Jakarta, BIZNEWS.ID - Pengelola tempat perdagangan (pusat perbelanjaan) dilarang membiarkan terjadi penjualan dan/ atau pengadaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta termasuk barang dengan Merek (peredaran barang palsu) ditempat perdagangan yang dikelolanya, hal ini sesuai dengan Doktrin Landlord liability Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta terhadap produk dengan merek palsu yang ditentukan berdasarkan Pasal 102 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, hal ini disampaikan oleh Dr. Suyud Margono Ketua Umum Asosiasi Konsultan hak Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI) sebagai narasumber Seminar “Koordinasi Pencegahan Pelanggaran Kekayaan Intelektual dengan Insstansi Terkait Memberikan Kepastian dan Perlindungan Hukum bagi Pelaku Usaha” yang telah diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, Kantor Wilayah DKI Jakarta, di Hotel Le Meridien, Jakarta Kamis 20 Juli 2023.
Seminar ini dibuka oleh Muthia Farida, SH., MH., selaku Plt Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI, Kantor Wilayah DKI Jakarta, dengan Narasumber: AKP. Atang Sanjaya, SH., MH., - Korwas PPNS, Polda Metrojaya, Budi Primawan, Wakil ketua Umum - Indonesia E-Commerce Association (IdEA) dari Lazada, dan Mualim Wijoyo, Ketua - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta, yang juga sebagai CEO Thamrin City.
Dalam seminar tersebut diketengahkan bahwa penyebab sengketa/ perkara Kekayaan Intelektual (misal merek), pada umumnya adalah Ketidakjelasan status kepemilikan yang menyebabkan sering terjadi gugatan Pembatalan Merek, Penggunaan KI (Merek) tanpa seizin pemilik/ Pemegang Hak Lisensi (Pelanggaran) dan tidak dipenuhinya perjanjian lisensi KI (Merek) sebagai (Breach of contract). Upaya hukum korban berupa pelaporan atas adanya pelanggaran ketentuan pidana dapat dilakukan pemilik Merek dan pemegang Lisensi sebagai korban peredaran barang palsu di marketplaces maupun yangterjadi di pusat perbelanjaan. Upaya lainnya dapat juga mengajukan gugatan ganti kerugian melalui Pengadilan Niaga, hal ini dimungkinkan dalam dalam undang-undang dengan delik aduan sebagai lex specialis (hukum khusus), termasuk penyelesaian sengketa dari Para Pihak melalui mekanisme ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase.
Dr. Suyud Margono yang juga sebagai sebagai Akademisi dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular Jakarta dalam paparannya mengetengahkan dan disamping itu makin masifnya perkembangan penggunaan platform digital oleh user dan pelaku industri, revolusi dunia digital berdampak mempermudah penciptaan, publikasi dan reproduksi yang mudah diambil atau klain oleh Pihak lain yang berdampak pada masalah perlindungan hak dan penegakan hukum kekayaan Intelektual, pungkas Suyud.
LEAVE A REPLY