Bandung, BIZNEWS.ID - Pemerintah bersikap terbuka terhadap aspirasi para Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas (KKKS) terkait penyempurnaan kontrak bagi hasil dalam FGD Oil and Gas Transformation Through Improvement of PSC di Crowne Plaza Bandung, Jawa Barat, Kamis-Jumat (15-16/12).
FGD yang dihadiri oleh perwakilan Direktorat Jenderal Migas, SKK Migas, KKKS dan konsultan publik, bertujuan memetakan permasalahan dan memberikan solusi demi membentuk sistem kontrak bagi hasil migas yang lebih baik.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto ketika membuka FGD mengungkapkan, untuk menuju target produksiminyak 1 juta barel per hari dan gas 12 BSCFD terutama di tengah persaingan geopolitik saat ini, dibutuhkan usaha-usaha dan kolaborasi antara KKKS, Pemerintah dan seluruh stakeholder migas untuk meningkatkan iklim investasi migas di Indonesia. Salah satunya melalui upaya penyempurnaan Kontrak Bagi Hasil dalam meningkatkan keekonomian proyek migas.
Dalam sesi panelis yang diisi oleh Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Noor Arifin Muhammad, Deputi Eksplorasi Pengembangan Dan Manajemen Wilayah Kerja Benny Lubiantara, Vice President Indonesian Petroleum Association Ronald Gunawan dan Daniel dari Wood Mackenzie, disampaikan beberapa permasalahan yang saat ini terdapat dalam KKS Migas terutama Kontrak Bagi Hasil Gross Split diantaranya:
Dengan nilai bagi hasil pada terms & conditionsKBH Gross Split saat ini yang kurang kompetitif dalam memberikan access to gross revenue bagi KKKS, sulit untuk dapat mencapai keekonomian proyek dikarenakan konsep time value of money belum dapat diakomodasi dengan baik.
Formula progresif split saat ini masih tidak kompetitif dan perlu disempurnakan terutama pada kondisi pasar yang sangat fluktuatif saat ini dimana formula dapat menghasilkan koreksi split negatif bagi KKKS yang terlampau besar
Ketentuan penyesuaian bagi hasil berdasarkan evaluasi bulanan pada KBH Gross Split masih menyulitkan penyusunan dan realisasi rencana kerja.
Menjawab permasalahan para KKKS tersebut, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Noor Arifin Muhammad memaparkan bahwa Pemerintah telah mengidentifikasi permasalahan tersebut pada kuisioner evaluasi implementasi KBH Gross Split untuk KKKS dan saat ini sedang dilakukan kajian atas perbaikan terms & conditions KBH Gross Split di mana akan dilakukan simplifikasi jumlah komponen variable split dan penyempurnaan pemberian batas koreksi split pada progresif split.
“Sama seperti PSC Cost Recovery yang terus mengalami penyempurnaan dari generasi pertamanya, nantinya semua perbaikan KBH Gross Split akan dituangkan dalam revisi Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017 demi menciptakan generasi baru KBH Gross Split. Untuk itu sangat penting bagi kita semua untuk mengutamakan keterbukaan terkait permasalahan serta wacana solusi yang akan diberikan,” papar Noor Arifin.
Pemerintah saat ini tengah menyiapkan konsep baru KBH GS dalam bentuk New Simplified Gross Split PSC yang dapat memberikan kepastian nilai bagi hasil lebih baik bagi KKKS dari sistem KBH Gross Split sebelumnya dan dapat mengakomodir kebutuhan KKKS yang memerlukan proses pengadaan barang dan jasa dengan lebih cepat dan mudah dibandingkan PSC Cost Recovery.
Selanjutnya pada sesi panelis kedua, Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji menyampaikan bahwa komponen-komponen Gross Split yang saat ini menggunakan parameter teknis detail dapat berpotensi menghasilkan permasalahan audit di masa depan karena tidak terdapat acuan dasar dalam perhitungan validasi nilainya. Contoh CO2 dan API dapat berbeda hasilnya tergantung tempat, waktu dan metode pengujiannya. Untuk itu saat ini tengah dilakukan simplifikasi dari komponen detail yang banyak tadi menjadi komponen “glondongan” atau utama dari migas seperti cadangan, sehingga apabila komponen bagi hasil ini telah diperbaiki, keunggulan dari KBH Gross Split yang bisa lebih cepat dalam pengadaan dan tidak perlu antri prosesnya persetujuannya di SKK Migas bisa menjadi opsi selain Kontrak Cost Recovery. Demikian migas.esdm.go.id.
LEAVE A REPLY