Home Komunitas Mari, Kenali 8 Hak Pekerja Perempuan!

Mari, Kenali 8 Hak Pekerja Perempuan!

0
SHARE
Mari, Kenali 8 Hak Pekerja Perempuan!

Jakarta, BIZNEWS.ID - Dalam dunia kerja, perempuan dan laki-laki layak mendapatkan kesempatan yang sama. Di Indonesia, sejumlah peraturan telah tercipta untuk mengatur peranan, kedudukan, dan perlindungan tenaga kerja, termasuk dalam menjamin persamaan hak perempuan untuk bekerja dan memeroleh perlakuan layak. Seperti dikutip medium.com, berikut bentuk perlindungan tersebut turut mencakup delapan hak khusus untuk pekerja perempuan berikut ini.


1 Peraturan Jam Kerja Khusus

Menurut Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pemberi kerja dilarang mempekerjakan pekerja perempuan di bawah 18 tahun dan yang tengah hamil pada waktu antara pukul 23.00–07.00. Apabila hal ini terpaksa harus dilakukan, maka pemberi kerja harus menyediakan makanan dan minuman bergizi dan menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja.

Pemberi kerja juga diwajibkan menyediakan transportasi antar-jemput bagi pekerja perempuan yang pergi dan pulang bekerja antara pukul 23.00–05.00. Peraturan ini diuraikan lebih lengkap dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep-224/Men/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha Yang Memperkerjakan Tenaga Kerja/Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai dengan 07.00.

2 Cuti Haid

Pekerja perempuan yang merasakan sakit saat haid pada hari pertama dan kedua tidak wajib bekerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 81 UU Ketenagakerjaan. Pelaksanaan ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja masing-masing. Oleh karena itu, caranya dapat berbeda-beda, bisa dengan pengajuan izin cuti sakit secara tertulis kepada pemberi kerja, dengan atau tanpa menyertakan surat keterangan dari dokter. Ketahui bagaimana mekanismenya, dan jangan ragu menggunakan hak cuti haid ketika Anda membutuhkannya.

3 Cuti Hamil dan Melahirkan

Mengacu pada Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, cuti hamil dan melahirkan diberikan pada pekerja perempuan selama masing-masing 1,5 bulan sebelum dan setelah melahirkan, berdasarkan perhitungan dokter atau bidan. Namun, tak jarang pemberi kerja mempersilakan pekerja perempuan untuk tetap bekerja hingga menjelang hari perkiraan lahir (HPL), agar mereka dapat memiliki waktu lebih lama dengan sang buah hati setelah melahirkan dan memaksimalkan total masa cuti selama tiga bulan.

Setelah kelahiran, keluarga pekerja perempuan wajib memberitahukan kelahiran anak dalam tujuh hari pada pemberi kerja. Pekerja perempuan juga wajib memberikan bukti kelahiran dari rumah sakit atau akta kelahiran dalam tempo enam bulan setelah melahirkan (Susiana 2017).

4 Perlindungan Selama Masa Kehamilan

Kehamilan pekerja perempuan bukanlah alasan untuk mengabaikan hak-hak mereka dengan alasan produktivitas. Pasal 76 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pemberi kerja dilarang mempekerjakan pekerja perempuan dengan kondisi kesehatan yang rentan membahayakan keselamatannya atau janinnya bila bekerja, berdasarkan pada keterangan dokter. Sementara itu, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia (Permenaker RI) Nomor:Per-03/MEN/1989 Tentang Larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Bagi Pekerja Wanita Karena Menikah, Hamil dan Melahirkan turut mengatur pengalihan tugas pekerja perempuan selama hamil.

Berdasarkan Pasal 3 dan 4 Permenaker RI Nomor Per-03/MEN/1989, pemberi kerja wajib merencanakan dan melaksanakan pengalihan tugas bagi pekerja perempuan, yang karena sifat dan jenis pekerjaannya tidak memungkinkan untuk dikerjakan oleh pekerja perempuan hamil, tanpa mengurangi hak-hak mereka. Apabila pengalihan tugas tersebut tidak memungkinkan, pemberi kerja wajib memberikan cuti hamil, dan kembali mempekerjakan pekerja perempuan tersebut setelah melahirkan pada tempat dan jabatan yang sama tanpa mengurangi hak-haknya.

5 Cuti Keguguran

Pekerja perempuan yang mengalami keguguran berhak mengambil cuti selama 1,5 bulan atau sesuai surat keterangan dokter atau bidan. Hal ini dijamin dalam Pasal 82 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.

6 Layanan Kebidanan

Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pemberi kerja diwajibkan untuk mendaftarkan kepesertaan dirinya dan pekerjanya pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) secara bertahap, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Pekerja perempuan berhak atas sejumlah layanan kebidanan dan neonatal yang tersedia lewat program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari BPJS Kesehatan, yang iurannya turut ditanggung oleh pemberi kerja. Layanan ini mencakup pemeriksaan kehamilan, persalinan, pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan pascapersalinan, dan pelayanan kontrasepsi. Tarif persalinan merupakan tarif paket termasuk akomodasi ibu/bayi dan perawatan bayi (BPJS Kesehatan, tanpa tahun).

7 Hak Menyusui

Pekerja perempuan yang masih menyusui berhak atas kesempatan untuk menyusui anaknya dalam jam kerja apabila dibutuhkan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 83 UU Ketenagakerjaan.

Ketentuan ini dapat diwujudkan secara beragam tergantung kebijakan pemberi kerja. Salah satu contohnya adalah ruang laktasi, yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui Dan/Atau Memerah Air Susu Ibu.

8 Larangan Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan-alasan Khusus

Sejumlah pasal dalam UU Ketenagakerjaan mengatur tentang hak memeroleh pekerjaan tanpa diskriminasi (Pasal 5 dan 6) dan pelarangan PHK atas alasan perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan (Pasal 153).

Pasal-pasal tersebut selaras dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia (Permenaker RI) Nomor:Per-03/MEN/1989 Tentang Larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Bagi Pekerja Wanita Karena Menikah, Hamil dan Melahirkan, yang secara khusus mengatur seputar PHK yang terkait fungsi reproduksi pekerja perempuan.

Dengan mengetahui hak-hak mereka, pekerja perempuan tak hanya dapat memenuhi tanggung jawab mereka di tempat kerja karena didukung oleh perlindungan yang memadai. Selain itu, apabila ada di antara hak-hak tersebut yang tidak dapat mereka peroleh karena satu dan lain hal, pekerja perempuan tahu bahwa ada sesuatu yang layak mereka perjuangkan. Demikian medium.com

Photo : google image