BizNews.id - Jakarta, Siapa yang tidak tahu sepak terjang Nahdlatul Ulama (NU) dalam perjalanan Islam di tanah air. Hampir semua orang diingatkan oleh sosok yang kharismatik KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri, yang tidak asing dalam sejarah dakwah di tanah air, yang diawali dengan adanya kelompok diskusi Tashwirul Afkar sebagai tempat untuk melakukan tukar pikiran dalam melakukan pendekatan-pendekatan yang dapat diterima oleh akal pikiran umat pada masa itu sebagai sarana untuk mengembangkan dan menguatkan akidah umat manusia.
Bahkan ada juga yang menyebutnya sebagai Nahdlatul Fikr atau kebangkitan pemikiran. Memang tidak dapat dipungkiri dalam melakukan penyebaran ajaran agama sangat dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang rasional dan dapat diterima akal pikiran sungguhpun terkadang dibantu dengan berbagai analog-analog yang dapat membantu kebuntuan dalam memahami segala sesuatunya agar dapat dicerna dalam alam pikiran.
Seperti yang dilakukan oleh Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) di kecamatan Pasar Minggu yang dimotori oleh KH.Kurnia Achmadin, selaku ketua LDNU Kecamatan Pasar Minggu mulai dari penggalangan dana dan upaya sosialiasai kegiatan agar segera tersebar kepada masyarakat yang membutuhkan, sehingga kegiatan sunatan massal ini dapat membantu masyarakat yang membutuhkan. Penyelenggaraan sunatan massal tergolong sukses, diikuti 52 (lima puluh dua) anak di bilangan Kecamatan Pasar Minggu. Kegiatan yang diselenggaran pada tanggal 4 September tersebut juga di hadiri oleh Walikota Jakarta Selatan Bapak H.Muhajir, S.Sos dan para tokoh agama dan masyarakat lainnya yang silih berganti hadir di Masjid Ar-Ruhama Jl. Jatipadang, Jakarta Selatan, tempat sunatan massal berlangsung.
Berawal dari rasan-rasan (curhat) yang dilontarkan ke dalam forum diskusi kemudian mendapat respon dari para Pembina Organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat yang lebih besar, yang dimotori oleh Ustd. Sugeng Ngumardi, yang membidangi Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama. Pola ini merupakan polapikir dan pola tindak yang sudah ada dilingkungan NU, sejak dahulu, namun pertanyaannya yang sering muncul seolah-oleh budaya itu sepertinya hilang tertelan bumi.
Budaya-budaya yang ada di lingkungan NU, sebenarnya tidak hilang dan tetap berjalan seperti apa adanya. Hanya saja kebiasaan di lingkungan NU tidak mau tersiar begitu saja tanpa maksud dan tujuan yang jelas, sehingga budaya yang tumbuh itu tetap bertahan dan mengakar di kalangan masyarakat NU bukan sedekar eforia belaka.
Memang permasalahan kaidah beragama di suasana global ini perlu ada polesan-polesan baru yang tidak mengaburkan warna aslinya, sehinga kesahajaan, kesederhanaan, tawaduk merupakan santapan sehari-hari masyarakat NU, di tengah perjalanan waktu NU yang tengah memasuki usia satu abad. Untuk itu perlu sebuah kekuatan yang prima untuk menjemput abad berikutnya serta menjadikan sebuah kebangkitan baru.
Oleh karenanya contoh kegiatan yang dilakukan oleh LDNU Kecamatan Pasar Minggu merupakan contoh untuk kembali bersama masyarakat untuk memperkokoh tali silaturahmi dalam menjaga ukuwah islamiah. Di sisi lain masyarakat juga antusias menyambut dengan tangan terbuka ajakan para tokoh-tokoh untuk memperkokoh semangat persatuan dan kesatuan. Akan lebih semarak lagi apabila kegiatan seperti itu dijadikan agenda kegiatan yang tersosialisasi di tengah masyarakat. Secara berkelanjutan semangat kebersamaan dalam pemikiran dan tindakan akan membawa NU menjadi lebih kuat dan terpercaya. (Oleh ; Riyanto, Team Media LDNU)
LEAVE A REPLY