Jakarta, BIZNEWS.ID - Komisi Pengawas Bersama Dapat Cegah Contempt of Court oleh Advokat Ketua Dewan Kehormatan Peradi Semarang Dwi Saputra saat acara Diskusi dengan aparat penegak hukum dalam Upaya Pencegahan Perbuatan Anarkis di Persidangan dan Pengadilan, pekan ini di Semarang.
Semarang (Komisi Yudisial) – Ketua Dewan Kehormatan Peradi Semarang Dwi Saputra menjelaskan bahwa contempt of court diperkenalkan pada tahun 1987, ketika Adnan Buyung Nasution (Alm) dikenai tuduhan contempt of court (penghinaan atas lembaga peradilan) di saat membela terdakwa kasus subversi HR Dharsono.
Kesalahan yang ditimpakan kepadanya terjadi saat beliau berkacak pinggang dan menginterupsi ucapan hakim. Menteri Kehakiman menjatuhkan sanksi skors padanya selama satu tahun. Pada saat itu pemberhentian advokat dilakukan oleh Menteri Kehakiman (dengan rekomendasi Mahkamah Agung).
Namun sejak berlakunya UU Advokat, tentang pemberhentian advokat yang melanggar contempt of court atau kode etik, dilakukan dengan keputusan Dewan Kehormatan Advokat, dan diberitahukan kepada teradu dan pengadu yang bersangkutan.
“Akan tetapi sampai saat ini belum ada advokat yang diberhentikan, walau sudah terbukti bersalah dan perkaranya berkekuatan hukum tetap,” ungkap Dwi seperti dikutip komisiyudisial.go.id
Akar masalah contempt of court ialah para pencari peradilan banyak yang tidak puas atas putusan persidangan, janji-janji yang tidak diwujudkan, atau ketika hakim tidak bisa ditembus, maka lalu dicari kelemahannya. Dengan cara diteror, diancam, dan lain-lain. Pencegahan dari sisi advokat dapat dimulai dari pendidikan calon advokat, mereka harus dibekali supaya tidak melakukan hal-hal contempt of court. Dengan jumlah ± 250.000 orang, para penegak hukum “swasta” ini tentu saja “merebutkan pasar” yang sama, tidak menutup kemungkinan adanya gesekan sesama advokat, gesekan dengan para penegak hukum lainnya, dan merugikan masyarakat.
“Untuk itu sedari awal perlu upaya meningkatkan kualitas pendidikan advokat. Calon advokat harus digembleng untuk menjadi advokat yang memegang teguh profesinya agar menjadi pribadi yang matang,” ujar Dwi.
Sebagai pendamping hukum, advokat harus memberikan pemahaman kepada klien apa yang harus dilakukan. Advokat juga diberikan pemahaman agar tidak melakukan contempt of court.
Banyaknya organisasi advokat itu sendiri menjadi “tidak efektif” ketika tidak adanya Dewan Kehormatan Bersama yang terdiri terdiri dari unsur advokat sendiri. Karena advokat sendirilah yang dianggap paling memahami dunia profesi advokat. Penting dibentuk Komisi Pengawas Bersama dan Dewan Kehormatan Bersama, dikarenakan ada kejadian seorang advokat yang sudah dijatuhkan sanksi oleh sebuah organisasi advokat, kemudian pindah ke organisasi advokat yang lain. Tentu saja hal-hal seperti itu tidak kita harapkan, karena akan merusak profesi advokat.
“Semua organisasi, kode etiknya sama. Yang menjadi masalah, belum ada lembaga pengawas bersama. Harusnya ada satu, sehingga sanksi jadi satu. Jadi menghindari kutu loncat. Disanksi di sini, pindah ke sana. Tapi entah kenapa belum ada, mungkin karena lembaga advokat dibiayai sendiri,” tutup Dwi.
Headline
LEAVE A REPLY