Jakarta, BIZNEWS.ID - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyatakan anak yang berhadapan dengan hukum seringkali terabaikan hak-hak dasarnya seperti hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, hak perlindungan dari kekerasan dan perlakuan salah lainnya serta hak partisipasi. Pengabaian atas hak anak yang terpaksa berhadapan dengan hukum terlihat pada mereka yang sudah menginjak usia remaja, yang secara fisik dan tingkah laku sudah mendekati orang dewasa.
“Kita semua harus bisa membangun empati sekaligus menjadi ruang bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum untuk dapat kembali ke tengah masyarakat. Jadikan ruang-ruang hidup anak, baik itu di rumah, sekolah, panti asuhan, panti yuwana, maupun lembaga pemasyarakatan khusus anak sebagai ruang bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang secara positif,” ujar Menteri Bintang dalam Launching Buku dan Talkshow ‘Kerja Berdasarkan Dharma Dalam Pandangan Rekan Kerja Profesor Gorda’ secara virtual, Sabtu (23/10) seperti dikutip kemenpppa.go.id
Menteri Bintang menegaskan, berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, pemenuhan hak anak merupakan tanggung jawab bersama, baik Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga, dan orangtua atau wali. “Pemenuhan hak dan perlindungan anak merupakan bagian dari hak asasi manusia, sehingga wajib diberikan kepada setiap anak tanpa terkecuali, dalam situasi yang tersulit sekalipun, termasuk anak berhadapan dengan hukum. Kita perlu saling bahu-membahu untuk menciptakan kondisi yang ramah anak, sehingga anak-anak kita dapat tumbuh menjadi manusia yang penuh dan bermanfaat bagi masyarakat luas,” tutur Menteri Bintang.
Sementara itu Plt. Deputi Partisipasi Masyarakat Kemen PPPA, Indra Gunawan menggarisbawahi perlu adanya penanganan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum. ”Tidak bisa disamakan dengan proses hukum orang dewasa. Ada hal-hal spesifik atau penanganan khusus bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum, karena bagaimanapun meski anak tersebut adalah pelaku kejahatan, tentu mereka adalah korban dari kejahatan sebelumnya,” ungkap Indra.
Lebih lanjut, Indra menekankan pentingnya peran keluarga dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak. Menurutnya, keluarga merupakan sarana pembelajaran pertama bagi anak. Melalui keluarga anak mempelajari nilai-nilai kehormatan, nilai saling menghormati, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, Anak Agung Ayu Ngurah Tini Rusmini Gorda yang meluncurkan buku dengan judul ‘Reaktualisasi Hukum Pidana Anak’ mengatakan, bahwa menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, penanganan pidana bagi anak menggunakan konsep restorative justice, yang merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula secara bersama-sama.
“Rohnya anak tidak boleh diberikan label sebagai pelaku tindak pidana. Kenyataannya meski saat ini sudah tersedia Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), tetapi pada saat anak LPKA kembali le masyarakat, masih ada label yang melekat terhadap anak,” ujar Tini.
Oleh karena itu, Tini menegaskan perlu adanya reaktualisasi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak sesuai dengan Konvensi Hak Anak, khususnya mengimplementasikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. “Undang-Undang tersebut harus melekat pada penegak hukum, perlu adanya penyidik khusus kasus anak, begitu pula jaksa ataupun advokat,” tutup Tini.
Headline
LEAVE A REPLY