Jakarta, BIZNEWS.ID - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendukung langkah pemerintah memberikan insentif bagi industri petrokimia di daerah penghasil gas sebagai salah satu upaya untuk mendorong monetisasi potensi gas bumi. Hal ini disampaikan oleh Kepala Divisi Monetisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Agus Budianto saat menjadi salah satu pembicara pada acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Ketahanan Energi Dengan Memaksimalkan Pemanfaatan Natural Gas dan LNG" yang diselenggarakan oleh Energy Watch, Rabu (22/9), di Jakarta.
Salah satu contoh insentif yang diberikan pemerintah untuk mendukung penyerapan gas oleh industri petrokimia adalah insentif untuk gas yang sedang dikembangkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) Genting Oil Kasuri Pte Ltd di Papua Barat. Dengan insentif yang diberikan pemerintah, Kontraktor KKS dapat menyesuaikan harga gas dari US$5 per MMBTU menjadi US$4 per MMBTU sehingga dapat diserap oleh produsen pupuk dan metanol yang akan beroperasi di wilayah tersebut.
"Intinya hulu siap bekerja sama dengan industri yang ada di Indonesia, bagaimana hulu, midstream dan hilir bisa tumbuh bersama", pungkas Agus seperti dikutip skkmigas.go.id
Ditambahkannya, gas ke depan akan memiliki peran penting sebagai sumber energi transisi di tengah keinginan dunia untuk lebih memberdayakan energi baru dan terbarukan. "Kebutuhan gas di masa mendatang, khususnya untuk pasar ekspor, akan tetap terbuka karena gas lebih bersih dibandingkan energi fosil lainnya yang saat ini dominan digunakan seperti batubara dan minyak", ujar Agus.
Sekretaris SKK Migas Taslim Z.Yunus yang menjadi keynote speaker dalam diskusi tersebut menyampaikan harapan supaya pembeli gas domestik saat ini dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyerap gas sehingga lapangan-lapangan yang siap dikembangkan dapat segera berproduksi.
"POD (Plan of Development) gas yang sudah disetujui banyak yang belum bisa dikomersialisasikan. Ini tentu tantangan bersama. Kami mengharapkan kontribusi semua pihak untuk dapat meningkatkan penyerapan gas," ujar Taslim.
Dipaparkannya, tahun ini produksi gas diperkirakan akan mencapai 5.252 MMSCFD lalu meningkat sebesar 11,6% menjadi 6.096 MMSCFD di tahun depan. Secara konsisten, seiring dengan program peningkatan produksi minyak dan gas dalam visi 2030, diperkirakan produksi gas akan mencapai 12.000 MMSCD atau 12 BSCFD. Di sisi lain, konsumsi gas domestik di tahun 2021 diperkirakan sekitar 3.613 MMSCFD dan akan meningkat sebesar 1,07% menjadi 3.652 MMSCFD di tahun 2022. Pertumbuhan konsumsi gas domestik yang rata-rata sekitar 1% sejak 2012 berada dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang sekitar 4%-5%. Akibatnya mulai tahun 2022 terdapat selisih produksi gas dengan kemampuan serapan domestik yang makin melebar.
"Kemana gas 12 BSCFD akan dikonsumsi, jika tidak ada terobosan baru dalam memasarkan gas dalam jumlah besar. Ini akan menjadi tantangan dalam pengembangan gas kedepannya," ujar Taslim.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur Tokyo Gas Indonesia Mikio Matsumoto mengatakan bahwa meskipun Pemerintah Jepang telah menetapkan tahun 2050 sebagai tahun nol emisi karbon, namun pada tahun 2020 Pemerintah Jepang masih menganggap gas alam sebagai penggerak pembangunan. Untuk memberikan kepastian, misalnya telah ditetapkan formula regulasi gas pipa dan biayanya untuk penyediaan gas yang adil dan stabil bagi pelanggan tertentu
Koordinator Penyiapan Program Migas Kementerian ESDM Muhammad Abduh menyampaikan upaya Pemerintah meningkatkan serapan gas domestik, salah satunya di sektor kelistrikan. "Kepmen ESDM 135K/2021 telah mengakomodirIndependent Power Plant (IPP) untuk mendapatkan pasokan harga gas khusus US$ 6. Hal ini memberikan peningkatan kebutuhan gas di tahun 2021 bagi IPP menjadi 1.421,50 BBTU mengalami peningkatan sebesar115,12 BBTUD dari volume yang ditetapkan untuk tahun 2020 berdasarkan KepmenESDM 91K/2020".
“Mari kita mendorong penyerapan gas untuk domestik dengan membangun industri yang transparan dan berdaya saing untuk meningkatkan nilai tambah dan penerimaan negara”, kata Abduh.
Foto : istimewa
LEAVE A REPLY