Home Lifestyle New Normal Pengaruhi Budaya Nongkrong

New Normal Pengaruhi Budaya Nongkrong

0
SHARE
New Normal Pengaruhi Budaya Nongkrong

Jakarta, BIZNEWS.ID - Rindu dengan teman-teman, rindu nongkrong bareng di kafe? Sabar dulu sampai memang benar-benar kondisi pandemi corona ini dinyatakan aman untuk beraktivitas seperti biasa.

Namun the new normal saat ini, orang Indonesia mau tak mau harus menahan diri untuk tidak nongkrong di kafe atau restoran selama masa pandemi virus corona. Beberapa restoran dan kafe akhirnya menerapkan cara baru agar tetap mendapat pemasukan dan pelanggan setia masih bisa mendapatkan menu kesukaan mereka di tempat tersebut yaitu pesan antar. Selain itu banyak juga restoran yang menyediakan berbagai menu frozen alias bisa diracik sendiri di rumah.

Beberapa restoran juga menerapkan jarak aman ketika menata ulang tempat duduk restorannya. namun ketika PSBB diperketat, kebanyakan restoran dan kafe hanya menerapkan pesan antar, mereka juga menetapkan jarak aman antar pembeli sampai menyediakan hand sanitizer, pakai masker, sampai mungkin saja cek suhu.

Hal-hal tersebut jadi kehidupan normal saat ini. Masyarakat harus berdamai dengan cara tersebut saat pandemi. Namun ketika situasi sudah dinyatakan lebih aman dan warga bisa kembali beraktivitas seperti biasa.

Meski demikian, mau tak mau, the new normal dalam hidup pasca pandemi bakal mengubah kebiasaan orang ketika nongkrong, namun tentunya itu semua tergantung diri masing-masing. Ada beberapa persepsi tentang kebiasaan tersebut:

1. Perubahan kebiasaan nongkrong

Soal nongkrong kebiasaan nongkrong di kafe, mal, restoran hanya sekadar untuk chit-chat lebih dominan dilakukan kaum milenial menengah ke atas. Nongkrong atau bahasa kerennya, kongko ini merujuk pada duduk santai sambil bercengkrama dengan teman-teman dan bertujuan untuk sekadar 'mengupdate hidup.'

Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, kongko adalah duduk santai dengan pembicaraan yang tak menentu ujung pangkalnya (beberapa orang bersama-sama).

Namun pasca karantina dan PSBB yang cukup lama, akankah orang khususnya team nongkrong langsung menghambur keluar dan 'berkerumun' serta bikin janji untuk 'memenuhi' kafe, mal, atau restoran yang sudah lama diidamkannya?

Perkara budaya nongkrong, perubahan sudah pasti akan terjadi. Banyak orang yang diprediksi bakal ogah langsung nongkrong begitu PSBB usai. Setidaknya sampai situasi dan kondisi benar-benar aman dan terjamin, termasuk dengan tersedianya vaksin atau antivirus.

Ada juga orang yang bakal masih ingin nongkrong namun tentunya dengan berbagai catatan khusus. Misalnya dengan selalu membawa hand sanitizer, memakai masker, duduk tak lagi mau berdekatan, dan juga enggan untuk memakai peralatan makan dan minum milik teman, misalnya satu sedotan berdua ketika mencicipi minuman temannya. Mereka akan lebih memilih untuk meminta sedotan lain atau bahkan membawa sedotan stainlessnya sendiri ke mana-mana.

2. Pedagang kaki lima diminta lebih bersih karena pelanggan lebih aware kesehatan

Tak dimungkiri pedagang makanan kaki lima adalah 'harta karun' di Indonesia. Berbagai makanan enak rata-rata dijual di pinggir jalan di kaki lima.

Penjaja makanan tradisional, termasuk di daerah banyak yang tak rajin cuci tangan usai memegang banyak hal, termasuk uang kemudian memegang makanan. Anda tentunya masih ingat ada ungkapan yang menyebut "Makin enak karena pakai tangan."

Namun tak dimungkiri kalau pandemi corona ini membuat orang-orang akhirnya menjadi lebih aware soal kebersihan dan kesehatan. Bukan tak mungkin kalau nanti pada akhirnya pedagang kaki lima diminta untuk berubah agar lebih memperhatikan kebersihan dagangan mereka.

Hal ini sebenarnya bukan 'permintaan' baru. Namun adanya pandemi ini tak langsung bakal menuntut banyak orang dan semua pihak untuk berubah dan jadi lebih bersih, misalnya pakai sarung tangan plastik ketika jualan, memakai capit, cuci tangan, dan cucu peralatan makanan yang bersih.

"Beberapa waktu lalu sempat beli bubur enak banget dan langganan di daerah Pondok Indah. Tapi tiba-tiba lagi bungkusin makanan, abangnya tiba-tiba bersin dan dia enggak pakai masker. Akhirnya dibayar dan bawa pulang tapi, akhirnya dibuang aja. Bukan gimana-gimana tapi takut aja," ucap Farid.

"Waktu kasus COVID-19 heboh di China, gw makan di kantin samping kantor. Eh, pas nyuapin makan, si ibu batuk dong. Pusing langsung kepala gue," kata Wira.

"Kalau emang dari lihat aja sudah enggak bersih lebih baik enggak usah dibeli," tambah Dini.

"Gue lebih ke beli makan kaya jajanan pinggiran yang gue bakal pertimbangin banget," ucap Mia, responden lainnya.

Berbeda dengan beberapa orang lainnya, ada juga kemungkinan untuk masih bisa menolerir penjual kaki lima yang tak terlalu higienis.

"Tapi pasti abis itu dipanasin lagi di rumah," ucap Dhika, responden lainnya.

3. Memanfaatkan teknologi

The new normal selama pandemi ini membuat banyak orang lebih cenderung memanfaatkan teknologi dalam kesehariannya. Misalnya dengan metode pesan antar secara online, metode cashless (sebagai bagian dari cashless society).

Selain itu, metode drive tru juga bisa menjadi pertimbangan praktis.

4. Sehat lebih dipilih daripada instagramable

Sebelum pandemi mulai, pertimbangan orang untuk memilih tempat nongkrong adalah soal seberapa hit tempat itu, instagramable atau tidak, Bentuk makanan lucu atau unik, banyak direkomendasikan influencer atau tidak, baru enak atau tidaknya makanan.

Sebagai bagian dari the new normal, tempat makanan yang sehat, memerhatikan standar kebersihan bakal jauh lebih dipilih dibanding yang sekadar menarik dilihat.

Sehat bukan berarti hanya dari segi makanan, tapi juga dari lokasi. Bagaimana tempat tersebut mengelola bisnisnya, kebersihan dan kesehatan karyawannya dan pelanggannya, masker, keramaiannya, dan lainnya.

“Sebetulnya di toko sudah melakukan protokol pencegahan Covid-19. Kami udah siapkan wastafel dan chamber disinfektan--yang tentunya cairannya pakai antiseptik dan lebih aman. Lalu sebelum masuk ke dalam area pun, sudah ada tulisan aturan bagi pelanggan, semisal cuci tangan lagi dan pakai hand sanitizer yang sudah disiapkan,” ucap Numan Areban, pemilik coffee shop Elman Kopi.

“Jarak antar meja pun sudah diatur. Di smoking area yang di dalam, ditutup, meja dan kursi pun dikurangi dan diberi jarak. Smoking area yang di luar juga cuma disiapkan tiga meja kecil dan masing-masing ada 1 kursi, dan thermo gun juga dipakai di toko. Tapi sejak PSBB kami hanya delivery order dan take away saja.”

Tapi jika pun nanti PSBB dilonggarkan dan mulai bis beroperasi, masih akan memakai aturan tersebut. Karena biar gimana pun, kita nggak pernah tahu, siapa yang kena apa, dan siapa yang bisa nularin ke siapa. Ini sebagai bentuk pencegahan juga. Jadi, nanti jika pun ada pelanggan yang datang, dianjurkan untuk bergantian dengan yang lain.”

“Dari banyaknya yang datang, mau nggak mau, mereka harus bergantian.. Enggak bisa nongkrong lama-lama.. Dan jam operasional pun dimajukan, untuk jam tutupnya.”

5. Lebih sabar

The new normal secara tak langsung mengajarkan orang untuk lebih bersabar. Bagaimana tidak, mau masuk ke berbagai tempat harus antre untuk dicek suhu tubuh. Setelah itu, antrean terkait masuk ke tempat belanja kebutuhan sehari-hari juga dibatasi agar tak terlalu padat di dalam dan terbentuk kerumunan. Hal ini juga dilakukan untuk menjaga jarak sosial.

Latihan sabar ini akan membuat orang lebih paham dan mau antre, hal yang sudah sejak lama digaungkan demi ketertiban umum. Saat ini antre bukan cuma demi ketertiban tapi kesehatan. Sebelumnya, orang-orang Indonesia sudah punya kesabaran ekstra untuk menunggu makanan, apalagi makanan yang tengah hit.

“Perubahan lainnya kalau pilih tempat ya enggak akan berdesak-desakan lagi. Mending cari tempat lain yang lowong atau antre,” ucap Gita.

“Kaya kemarin saya beli es kelapa di tempat biasa aja harus menunggu sepi dulu baru beli, terus lihat orangnya pakai masker tidak,” ujar Mia. Demikian CNN Indonesia

Photo : google image