Jakarta, BIZNEWS.ID - Penambahan kasus COVID-19 di Indonesia masih banyak disumbangkan oleh provinsi di Pulau Jawa dan Bali. Pengendalian ketat, dengan kesadaran yang tinggi harus dilakukan guna mencegah penambahan kasus.
Juru Bicara Pemerintah Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menyatakan ada dua strategi kunci dalam pengendalian kasus COVID-19 sesuai kondisi kasus yang masih terpusat di wilayah Pulau Jawa dan Bali.
"Pertama, adalah pengendalian kasus pada daerah penyumbang kasus tertinggi sebagai hotspot penularan," kata Wiku dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (10/2/2022).
Dalam hal itu, daerah dengan kondisi kasus yang tinggi harus segera melakukan langkah pengendalian. Termasuk dengan melakukan pembatasan aktifitas masyarakat yang sudah tertuang dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2022 terkait PPKM level I- III wilayah Jawa Bali.
Kedua, pengendalian mobilitas agar kasus pada daerah hotspot tidak meluas. Pengendalian pada daerah hotspot di Jawa Bali terutama pada wilayah aglomerasi seperti DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat menentukan perlindungan terhadap wilayah lain yang kasusnya belum tinggi.
"Sebab, sedikit saja lolosnya orang positif dari daerah hotspot, dapat berkontribusi atas naiknya kasus di daerah lain," ujar Wiku seperti dikutip menpan.go.id.
Hal itu, tentunya tidak hanya berlaku untuk perpindahan antar provinsi, dan antar pulau. Namun juga, pada daerah di dalam satu kawasan aglomerasi.
Dengan demikian, jelas dia, testing merupakan penentu mobilitas yang aman. Sebab hanya dengan testing, kita dapat mengenali orang yang positif.
Pengawasan terhadap status positif pelaku perjalanan pun harus betul- betul dilakukan, baik pada transportasi jarak jauh seperti pesawat, kapal dan berbagai transportasi darat. Termasuk penggunaaan PeduliLindungi sebagai screening aktifitas, dan mobilitas jarak dekat.
Berdasarkan data pada 6 Februari 2022, provinsi- provinsi di Jawa dan Bali konsisten mendominasi jumlah kasus nasional setidaknya selama tiga minggu terakhir.
Pertama, Provinsi DKI Jakarta menyumbangkan 42 persen kasus nasional. Kasus di DKI Jakarta naik 138 kali lipat dalam kurun waktu enam minggu.
Kedua, Jawa Barat yang menyumbangkan 23,5 persen kasus. Dengan kenaikan kasus yang lebih cepat yaitu 336 kali lipat dalam kurun waktu enam minggu berturut-turut.
Ketiga, Banten menyumbangkan 14,31 persen kasus nasional. Banten merupakan provinsi dengan kenaikan kasus tercepat yaitu 620 kali lipat dalam enam minggu terakhir.
Keempat, Jawa Timur sebagai penyumbang 5 persen kasus nasional. Kasus di Jawa Timur naik 83 kali lipat dalam waktu enam minggu.
Kelima, Bali yang juga menyumbangkan 5 persen kasus, dengan kenaikan 392 kali lipat dalam waktu enam minggu.
Keenam, Jawa Tengah yang menyumbangkan 3 persen kasus nasional. Terjadi kenaikan kasus 67 kali lipat di Jateng dalam waktu enam minggu.
Ketujuh, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai penyumbang 1 persen kasus nasional. Kasus di DIY naik 51 kali lipat dalam kurun waktu enam minggu.
Menurut Wiku, kenaikan yang signifikan pada daerah-daerah tersebut, terutama daerah yang kasusnya meningkat cepat seperti Banten, Bali dan Jawa Barat menunjukan pentingnya melakukan pembatasan aktifitas masyarakat dalam PPKM level III.
Dengan kondisi yang demikian, usaha memperlambat naiknya kasus saja tidak cukup. Meskipun berat, Pemerintah Daerah harus mengusahakan agar tidak ada lagi penambahan kasus dalam dua minggu kedepan, atau kenaikan kasusnya sama dengan nol.
"Dalam hal ini kunci utama keberhasilan meniadakan penambahahan kasus adalah penerapan protokol kesehatan dengan maksimal," terang Wiku.
LEAVE A REPLY