Jakarta, BIZNEWS.ID - Indonesia tengah berada di tahap transisi energi Net Zero Emission di mana prosesnya membutuhkan waktu yang panjang. Sebelum mencapai hal tersebut, industri migas masih berkontribusi signifikan dalam pemenuhan kebutuhan energi. Apalagi, gas memegang peran penting sebagai sumber energi transisi dengan kandungan emisi karbon lebih rendah. Teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS) menjadi penting di masa ini karena dapat mendukung pengurangan emisi pada berbagai sektor industri.
“Penerapan teknologi CCS/CCUS saat ini mirip dengan awal ekspor LNG pada awal 1970-an, di mana hanya sedikit negara yang menerapkan teknologi tersebut,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji pada acara IPA Convention & Exhibition ke-46 di sesi Plenary Session II bertajuk “The Role and Commercialization of CCS/CCUS in Meeting indonesia’s Net Zero Target” di Jakarta Convention Center (JCC), pekan kemarin.
Indonesia saat ini sudah melakukan studi terkait CCS/CCUS. Terdapat 14 proyek CCS/CCUS yang tersebar di seluruh Indonesia, baik di lapangan migas maupun di pabrik dengan emisi tinggi. Sejalan dengan itu, CCS/ di Asia Tenggara ditargetkan mencapai 35 juta ton CO2 pada 2030 dan lebih dari 200 juta ton pada 2050.
“Indonesia diberkahi dengan kekayaan geologis. Ditambah, teknologi ini belum banyak diterapkan negara-negara lain. Indonesia dapat memimpin penggunaan teknologi CCS/CCUS di kawasan,” kata Tutuka seperti dikutip migas.esdm.go.id.
Indonesia juga tengah menyusun regulasi terkait CCS/CCUS. Rancangan aturan tersebut saat ini masuk dalam tahap harmonisasi dengan Kemenkumham dan diharapkan bisa rampung di tahun ini. Rancangan aturan ini fokus CCS/CCUS pada wilayah kerja migas, menekankan aspek teknis sesuai standar dan kaidah keteknikan yang baik dengan memperhatikan karakteristik lokasi (site specific), serta membuka peluang monetitasi dari kegiatan tersebut.
LEAVE A REPLY