Home Nasional Bali Miliki Budaya Sadar Bencana Sejak Nenek Moyang

Bali Miliki Budaya Sadar Bencana Sejak Nenek Moyang

0
SHARE
Bali Miliki Budaya Sadar Bencana Sejak Nenek Moyang

Keterangan Gambar : Bpk. Raditya Jati (Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB) dan Bpk. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Wagub Bali)

BizNews.id - Denpasar, Berbicara masalah bencana, masyarakat Bali rupanya telah memiliki Budaya sadar akan bencana sejak nenek moyang. Berbagai upaya dilakukan guna mengatasi kemungkinan akan terjadinya bencana hingga dampaknya.  

Kearifan lokal atau budaya itu  terbentuk karena Masyarakat telah menyadari sejak dahulu bahwa Pulau Bali dengan beberapa pulau kecil di sekitarnya cukup berpotensi  dilanda bencana.  

Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace menegskan. masyarakat Bali sejak dahulu kala telah memiliki budaya sadar bencana dan telah dipraktekkan dalam kesehariannya. 

“Masyarakat Bali dari dulu telah mengklasifikasikan berbagai bencana yang datang serta punya cara sendiri dalam mengatasinya,” jelasnya. 

Terkait hal ini, masyarakat Bali telah mengkalisifikasikan bencana yang terjadi serta diakibatkan sejumlah hal. Misalnya, seperti  bencana yang tidak terduga seperti bencana gempa dan tsunami. Masyarakat  Bali juga menilai bahwa bencana yang terjadi termasuk disebabkan akibat ‘humans erros’ atau kesalahan manusia seperti kebakaran hutan, longsor dan lainnya.

Dalam hal ini, Cok Ace memparkan jika ada dua cara bagi masyarakat Bali dalam mengatasi hal tersebut, yakni upaya skala dan niskala. 

Upaya unsur skala dalam hal ini yakni masyarakat dihimbau untuk tidak melakukan pengrusakan terhadap alam semesta sehingga berpotensi terjadinya bencana. Disini masyarakat Bali, dihimbau dan diberlakukan secara ketat serta didukung oleh aturan adat dengan adanya sejumlah saksi adat bagi yang melanggar. 

Sementara unsur niskala, umumnya ditempuh oleh masyarakat Bali dengan melakukan sarana upacara keagamaan sehingga bencana tidak terulang lagi berikut memohon keselamat bagi masyarakat. 

“Ada dua acara bagi masyarakat Bali cara mengatasi yakni skala dan niskala. Secara folisifis juga masyarakat Bali ‘a ware’ peduli dengan lingkungan dan telah dikemas dalam bentuk kenyakinan kenyakinan untuk menjaga kelestarian hutan,” tegas Tokoh Puri Ubud ini. 

Cok juga menyebutkan bahwa ada namanya ‘wana kertih’ yang merupakan bagian dari visi dan misi profinsi bali sebagai bagian dari masyarakat bali menjaga hutan. 

Dan misalkan terjadi gempa dan lainhya, maka lewat dengan kearifan lokalnya, masyarakat Bali sudah berpikir sudah mengantisipasi hal itu dalam bentuk membanguan bangunan yang kuta dan tahan gempa. 

Jika sewaktu waktu terjadi bencana, pihak pemprov Bali menempuh langkah-langkah darurat seperti melakukan evakuasi terjadap warga terdampak di kawasan radius terdekat.  

Kawasan terdampak bencana dan kita ambil darurat seperti penyedian berbagai kebutuhan selama bencana seperti selimut dan tenda.

Karena ditunjang dengan sejumlah kearian lokal di Bali tersebut, Cok Ace juga menyatakan optimismenya akan ajang GPDRR (Global Platform For Disarter Risk Reduction)  yang akan digelar  tahun 2022 mendatang akan berjalan dengan sukses. 

Sejumlah persiapan sudah dilakukan termasuk telah melakukan telah simulasi kebencanaan dan telah bekerjasama dengan sejumlah hotel di kawasan Bali selatan dan telah terseritifikasi. 

“Mereka telah memiliki SOP dan sertifikasi bagi masyarakat di kawasan pesisir jika sewaktu waktu terjadi bencana. Sejumlah langkah juga kan ditempuh dan dalam hal ini Bali siap menggelar acara GPDRR berikut antisipasi kebencanaan dan kemungkinan terjadi,” tegas Cok Ace. 

Disisi lain, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB (8/6), Raditya Jati berharap agar potensi atau kearifan lokal di kalangan masyarakat  diharapkan sebagai budaya dalam penanganan bencana secara kolektif dimana  bencana dan resiko yang akan terjadi bisa diantisipasi secara bersama-sama dalam arti modalitas sosial. 

Menurut Raditya, hal itu penting agar bagaiamana pemahanan keraifan lokal menjadi budaya, dimana reskoko yang akan terjadi, berikut apa menjadi ancaman dan setrategi menghadapi bencana. 


Dan dengan pemahaman yang baik itu maka resko akan berkurang dan jika resiko bencana semakin berkurang, maka akan mengurangi korban jiwa dan mengurangi warga terampak dan dampak ekonomi.  

“Saya rasa yang paling penting yakni bagaimana membangun kesadaran akan budaya sadar bersama dibangun secara kolektif dan budaya sadar bencana menjadi skala protitas menuju Indonesia aman dari bencana,” tegas Raditya.  (Tim/LB1*)

Video Terkait: