perbaiki dan Evaluasi Sistem Pendidikan di STIP

IKPPNI : Desak Pemerintah Perbaiki dan Evaluasi Sistem Pendidikan di STIP

0
SHARE
IKPPNI : Desak Pemerintah Perbaiki dan Evaluasi Sistem Pendidikan di STIP

BIZNEWS.ID, JAKARTA - Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI) mendesak pemerintah untuk berani introspeksi diri, melakukan investigasi dan evaluasi komprehensif serta membuat terobosan untuk memperbaiki sistem pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP).

Pendidikan adalah suatu sistem. Sistem pendidikan ini dirancang, disusun dan dirumuskan oleh pembuat kebijakan serta dilaksanakan oleh pihak-pihak yang ditunjuk untuk itu.

Capt. Dwiyono Soeyono, M. Mar, Ketua Umum Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI), dalam keterangannya hari ini, Kamis 9 Mei 2024, menjelaskan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki empat matra, yaitu Darat, Udara, Kereta Api dan Laut. Untuk mendidik dan mencetak kader-kadernya di empat matra ini, maka Menteri Perhubungan memberi mandat kepada Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (Ka.BPSDMP) untuk mengepalai pendidikan tinggi di empat matra lingkungan Kementerian Perhubungan.

Pendidikan Tinggi matra laut diamanatkan kepada Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Dinas Perhubungan Laut (Kapusbang Diklat Laut) yang langsung membawahi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Jakarta.

“Merekalah yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam perumusan dan penyusunan serta pelaksanaan sistem pendidikan tinggi di matra laut, yaitu STIP. STIP sebagaimana perguruan tinggi lainnya, memiliki Statuta sebagai peraturan dasar pengelolaan perguruan tinggi yang digunakan sebagai landasan peraturan dan prosedur operasional organisasi perguruan tinggi sehari-hari. Dalam konteks ini Ketua STIP dan jajarannya harus taat pada Statuta yang telah ditetapkan menjadi Keputusan Menteri Perhubungan” terang Capt. Dwiyono Soeyono, Kamis 9 Mei 2024.

Dwiyono menekankan bahwa Statuta STIP sebagai konsep yang akan dijadikan landasan kegiatan Pendidikan STIP, idealnya disusun dan dirumuskan oleh orang-orang yang paham dan linier berlatar belakang disiplin yang Terkait dan menguasai bidang ilmu tata kelola keselamatan dan keamanan pelayaran niaga (merchant maritime safety and security management) serta faham kebutuhan industri pelayaran niaga saat ini dan di masa mendatang.

“Sama saja, Statuta untuk akademi kepolisian seharusnya disusun oleh kalangan kepolisian yang paham dan ahli disiplin ilmu kepolisian, Statuta untuk sekolah kedokteran disusun dan dirumuskan oleh para dokter yang ahli dibidang medis. Apakah yang duduk sebagai sutradara dibelakang perumusan dan penyusunan Statuta STIP saat ini adalah orang-orang yang tepat, kompeten dan paham disiplin ilmu pelayaran serta ahli dalam membentuk kharakter calon perwira pelayaran?”, ungkap Dwiyono.

IKPPNI tidak punya kepentingan apa-apa, kecuali berniat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem Pendidikan tinggi di bawah Kementerian Perhubungan. Dengan strategi yang tepat, the right person on the right place, pilih yang berkompeten untuk membuat kebijakan di internal STIP dan tahu apa itu sistem pendidikan tinggi pelayaran niaga.

“Akan lebih baik lagi jika person yang ditempatkan adalah orang dengan latar belakang sama di profesi ini. Karena dapat diduga, yang membuat Statuta untuk STIP bukan individu-individu profesi yang memiliki pemahaman tentang kebutuhan lapangan industri pelayaran”, tegas Dwiyono lagi.

Prihatin atas kembali jatuhnya korban jiwa di lingkungan STIP, terang Dwiyono, belum lama ini IKPPNI berinisiatif melakukan diskusi terbatas dengan beberapa taruna STIP yang masih aktif.

“Informasi dari beberapa taruna STIP, ternyata mereka tidak tahu apa itu Statuta STIP. Para taruna ini tidak tahu aturan main di kampus berdasarkan statuta, tidak tahu hak dan kewajibannya, tidak tahu sanksi apa yang akan mereka tanggung jika melakukan bullying terhadap taruna lainnya. Ini patut disayangkan. Karena itu, dengan tegas kami katakan, baik korban maupun pelaku kekerasan ini adalah korban dari sistem pendidikan di STIP”, tegas dia.

Bahkan Dwiyono menengarai, Ketua STIP sendiri patut diduga telah melanggar Statuta STIP dengan membekukan fungsi dari tiga Pembantu Ketua (PUKET) berdasarkan info internal. Sesuai Statuta STIP ada tiga Pembantu Ketua, namun delapan bulan terakhir fungsi ketiga Pembantu Ketua tersebut dibekukan sepihak oleh Ketua.

“Bila memang informasi internal demikain benar, maka Perilaku ini contoh buruk bagi seluruh civitas akademi STIP, termasuk contoh buruk bagi para taruna yang meniru melanggar aturan main di kampus”, tegasnya lagi.

Dwiyono mengatakan bahwa para taruna ini hanyalah bagian sisi ujung hilir dari suatu sistem pendidikan di salah satu ruang lembaga pendidikan di Kementerian Perhubungan yang konsepnya disusun dan disepakati untuk diterapkan sejak di hulunya.

“Karenanya kami tegaskan kembali agar Pemerintah berani mengevaluasi diri, instrospeksi diri, melakukan evaluasi komprehensif serta membuat terobosan untuk perbaikan sistem pendidikan di STIP. Banyak sekolah pelayaran di luar negeri yang beraktivitas seperti sekolah tinggi pada umumnya, tanpa memakai seragam. Karakter seorang pelaut sejatinya akan mulai terbentuk ketika mulai masuk praktik kerja dan diperkenalkan diatas kapal, dibawah pengawasan para Periwra-perwira kapal niaga yang telah bersetifikat. Karakter pelaut terbentuk bukan dengan cara kekerasan benturan fisik di kampus atau di asrama. Kalau pun ada hukuman-hukuman indisipliner, harus dilakukan secara adab akademik. Membentuk karakter taruna calon perwira pelayaran tidak perlu menggunakan kekerasan kontak fisik”, tegas Alumni STIP Angkatan 24 ini.

Pemerintahlah yang seharusnya mengobati rasa sakit hati para orang tua korban maupun pelaku kekerasan yang terulang terjadi di lingkungan STIP dengan segera melakukan evaluasi komprehensif, dan agar mendapatkan hasil yang optimal atas hasil evaluasi, maka harapan agar para pelaku evaluasi (evaluator) dan auditor sistem pendidikan yang ditunjuk pun haruslah orang-orang yang kompeten di bidang ilmu pelayaran dengan indepenncy Integritas yang teruji.

Dwiyono menambahkan, Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) diresmikan untuk pertama kali oleh Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia Pertama pada tahun 1957. Pada tahun 1983 AIP kemudian berubah nama menjadi Pendidikan dan Latihan Ahli Pelayaran (PLAP) yang kemudian berevolusi kembali menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) pada Maret 2000.

“IKPPNI mencatat sebelum tahun 2000 tidak ada tindak kekerasan senior kepada junior yang mengakibatkan kematian di lembaga pendidikan ini. Sementara, setelah tahun 2000 telah terjadi empat kali”, imbuh Dwiyono. (AD)

Foto: Dok ist