Jakarta, BIZNEWS.ID - Kebijakan subsidi energi di Indonesia sebaiknya tidak berbabis komoditas, namun berbasis target sasaran (individu, keluarga dan kelompok tidak mampu). Dan subsidi energi sebaiknya menyatu dalam bantuan sosial (bansos) yang terintegrasi, seperti bantuan langsung tunai (BLT).
Hal tersebut merupakan masukan dari pakar ekonomi dan pakar kebijakan publik yang hadir dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Pengendalian Subsidi Energi di Indonesia’ yang diselenggarakan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI yang dipimpin Ketua BAKN Marwan Cik Asan dan dihadiri Pimpinan dan Anggota BAKN, di Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu.
Pakar yang hadir dalam forum tersebut, antara lain pakar ekonomi sekaligus Senior Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip; pakar kebijakan publik Universitas Tirtayasa, Ismanto; dan pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Nurkholis.
Menurut Sunarsip, pengendalian energi harus didekati dari dua sisi sekaligus, yaitu hulu (produksi) dan hilir (konsumen). Pengendalian di hulu untuk menekan Biaya Pokok Penyediaan (BPP), dan di hilir untuk menciptakan kebijakan penyaluran subsidi yang efektif, efisien, dan tepat sasaran.
“Subsidi energi dalam bentuk subsidi produk, cnderung lebih banyak yang tidak tepat sasaran. Penerima subsidi justru kelompok penduduk yang mampu, sehingga menciptakan kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok mampu,” kata Sunarsip.
Sementara menurutnya, keberadaan dana kompensasi menciptakan bentuk penyimpangan baru dari prinsip-prinsip penerapan tata kelola kebijakan yang baik. Keberadaan subsidi energi dan dana kompensasi menimbulkan dampak negatif bagi BUMN Energi. Meskipun bagi BUMN energi dapat mengakuinya sebagai pendapatan, namun tidak menguntungkan secara cash flow, mengingat subsidi dan dana konpensasi baru dapat diterima setelah audit BPK. Dan bagi APBN, subsidi energi dan dana kompensasi tidak menyehatkan. Selain membebani, juga tidak produktif.
“Menurut saya sudah tidak layak lagi dengan konsep penyaluran subsidi energi. Pemerintah perlu mengalihkan subsidi energi dan merasionalisasi dana kompensasi ke subsidi dan bantuan yang terarah ke sasaran penerima (by target). Dana subsidi energi dan dana kompensasi dapat dialokasikan untuk pengembangan EBT, peningkatan moda transportasi massal, dan tentunya untuk program pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan kurang mampu,” sarannya.
Sementara menurut Ismanto, problem utama dari kebijakan pengelolaan subsidi energi terletak pada kebijakan subsidi energi itu sendiri, yaitu kebijakan yang mengandung risiko lebih besar dibanding kemaslahatan yang dihasilkan serta implementasinya.
“Mengingat fungsi primernya, maka kebijakan subsidi akan lebih efektif diarahkan pada model by target, yang metodenya diintegrasikan dengan sejumlah skema yang telah dikembangkan dalam berbagai program bantuan sosial pemerintah,” pendapat Ismanto.
Kebijakan subsidi energi by target sangat relevan dalam jangka panjang dalam mentransformasi perilaku konsumtif masyarakat dan inefisiensi dunia usaha, termasuk BUMN. “Meski demikian subsidi by target ini dihadapkan pada tantangan untuk melakukan reformasi SJSN, JKN dan Sistem Ketahanan Bencana (basis data terpadu, integratif, kolaboratif, partisipatif, saintifik),” jelas Ismanto.
Sedangkan Nurkholis menyampaikan metode pemberian subsidi yang masih berbasis komoditas tidak tepat sasaran dalam protect the poor. Masih terdapat masyarakat miskin dan rentan yang belum mendapatkan subsidi dan terdapat masyarakat yang tidak miskin dan rentan atau masyarakat mampu yang menerima subsidi.
“40 persen penduduk termiskin hanya menikmati 36,4 persen subsidi, dan 40 persen penduduk terkaya menikmati hamper 40 persen subsidi. Terdapat anomali dalam dampak kebijakan subsidi dan cukai terhadap masyarakat miskin di Indonesia,” papar Nukholis.
Lebih lanjut ia menyampaikan, kebijakan subsidi energi saat ini belum efektif, dan subsidi energi yang dialokasikan juga belum efisien, karena belum tepat sasaran dalam distribusinya. Sebaiknya, kata Nurkholis, kebijakan subsidi energy berbasis target. Target sasaran didasarkan atas Basis Data Terpadu berupa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ter-update yaitu masyarakat miskin dan rentan. Dan subsidi energi sebaiknya menyatu dalam bansos yang terintegrasi. Demikian dpr.go.id
Headline
LEAVE A REPLY