Home Teknologi Biodiversitas Indonesia dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati

Biodiversitas Indonesia dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati

0
SHARE
Biodiversitas Indonesia dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati

Cibinong, BIZNEWS.ID - Dalam rangkaian Ritech Expo 2021, event pameran teknologi terbesar yang diselenggarakan virtual oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tanggal 10-13 November 2021, Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati (OR-IPH) BRIN turut menyukseskan pameran dengan menyelenggarakan Webinar dengan tema “Biodiversitas Indonesia: Strategi BRIN dalam Menjawab Permasalahan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Mewujudkan Potensi Pemanfaatannya Bagi Pemulihan Ekonomi Nasional” pada akhir pekan lalu.

“Sebagai negara megadiversitas terbesar di dunia dengan potensi sumber daya genetik yang luar biasa, sudah menjadi menjadi kewajiban kita semua agar sumber daya genetik ini bisa bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan kesejahteraan masyarakat,“ tutur Iman Hidayat, Plt. Kepala OR-IPH BRIN mengawali sambutan pembukaannya,

Dirinya merasa prihatin karena tidak mudah mengelola kekayaan alam. “Berbagai tantangan di masa sekarang, kita masih belum mampu mengungkapkan seluruh kekayaan yang dimiliki, sehingga ini menjadi tantangan bagi BRIN melalui OR-IPH untuk mengungkapkan seluruh potensi kekayaan alam yang ada di Indonesia seperti hewan, tumbuhan, mikroorganisme darat dan laut, “ ucap Iman seperti dikutip brin.go.id

“Pada saat yang sama kita mendapatkan tantangan dengan meningkatnya populasi dan berkembangnya industri. Beberapa sektor industri di kehutanan dan pertanian setidaknya membuka lahan yang harus kita sikapi dengan bijak bagaimana strateginya supaya inline dalam pembangunan yang sustainable. Jadi di satu sisi biodiversitas bisa bermanfaat untuk ekonomi, di sisi lain tidak merusak lingkungan dan tidak menyebabkan kepunahan dari sumber daya genetik tersebut,” tambah Iman.

Menurut Iman perubahan iklim (climate changes) menyebabkan cuaca sulit diprediksi dan suhu naik juga menjadi tantangan yang tidak mudah bagi keanekaragaman hayati untuk bisa beradaptasi. “Para peneliti di OR-IPH berkejaran dengan waktu, jangan sampai kekayaan genetik kita yang belum terungkap malah sudah hilang sebelum waktunya. Hal lain yang menjadi concern kita semua bagaimana kita bisa menyelamatkan sumber daya genetik baik in-situ maupun ex-situ. Disini BRIN memang memiliki otoritas untuk konservasi ex-situ,“ jelasnya.

Iman juga menyampaikan bahwa dalam pengelolaan biodiversitas di Indonesia ada beberapa pihak dari pemerintah yang terlibat di dalamnya termasuk KLHK dan BRIN. BRIN memiliki otoritas untuk melakukan inventory dan konservasi. “Bagaimana bisa mengungkap, menyimpan dan memanfaatkan kekayaan kita. Sedangkan KLHK memiliki otoritas untuk menjaga kawasan konservasi in-situ, dan bagaimana bisa mempromosikan meningkatkan pemberdayaan masyarakat sehingga kawasan konservasi tetap terjaga, “ ujar Iman.

“Konservasi dengan melakukan inventory/menyimpan hidup atau mati dalam kawasan konservasi ex-situ seperti Kebun Raya, Herbarium atau Museum Zoologi dan juga Culture Collection, agar dapat dimanfaatkan stakeholders terkait. OR-IPH BRIN juga melakukan penelitian untuk mengembangkan teknologi yang bisa meningkatkan ekonomi masyarakat, membantu industri, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,“ papar Iman mengakhiri sambutannya.

Pada kesempatan yang sama, Sukma Surya Kusumah, Plt. Kepala Pusat Riset dan Koservasi Tumbuhan Kebun Raya (PRKTKR) menyampaikan tentang konservasi tumbuhan asli Indonesia dan pemanfaatan secara berkelanjutan. “Indonesia memiliki keragaman tumbuhan yang tinggi (15,5% dari total jumlah tumbuhan di dunia). Keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi ini mengalami ancaman yang serius dari alih fungsi lahan, pemanfaatan yang tidak berkelanjutan, jenis invasif, polusi dan perubahan iklim,” ungkapnya.

“1 jenis tumbuhan Indonesia telah punah (extinct), 3 jenis sudah punah di alam (extinct in the wild) dan 778 jenis terancam punah, 146 kritis (critically endangered), 250 genting/terancam (endangered) dan 382 rentan (vulnerable), “ rinci Sukma.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 93 Tahun 2011, Kebun Raya merupakan kawasan konservasi tumbuhan secara ex-situ yang memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan. Sedangkan secara global, Kebun Raya diatur pada Global Strategy for Plant Conservation (GSPC) tentang Strategi Global Konservasi Tumbuhan dan  Convention on Biological Diversity (CBD) tentang Konvensi Kehati Dunia.

“Peran dan fungsi Kebun Raya dalam Kebijakan Pembangunan Nasional adalah to save, to study dan to use yang meliputi kegiatan eksplorasi, adaptasi dan seleksi, manajemen koleksi dan kawasan, kajian potensi dan pemanfaatan, “ kata Sukma.

“Mengapa pembangunan Kebun Raya penting? Karena kepunahan jenis tumbuhan masih terus berlanjut, dimana pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewajiban Pemerintah Pusat dan Daerah. Sementara Kebun Raya BRIN tidak cukup mampu mengkonservasi seluruh jenis tumbuhan di Indonesia. Dalam hal ini, BRIN melalui PRKTKR berperan sebagai pembina dan pengawas teknis perkebunrayaan di Indonesia, “ imbuh Sukma

Sukma menjelaskan Rencana Riset PRKTKR Tahun 2022 terkait Konservasi Tumbuhan Terancam Kepunahan Indonesia. Roadmap program meliputi ekplorasi dan konservasi ex-situ untuk penyelamatan tumbuhan terancam kepunahan, ekologi dan restorasi jenis untuk pelestarian tumbuhan terancam kepunahan, serta eksperimental botani untuk peningkatan nilai dan fungsi tumbuhan untuk pemanfaatan secara berkelanjutan.

Hingga tahun 2020 terdapat 45 KR di Indonesia (5 KR LIPI, 5 KR provinsi, 32 KR Kab/Kota, dan 3 KR  PT). Merepresentasikan 17 Ekoregion (36,12%) atau 8 tipe Ekoregion Utama. “Tahun 2020 kami melakukan launching 14 KR Daerah yang memenuhi kriteria: lahan memiliki kekuatan hukum tetap (clear and clean), memiliki lembaga pengelola definitif, menjalankan lima fungsi Kebun Raya sesuai dengan Perpres No. 93 Tahun 2011, memiliki infrastruktur pendukung yang memadai pada zona penerima, zona pengelola dan zona koleksi, “jelas Sukma mengakhiri paparannya.