Jakarta, BIZNEWS.ID - Selaku penerima mandat dari seluruh rakyat Indonesia dalam pengelolaan dan pengamanan sumber daya energi dan mineral, Negara wajib melaksanakannya secara bertanggung jawab. Pengawasan atas pengelolaan sumber daya energi dan sumber daya mineral dalam bentuk pengamanan dan penegakan hukum di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang saat ini dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dirasa belum cukup, karena itu dimungkinkan untuk membentuk unit baru yang khusus menangani penegakan hukum dalam kegiatan pertambangan yang terbukti melakukan penyimpangan.
Inisiatif ini mendapat respon positif dan dukungan dari DPR RI, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Berkaitan penegakan hukum dan memperkuat PPNS dalam melaksanakan kegiatan penegakan hukum (Gakum) di sektor ESDM ditambah lagi dengan rekomendasi dari Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, bahwa keberadaan unit penegakan hukum di sektor ESDM adalah suatu keniscayaan," demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana saat membuka acara Focus Group Discussion Pembentukan Unit yang Menangani Penegakan Hukum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, di Jakarta, Senin (22/8).
Pembentukan struktur baru yang menangani penegakan hukum sektor energi dan sumber daya mineral ini dipandang perlu semata-mata untuk kepentingan negara. "Antara lain untuk penerimaan negara bukan pajak yang lebih baik," lanjut Rida seperti dikutip esdm.go.id.
Anggota Komisi VII DPR RI yang juga hadir sebagai pembicara Adian Napitupulu juga memandang perlu pembentukan unit khusus di Kementerian ESDM yang menangani penegakan hukum. Menurutnya, pada kegiatan pertambangan seringkali terjadi pelangaran hukum dalam pelaksanaanya.
"Kenapa tidak kita buat saja unit Gakum di Kementerian ESDM. Ada 2.700 tambang illegal, ada sekitar seribu yang dicabut izinya karena pelanggaran, yang beroperasi mungkin sekitar 300 lagi. Lalu ada ribuan tambang lagi yang legal dan yang illegal dan kita tidak punya Ditjen Gakum itu menurut saya bukan saja pembiaran, itu seperti persetujuan terhadap seluruh pelanggaran," tutur Adian.
Untuk itu, Adian meminta agar segera dibentuk unit baru tersebut, karena jika terlambat sudah tidak akan tersisa lagi sumber daya alam yang perlu diawasi.
"Kenapa ini harus dipercepat, karena kalau terlambat saat kita sadar sudah tidak ada lagi sumber daya alamnya. Sumber daya alam di Kementerian ESDM ini merupakan sumber daya alam yang potensial habis kecuali energi yang terbarukan, yang lain pasti habis, minyak habis, emas habis, mineral habis segala macam batubara habis," kata Adian.
"Bahwa kemudian nanti akan ada aturan main bagaimana proses penindakannya bagaimana, itu tinggal diatur pasal-pasal. Secara prinsip kita setuju, kalau perlu dibentuk saja segera, karena menurut saya ini sangat penting," sambung Adian.
Masih di tempat yang sama, Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM M. Idris F. Sihite mengatakan bahwa dalam rapat bersama DPR sering diungkapkan agar Kementerian ESDM segera membentuk unit yang khusus melaksanakan penegakan hukum.
"Karena angkanya sudah sangat masif dan dari sisi penerimaan negara dirasakan semakin berkurang baik disektor minyak dan gas bumi maupun di sektor mineral dan batubara (minerba)," ujar Idris.
Khusus untuk minerba, lanjut Idris, angkanya semakin lama semakin tinggi. Rekomendasi pembentukan unit penegakan hukum juga datang dari ORI dan KPK.
"Setelah kita pertimbangkan dan mendapatkan masukkan Menko Polhukam, dari Komisi VII DPR RI, ORI dan KPK mempertegas ini urgent untuk pembentukan Unit Eselon I atau unit yang khusus menangani penegakan hukum," jelas Idris.
Berdasarkan catatan yang ada, saat ini terdapat 2.741 lokasi pertambangan tanpa izin atau Peti yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. 96 lokasi Peti batubara yang tersebar di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Dan ada, 2.645 lokasi Peti mineral yang tersebar hampir di seluruh provinsi yang semakin hari semakin bertambah banyak.
Di samping itu, data inspektur tambang di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan tanpa izin melibatkan sekitar 3,7 juta orang pekerja, dengan rincian kira-kira 480 lokasi berada di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), serta 133 lokasi di dalam WIUP, dan 2.128 lokasi belum diketahui berada di dalam atau di luar WIUP yang akan diidentifikasi.
"Gambaran kondisi spesifik yang terjadi saat ini (tingginya pelanggaran hukum Sektor ESDM dan rendahnya penindakan) menunjukan suatu hal yang kontradiktif antara kebutuhan dengan realitas yang ada, sehingga pembentukan unit yang khusus membidangi penegakan hukum adalah suatu keniscayaan yang sangat segera kita butuhkan," tutup Indris.
LEAVE A REPLY