Home Ekonomi Ekspektasi Tinggi Pemulihan Ekonomi

Ekspektasi Tinggi Pemulihan Ekonomi

0
SHARE
Ekspektasi Tinggi Pemulihan Ekonomi


Jakarta, BIZNEWS.ID - Lembaran baru tahun 2021 telah dibuka. Tahun kerbau logam diperkirakan akan menjadi momen pemulihan bagi ekonomi Indonesia. Setelah hampir 10 bulan mengalami kontraksi, ekonomi Tanah Air tahun ini diyakini bakal menunjukkan tren positif.

Berbagai proyeksi pemulihan bermunculan. Baik dari pemerintah hingga lembaga-lembaga keuangan internasional lain. Semua meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan mulai membaik, seiring pulihnya berbagai sektor pengungkit ekonomi.

Di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2021, pemerintah mematok target ekonomi tumbuh di kisaran 5 persen. Angka itu bahkan telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Target itu menjadi sebuah lompatan besar. Apalagi ekonomi 2020 diperkirakan hanya mampu tumbuh kisaran minus 0,6 sampai dengan minus 1,7 persen. Namun prospek perekonomian nasional 2021 ini memang diperkirakan akan membaik. Hal itu sejalan dengan proyeksi pemulihan perekonomian global dan dampak dukungan fiskal terhadap percepatan pemulihan ekonomi.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku optimistis pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 5 persen dapat terealisasikan. Menurutnya, pemulihan ekonomi sendiri sudah terlihat pada kuartal III-2020 yang mengalami perbaikan. Kemudian pada kuartal IV-2020 juga diperkirakan terjadi perbaikan dan akselerasinya baru terjadi di 2021.

"Tentu ini suatu pemulihan yang harus diupayakan dan jaga melalui berbagai kebijakan termasuk APBN," kata dia beberapa waktu lalu.

Dukungan fiskal dalam APBN 2021, diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi. Belanja negara diproyeksikan mencapai Rp2.750,0 triliun atau 15,6 persen terhadap PDB. Anggaran itu akan digunakan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan prioritas pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, infrastruktur, ketahanan pangan, pariwisata, dan perlindungan sosial.

"Ini tujuannya untuk menggerakkan roda ekonomi di tahun depan. Sehingga di 2021 ekonomi kita memasuki zona positif atau rebound yang cukup kuat," ujar Menteri Sri Mulyani.

Meski begitu, untuk kelanjutan pemulihan ekonomi nasional tahun ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang luar biasa. Namun, bukan berarti hal ini mustahil dilakukan. Apalagi, perekonomian dalam negeri pada kuartal III-2020 sudah menunjukkan tren perbaikan. Ditambah lagi, ekonomi kuartal IV-2020 juga akan tumbuh lebih baik.

"Tahun 2021 ini adalah PR yang luar biasa. Apakah ekonomi kita akan terus bisa pulih, rebound dan recovering secara terus-menerus itu sangat tergantung kepada tentu masalah covid-19-nya sendiri," kata Bendahara Negara itu.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menaruh rasa optimisme lebih tinggi. BI bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 berada di rentang 4,8 persen sampai dengan 5,8 persen. Angka ini jauh lebih besar dari proyeksi pemerintah di dalam APBN 2021 yang berada di 5 persen.

"Itu untuk prediksi kami di tahun 2021 pertumbuhan di 4,8 persen sampai 5,8 persen," kata Perry.

Dia mengatakan, ada tiga hal yang dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi ke level 4,8 persen hingga 5,8 persen di tahun ini. Pertama, Perry optimistis kinerja ekspor pada tahun ini akan semakin baik. Keyakinan ini seiring dengan perbaikan ekonomi global, khususnya negara mitra dagang utama Indonesia.

Kedua, yakni dari sisi konsumsi, baik swasta maupun pemerintah. Dia mengatakan, bantuan pemerintah untuk perlindungan sosial juga akan terus mendukung daya beli masyarakat.

Ketiga yakni dari sisi investasi. Dia memperkirakan investasi pada tahun ini akan terakselerasi, tercermin dari belanja pemerintah di bidang infrastruktur yang besar, juga didukung oleh implementasi Undang-Undang Cipta Kerja.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menambahkan, Indonesia memiliki modal yang cukup kuat untuk pemulihan ekonomi di 2021. Hal ini sejalan dengan kondisi ekonomi global yang menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan di tengah ancaman gelombang kedua Covid-19.

"Modal yang cukup kuat yang dimiliki oleh Indonesia terkait dengan pemulihan ekonomi," kata Agus dalam diskusi FMB Menjaga Laju Keberlangsungan Industri di Tengah Pandemi.

Dia mengatakan, pemulihan ekonomi sudah dapat dilihat dari aktivitas manufaktur di negara-negara maju dan juga negara berkembang yang mulai memasuki fase ekspansif menggeliat. Meningkatnya aktivitas manufaktur, pun juga terjadi di Indonesia yang terdorong dari peningkatan diferensiasi industri. "Hal ini mengindikasikan adanya optimisme pelaku sektor bisnis terhadap kondisi perekonomian ke depan," kata dia.

Proyeksi Ekonomi RI Versi Lembaga Keuangan Internasional

Optimisme pemerintah mengejar laju pertumbuhan sebesar 5 persen, rupanya sejalan dengan proyeksi pertumbuhan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional. Misalnya saja Bank Dunia (World Bank).

Lembaga keuangan itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 akan berada di angka 4,4 persen. Di man secara umum didorong oleh pemulihan konsumsi swasta, seiring dengan longgarnya pembatasan sosial.

Perkiraan tersebut juga mengasumsikan bahwa kepercayaan konsumen meningkat. Di sisi lain, hilangnya pendapatan rumah tangga tetap rendah akibat hasil pasar tenaga kerja yang lebih baik dan bantuan sosial yang memadai.

Sementara, Bank Pembangunan Asia atau ADB dalam proyeksi terbarunya memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dari 5,3 persen menjadi 4,5 persen. Tak hanya ADB, Organisasi Kerja Sama Pembangunan dan Ekonomi atau OECD dan juga memangkas proyeksi ekonomi Indonesia.

OECD memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dari prediksi pada September yakni 5 persen menjadi 4 persen. Berdasarkan laporan OECD, pemulihan ekonomi akan terjadi pada 2021 sepanjang dilakukan langkah-langkah karantina tak diberlakukan. Namun, ekonomi hanya akan pulih sebagian atau belum kembali seperti sebelum pandemi Covid-19.

Ekonomi Indonesia, menurut OECD, akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga seiring oleh kenaikan permintaan. Namun, ekonomi belum akan pulih seperti sebelum pandemi. Masih terdapat sejumlah risiko pada perekonomian tahun depan, terutama terkait dengan efektivitas Vaksin Covid-19 untuk mengembalikan aktivitas ekonomi tanpa pembatasan.

Namun, OECD memberikan kemungkinan ekonomi Indonesia pada tahun depan mampu tumbuh lebih baik jika program vaksinasi mampu berlangsung cepat dan mengembalikan wisatawan asing. Undang-Undang Cipta Kerja, menurut lembaga tersebut, juga akan mampu meningkatkan ekonomi tahun depan lebih dari proyeksi jika terimplementasi dengan baik.

Strategi Pemulihan Ekonomi

Ada beberapa strategi pemulihan ekonomi yang akan dilakukan pemerintah pada 2021. Salah satunya adalah melakukan proses vaksinasi. Selain proses vaksinasi, driver yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi di 2021 yakni implementasi daripada Undang-Undang Cipta Kerja. Lalu melanjutkan program pemulihan ekonomi (PEN) yang sudah digencarkan di 2020.

Sebagai langkah pemulihan, pemerintah juga akan melanjutkan dukungan kebijakan untuk pemberdayaan UMKM. Tak hanya itu pemerintah juga melakukan penyusunan daftar prioritas investasi (DPI) serta pembentukan lembaga pengelola investasi atau LPI.

Sedangkan pengungkit pertumbuhan ekonomi lainnya, adalah program ketahanan pangan, pengembangan kawasan industri, mandatory B30, program padat Karya. Dan yang tidak kalah penting program pengembangan ekonomi digital.

Sementara, untuk mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi 2021, pemerintah juga telah menyiapkan anggaran PEN sebesar Rp372,3 triliun. Angka tersebut lebih rendah 53,55 persen dari pagu anggaran PEN di tahun 2020 yang sebesar Rp685,2 triliun

Adapun anggaran tersebut akan dialokasikan untuk enam prioritas. Pertama anggaran kesehatan. Pemerintah menyiapkan Rp25,40 triliun, lebih rendah dari sebelumnya sebesar Rp87,55 triliun. Anggaran itu nantinya akan digunakan untuk pengadaan vaksin Covid-19 Rp18 triliun, kemudian untuk imunisasi, sarpras, lab, dan Litbang Rp4,97 triliun, serta cadangan bantuan iuran BPJS untuk PBPU/BP senilai Rp2,43 triliun.

Kedua perlindungan sosial sebesar Rp110,2 triliun. Alokasi ini lebih rendah dari sebelumnya yang mencapai Rp203,9 triliun. Uang tersebut akan dialokasikan untuk PKH 10 juta penerima manfaat Rp28,7 triliun, sembako Rp45,1 triliun, program prakerja Rp10 triliun, dana desa Rp14,4 triliun, dan bantuan sosial tunai Rp12,0 triliun.

Ketiga untuk sektor kementerian lembaga dan pemerintahan daerah, sebesar Rp152,4 triliun. Anggaran ini meningkat dari 2020 yang hanya sebesar Rp106,11 triliun. Anggaran itu nantinya akan dialokasikan untuk dukungan pariwisata sebesar Rp5,46 triliun, ketahanan pangan Rp14,96 triliun, pengembangan ICT sebesar Rp19,4 triliun, pinjaman ke daerah Rp10 triliun, padat karya kementerian lembaga Rp14,2 triliun, kawasan industri Rp12,7 triliun, dan cadangan belanja PEN Rp75,8 triliun.

Keempat akan diberikan kepada UMKM. Pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp48,8 triliun. Alokasi ini lebih rendah daripada 2020 yang sebesar Rp123,46 triliun. Adapun uang tersebut akan dialokasikan untuk subsidi bunga KUR reguler Rp14,8 triliun, dukungan pembiayaan terhadap KUMKM Rp 1 triliun, penempatan dana di perbankan (masih dihitung), penjaminan loss limit Rp1 triliun, serta cadangan pembiayaan PEN Rp32,0 triliun.

Kelima untuk pembiayaan korporasi sebesar Rp14,9 triliun, atau lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai sebesar Rp53,57 triliun. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk PMN kepada lembaga penjaminan senilai Rp5 triliun, PMN kepada BUMN yang menjalani penugasan Rp8,9 triliun, dan penjaminan backstop loss limit Rp1 triliun.

Terakhir untuk insentif usaha senilai Rp20,40 triliun, atau lebih rendah daripada anggaran 2020 yang sebesar Rp120,61 triliun. Uang tersebut nantinya akan dialokasikan untuk pajak DTP Rp3,1 triliun, pembebasan PPh 22 impor Rp12 triliun, dan pengembalian pendahuluan PPN 5,3 triliun. Demikian Merdeka.com

Photo : google image