Home Hukum Ini Catatan Guru Besar UIN Jakarta Soal KUA Sebagai Tempat Pelayanan Semua Agama

Ini Catatan Guru Besar UIN Jakarta Soal KUA Sebagai Tempat Pelayanan Semua Agama

0
SHARE
Ini Catatan Guru Besar UIN Jakarta Soal KUA Sebagai Tempat Pelayanan Semua Agama

BizNews.id, Jakarta - Rencana Kementerian Agama menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan perkawinan bagi semua pemeluk agama mendapat dukungan dari berbagai pihak. Namun, terdapat sejumlah hal yang harus dilakukan agar rencana tersebut berjalan dengan optimal. 

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, menyambut baik rencana KUA sebagai tempat pelayanan bagi semua agama. Menurut dia, esensi Kementerian Agama sebagai organisasi negara yang melayani seluruh umat beragama dapat direalisasikan dengan rencana tersebut. “Ini gagasan out of the box namun sangat rasional karena sejatinya Kemenag adalah kementerian untuk semua agama. Dari sisi ide patut didukung oleh pelbagai pihak” kata Tholabi di Jakarta, Minggu (25/2/2024).   

Hanya saja, kata Tholabi, rencana tersebut harus terlebih dahulu dikonsolidasikan melalui berbagai aspek, baik regulasi, organisasi, maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM). Menurut dia, berbagai aspek tersebut penting dikonsolidasi untuk memastikan bahwa rencana tersebut dapat berjalan dengan baik. “Untuk merealisasikan gagasan tersebut, tentu sejumlah aspek seperti regulasi, organisasi, hingga SDM harus dibereskan terlebih dahulu,” ingat Tholabi. 

Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta ini menyebutkan, dari sisi regulasi secara eksplisit maupun implisit masih  menempatkan pencatatan perkawinan di dua klaster, yakni pencatatan perkawinan untuk Muslim dan pencatatan perkawinan bagi non Muslim. Soal regulasi ini, kata Tholabi, membutuhkan energi yang tidak ringan. “Seperti di UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan UU Nomor 22 Taun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, dan PMA Nomor 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama (KUA),” urai Tholabi. 

Di bagian ini, Tholabi mengingatkan akan berdampak pada persinggungan  dengan kementerian dan lembaga lainnya seperti dalam urusan  koordinasi dan harmonisasi, baik dari sisi regulasi maupun pemindahan beban kerja antarinstansi. “Jadi tidak sekadar urusan regulasi, tapi harus melakukan penyamaan persepsi antar kementerian dan pelaksana teknis di lapangan,” ingat Tholabi. 

Di bagian lainnya, Tholabi juga memotret tentang satuan kerja yang membidangi masalah Kantor Urusan Agama (KUA), yakni Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Menurut dia, perihal penyesuaian organisasi di internal kementerian tidak begitu krusial. “Saya kira, jika urusan internal organisasi di Kementerian Agama tidak terlalu rumit, tinggal reposisi dan membuat payung hukum saja,” kata Tholabi. 

Di aspek lainnya, Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) ini juga menyebutkan soal kesiapan SDM di lapangan yang mesti dilakukan dalam bentuk peningkatan kapasitas dan pengetahuan demi  pelayanan yang prima kepada masyarakat. “Soal SDM di lapangan juga perlu dipikirkan untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan. Mereka adalah garda terdepan dalam pelayanan di bidang keagamaan, khususnya soal pencatatan perkawinan,” tegas Tholabi.