Jakarta, BIZNEWS.ID - Beberapa hari ini, istilah swinger (tukar pasangan) mencuat di media sosial. Kejadian bermula dari pengakuan seorang pria berinisial BA yang mengaku telah melakukan pelecehan seksual berkedok penelitian swinger kepada sejumlah wanita.
Namun, diakui BA, rencana penelitian berkedok swinger tersebut hanyalah bohong belaka. Ia sebenarnya hanya ingin mewujudkan fantasi seksual tentang swinger. Lantas adakah dampak kesehatan akibat swinger?
"Swinger ini salah satu perilaku aktivitas seksual yang mungkin baru terekspos ya di sini (Indonesia). Sebenarnya di luar negeri mungkin sudah cukup sering. Dampaknya, infeksi penyakit menular seksual bisa dialami," jelas dokter spesialis kulit dan kelamin Anthony Handoko dalam diskusi virtual, Rabu (5/8/2020).
"Infeksinya, risiko tinggi kena gonore. Bukan hanya itu saja, risiko infeksi menular seksual lain, seperti herpes, sipilis, dan klamidia juga tinggi."
Infeksi Menular Seksual Kedua Terbanyak
Gonore sering diistilahkan dengan pilek pada alat kelamin. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018 mencatat 98 juta kasus baru gonore. Ada peningkatan yang tajam dibanding pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 62 juta kasus pada tahun 1999 dan 88 juta kasus pada tahun 2005.
Diperkirakan sekitar 2 juta kasus baru di Indonesia setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, angka kejadian gonore menduduki nomor dua terbanyak setelah klamidia.
"Sebenarnya penyakit ini penderitanya banyak sekali. Penyakit ini merupakan sexual transmitted disease kedua yang paling sering ditemukan setelah klamidia. Saya merasa jumlahnya (penderita gonore) melebihi 100 juta di dunia," jelas Anthony.
"Kita tahu kasus kasus-kasus infeksi menular seksual biasanya sulit didata. Karena masih ada (penderita) rasa malu. Mereka sebenarnya ingin sembuh, tetapi malu, sehingga penyakit ini ibarat fenomena gunung es dan bisa saja jauh lebih banyak kasusnya.
Serang Hampir Usia Produktif
Gonore yang disebabkan bakteri biasanya terjadi pada hampir individu usia produktif antara 15 sampai 49 tahun. Tapi dalam praktiknya, Anthony juga banyak menemukan pada pasien yang berusia di atas 50, 60, dan 70 tahun.
Faktor muncul gonore, terutama melakukan seks secara bebas. Ketika didera gonore, lalu membeli obat atas anjuran teman dan obat dimungkinkan dibeli secara bebas dapat menyebabkan mutasi pada bakteri.
"Jadi, bakteri ini mudah sekali bermutasi. Bila diberikan obat yang kurang tepat atau dosis yang kurang benar atau jangka waktunya kurang benar, efeknya akan memperparah kondisi gonore sendiri," lanjut Anthony.
"Bakterinya ini bernama neisseria gonore yang ditemukan pada tahun 1879. Bakterinya termasuk bakteri kokus yang disebut dari golongan gonococcus."
Bentuk bakteri neisseria gonore lebih pipih dan kiri-kanannya lonjong seperti biji kopi. Bakteri ini selalu berpasangan, yang mana akhirnya disebut diplococcus. Diplo artinya dua, coccus artinya bentuknya seperti dua bulatan. Diplococcus bermaksa bentuk dua (berpasangan) seperti biji kopi.
"Penularan bakteri lewat kontak seksual, dari genital ke genital pada saat orang berhubungan seks. Penularan juga bisa terjadi dari anus ke genital," tambah Anthony yang merupakan CEO Klinik Pramudia. Demikian Liputan6.com
Photo : google image
Headline
LEAVE A REPLY