Jakarta, BIZNEWS.ID - Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kemendikbud menjadi polemik usai kriteria pemilihan dan penetapan peserta yang lolos program dinilai tak jelas dan tak transparan. Sejumlah organisasi pun memilih mundur akibat kisruh ini.
Mendikbud Nadiem Makarim pun akhirnya meminta maaf atas polemik yang terjadi dari Program Organisasi Penggerak. Permintaan maaf ini ditujukan khususnya kepada LP Ma'arif Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan PGRI.
"Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar ketiga organisasi besar ini bersedia terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna," ujar Nadiem, Selasa (28/7).
Nadiem juga mengucapkan terima kasih organisasi lain yang turut bergabung dalam program ini. Ia berharap kerja sama ke depannya bisa bermanfaat bagi penerima manfaatnya.
“Sekali lagi, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian besar terhadap program ini. Kami yakin penguatan gotong-royong membangun pendidikan ini dapat mempercepat reformasi pendidikan nasional yang diharapkan kita semua," tutur Nadiem.
Permintaan maaf yang disampaikan Nadiem telah sampai ke telinga PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama, dan PGRI.
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno, menyambut baik permintaan maaf, namun tetap tidak mengubah sikap mundur dari POP.
"Kami sudah punya keputusan bulat. Jadi sekalipun menteri sudah buat pernyataan minta maaf, itu baik. Tapi Muhammadiyah tetap tidak ikut dalam program (POP)," ucap Kasiyarno.
Menurut Kasiyarno, keputusan tak lagi bergabung dengan program tersebut sudahlah keputusan bulat.
Berikut tiga pertimbangan PP Muhammadiyah mundur dari Program Organisasi Penggerak:
Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka, sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020.
Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan kami dalam Program Organisasi Penggerak ini.
Meski begitu, Nadiem tak menyerah untuk meminta maaf kepada PP Muhammadiyah. Nadiem bahkan datang langsung ke Kantor PP Muhammadiyah di Menteng, Jakarta Pusat, dan berjanji akan mengevaluasi POP.
"Muhammadiyah menyampaikan apresiasi atas kunjungan dan permintaan maaf. Akan tetapi belum menentukan sikap mengenai program POP," ucap Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.
"PP Muhammadiyah akan membahas secara khusus dengan Majelis Dikdasmen dan Majelis Dikti Lintang dalam waktu dekat," imbuhnya.
PGRI Tetap Tolak Bergabung
Ketua Pengurus Besar PGRI, Dudung Nurullah Koswara, telah menerima permintaan maaf Nadiem. Pihaknya pun mengapresiasi Nadiem yang mau memahami dan mengevaluasi persoalan POP.
"Ketua Umum Pengurus Besar PGRI di Twitter, sudah menyampaikan apresiasi yang luar biasa kepada Mas Nadiem Makarim yang sudah belajar memahami dan mengevaluasi diri kementerian (Kemendikbud) terkait dengan persoalan dan permasalahan Organisasi Penggerak," jelas Dudung.
Akan tetapi, Dudung memastikan PGRI telah berkomitmen tak akan bergabung dalam POP di 2020. Mengingat saat ini, masyarakat Indonesia tengah menghadapi krisis pandemi virus corona.
"Kalau PGRI sudah resmi dalam surat keputusan di poin pertama, PGRI memohon kepada pemerintah di tahun 2020 ini program POP ditiadakan, karena alasannya POP ini tidak sense of crisis, karena kita sedang susah, bagimana orang tua susah mendapatkan pulsa, alat jaringan (untuk belajar siswa) tetapi tiba-tiba di kementerian ada kebijakan yang spektakuler (POP)," ungkap Dudung.
"Walaupun niatnya bagus tapi waktunya kurang tepat. Sehingga kami PGRI bulat, mulai dari pengurus besar, provinsi, kabupaten/kota menolak (POP), untuk tahun anggaran 2020 ditiadakan dulu," imbuhnya.
Menurutnya, lebih baik anggaran POP digunakan untuk membantu proses belajar online siswa selama di rumah akibat pandemi virus corona. Termasuk membantu orang tua, siswa, serta mengedukasi guru, sehingga programnya akan lebih bermanfaat.
LP Ma'arif NU Pertimbangkan Kembali Gabung POP
Berbeda dengan Ketua LP Ma'arif NU, Z. Arifin Junaidi yang mengapresiasi ucapan maaf Nadiem. Menurut Arifin, kejadian ini merupakan peristiwa langka yang patut ditiru.
"Permintaan maaf dari pejabat tinggi di negara kita merupakan peristiwa langka. Itu merupakan sikap kesatria yang sangat baik yang patut ditiru," ungkap Arifin.
Meski sudah meminta maaf, Arifin menganggap persoalan ini tak bisa selesai begitu saja. Akan tetapi, pihaknya pun akan mempertimbangkan kembali untuk bergabung dengan Program Organisasi Penggerak Kemendikbud.
"Untuk mengevaluasi dan meninjau kembali penerima POP butuh waktu. Apakah cukup waktu yang tersisa sampai akhir tahun untuk melaksanakan program tersebut?" jelas Arifin.
Program Organisasi Penggerak Tetap Berjalan
Meski menuai kritikan, Nadiem memastikan Program Organisasi Penggerak akan terus berjalan. Penyempurnaan program ini juga terus dilakukan, sehingga diharapkan tiga organisasi yang mundur bisa kembali bergabung.
"Harapan besar saya yang luar biasa bahwa dengan perubahan ini dan penyempurnaan-penyempurnaan apa pun di masa depan bahwa NU, Muhammadiyah, dan PGRI bisa kembali membimbing kami kembali melibatkan diri dalam proses ini dan terus sempurnakan proses ini," kata Nadiem dalam diskusi dengan tema Menjaga Integritas Dalam Implementasi Kebijakan PPDB yang disiarkan di kanal Youtube KPK, Rabu (29/7).
"Jadi bimbingan mereka, partisipasi mereka, sebagai kemitraan di kemendikbud sangat kami harapkan," sambungnya.
Kemdikbud juga akan mengundang pihak-pihak eksternal untuk memberikan penilaian sistem seleksi yang diterapkan. Selain itu, evaluasi juga terkait efektifitas pelaksanaan program di tengah pandemi corona.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan 156 organisasi terpilih. Organisasi yang terpilih dibagi menjadi kategori III yakni Gajah, Macan dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar per tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.
Sebelum mundur, NU, Muhammadiyah, dan PGRI masuk dalam kategori gajah dengan mendapatkan kucuran hibah Rp 20 miliar. Demikian Kumparan
Photo : google image
Headline
LEAVE A REPLY