Jakarta, BIZNEWS.ID - Transisi energi dari energi fosil menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan menjadi tren global saat ini. Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam pemenuhan net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Salah satu strategi pengurangan emisi karbon di subsektor migas adalah penerapan Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) pada kegiatan usaha hulu migas. Terkait hal tersebut, Kementerian ESDM tengah mengodok regulasi CCS/CCUS dan diharapkan rampung pada pertengahan tahun 2022.
Diskusi panel kedua penyusunan regulasi CCS/CCUS diselenggarakan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM di Hotel Swissbel Heritage Bandung, Jumat (3/12). Diskusi dipimpin Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Wakhid Hasyim ini, dihadiri oleh perwakilan Lemigas Kementerian ESDM, SKK Migas, akademisi, serta KKKS seperti PT Pertamina, BP dan IPA.
“Kita harus mendorong subsektor migas berkontribusi pada pengurangan emisi karbon, antara lain melalui penggunaan teknologi CCS/CCUS,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Wakhid Hasyim dalam kesempatan tersebut seperti dikutip migas.esdm.go.id.
Penurunan emisi karbon pada subsektor migas, menurut Wakhid, bukan hal yang mudah. Di satu sisi, Pemerintah berkomitmen mencapai NZE pada tahun 2060. Di sisi lain, Pemerintah juga menargetkan peningkatan produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari dan gas bumi 12 BSCFD pada tahun 2030. “Kalau produksinya digenjot, pasti berdampak juga pada peningkatan emisi karbon. Namun demikian, Pemerintah terus berupaya menurunkan emisi karbon, antara lain melalui CCS/CCUS ini. Kalau bisa terlaksana dengan baik, CCS/CCUS ini tidak hanya dapat menurunkan emisi, tetapi juga meningkatkan produksi migas, melalui Enhanced Oil Recovery (EOR) atau Enhanced Gas Recovery (EGR),” papar Wakhid.
Uji coba penerapan CCS/CCUS pada kegiatan usaha migas telah dilakukan di Indonesia sejak beberapa tahun silam. Antara lain di Lapangan Gundih, Sukowati dan Tangguh. “Belum lama ini SKK Migas telah menandatangani MoU CCUS dengan BP Tangguh. Semoga upaya ini dapat diikuti oleh KKKS lainnya,” harap Wakhid.
Sebagai informasi, BP Tangguh akan membangun CCUS pertama di Indonesia. Proyek ini dinamakan Vorwata EGR/CCUS yang mampu menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 33 mtCO2 pada tahun 2045 atau sebesar 33 mtCO2 pada tahun 2035 (akhir kontrak PSC). Lebih dari itu, perusahaan bisa meningkatkan produksi gas sebesar 300 BSCF pada tahun 2035 (akhir kontrak PSC) atau 500 BSCF pada tahun 2045. Ini akan mendukung perusahaan untuk menjadikan Tangguh LNG Plant sebagai lapangan yang paling rendah emisinya pada 2026.
Untuk mengakomodir hal-hal tersebut, diperlukan regulasi sebagai payung hukum yang saat ini sedang disusun Pemerintah. Wakhid menyadari, penyusunan regulasi ini tidak mudah karena CCS/CCUS masih menjadi hal yang baru. “Mungkin regulasi yang kita susun ini belum sempurna karena kita belum bisa melihat ke depan proses pelaksanaannya seperti apa. Tapi paling tidak payung hukum pelaksanaannya sudah ada dan kalau ada kendala-kendala di kemudian hari, tentu akan kita sempurnakan,” ujar Wakhid.
Regulasi ini diharapkan dapat ditetapkan pada pertengahan tahun 2022. Kerja sama yang baik dengan semua pihak terkait diharapkan dapat mempercepat penyusunan aturan ini.
Diskusi panel kedua penyusunan CCS/CCUS ini berjalan lancar dan interaktif. Berbagai pihak yang hadir dalam kesempatan ini baik secara langsung maupun virtual, memberikan masukan dan saran materi yang perlu diatur dalam draft tersebut.
Headline
LEAVE A REPLY