Jakarta, BIZNEWS.ID - Komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi menuju Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 terus dilakukan, Salah satunya dengan implementasi teknologi penangkap karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) di industri hulu migas. Penggunaan CCS/CCUS diyakini dapat menjadi solusi alternatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan sekaligus memiliki nilai keekonomian yang mampu meningkatkan produksi migas melalui CO2-EOR atau EGR.
Pernyataan tersebut disampaikan Tenaga Ahli Kepala SKK Migas Luky Agung Yusgiantoro dalam acara Sharing Session dan Edukasi Media Hulu Mugas yang berlangsung di Grand Zuri, BSD, Selasa 19 Juli 2022. Menurut Luku, saat ini Kementerian ESDM dan SKK Migas sedang membahas rancangan peraturan menteri ESDM terkait dengan CCS/CCUS. "Ini masih dalam tahap pembahasan, harapannya dalam waktu dekat akan dikeluarkan permen tersebut," kata Luky Yusgiantoro.
Menurutnya Kementerian ESDM juga telah mengusulkan agar regulasi CCS/CCUS ini dapat masuk dalam prioritas untuk diselesaikan tahun 2022 sehingga dapat segera diimplementasikan. Teknologi ini, lanjut Luky, sudah dilakukan dibeberapa negara di dunia secara komersial. Namun penerapannya pada PLTU masih belum banyak. Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah melakukan kajian untuk dapat mengimplementasi teknologi CCUS ini pada sejumlah PLTU.
CCS adalah kegiatan mengurangi emisi GRK meliputi pemisahan dan penangkapan emisi karbon, pengangkutan emisi karbon tertangkap ke tempat penyimpanan dan/atau penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.
Sementara CCUS adalah kegiatan mengurangi emisi GRK meliputi pemisahan dan penangkapan emisi karbon, pengangkutan emisi kabon tertangkap ke tempat penyimpanan, pemanfaatan emisi karbon dan penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen sesuai kaidah keteknikan yang baik.
Luky mengatakan penggunaan teknologi CCS/CCUS di Indonesia juga menghasilkan dampak keekonomian yang positif. Hal ini antara lain berdasarkan hasil penelitian di Lapangan Tangguh apabila proses injeksi dilakukan hingga tahun 2045. Apalagi jika CO2 yang tersimpan di subsurface bisa dimonetisasi. Lapangan Tangguh ditargetkan mulai menerapkan CCUS tahun 2026 dan potensi CO2 yang tersimpan sebanyak 25 juta ton selama 10 tahun.
"Di Asean, yang memiliki pontensi cukup besar untuk penerapan CCS/CCUS adalah Indonesia dan Malaysia. Bahkan dibeberapa kesempatan pak Dirjen (migas_red) memiliki keinginan agar Indonesia bisa menjadi hub dan storage di Asean," ujarnya.
Lebih lanjut Luky mengatakan penerapan program CCUS ini menjadi bagian dari rencana strategis SKK Migas untuk pencapaian target produksi minyak sebesar 1 juta BOPD dan gas alam sebesar 12 BSCFD pada tahun 2030. "Untuk mempercapat pelaksanaan program, saat ini SKK Migas tengah bekerjasama dengan Kementerian ESDM dan pemangku kepentingan di sektor hulu migas untuk merumuskan ide serta pemikiran untuk selanjutnya akan membuat rekomendasi kepada pemerintah terkait penerapan program CCUS di Indonesia," tandasnya.
Pada kesempatan sebelumnya Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan Banyak forum internasional yang membahas upaya mencapai Net Zero Emission juga menjadikan CCS/CCUS sebagai key technology untuk mencapai target NZE tersebut. "Sementara di level nasional, saat ini minat para stakeholder baik dari migas maupun industri lainnya untuk mengembangkan CCS/CCUS cukup banyak pada hampir seluruh area di Indonesia,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Tutuka mengatakn Minat stakeholder mengembangkan CCS/CCUS terlihat mulai dari Aceh hingga Papua, seperti Lapangan Gundih, Sukowati, Sakakemang, East Kalimantan hingga rencana project CO2-EGR di Lapangan Tangguh.
Dalam upaya mendukung pengembangan CCS/CCUS ini, menurut Dirjen Migas, regulasi penyelenggaraan kegiatan CCS/CCUS sangat dibutuhkan dan ditunggu oleh para stakeholder. Untuk menyiapkan regulasi tersebut, Ditjen Migas telah membentuk Tim Penyusunan Regulasi Pelaksanaan Kegiatan CCS/CCUS dengan melibatkan stakeholder seperti SKK Migas, BPMA, CoE CCS/CCUS ITB, Lemigas Kementerian ESDM, IPA, Pertamina, BP, Medco, Repsol, Inpex, ENI, ExxonMobil ConocoPhillips dan khusus dari Aceh adalah PEMA.
“Tim ini telah bekerja secara intensif sejak pertengahan 2021 sampai dengan saat ini untuk menyusun draft Permen ESDM terkait Penyelenggaraan CCS/CCUS yang mencakup aspek teknis mulai dari CO2 Capture, Transportasi, Injeksi, Storage dan MRV, Aspek Ekonomi dan Monetisasi, serta aspek legal yang dibutuhkan dalam mendorong pengembangan CCS/CCUS di Indonesia,” Tandas Tutuka.
LEAVE A REPLY