Keterangan Gambar : Ilustrasi Disaster Mitigation
BIZNEWS.ID - Jakarta, Fenomena El Nino yang berkepanjangan menimbulkan resiko yang cukup besar terhadap lahan kering ataupun dapat memicu kebaran hutan di Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan merupakan salah satu bentuk gangguan yang semakin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktifitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu transportasi baik darat, laut dan udara.
Dibeberapa wilayah rawan kebakaran hutan, Pemerintah melakukan berbagai upaya pencegahan kebakaran diantaranya melakukan analisa titik rawan kebakaran, melakukan patroli secara rutin, mendeteksi kebakaran hutan atau lahan sedini mungkin, mempersiapkan alat pemadaman kebakaran dan mengadakan penyuluhan dan edukasi kepada masyrakat.
Namun seiring perkembangan teknologi, kini aplikasi teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) bisa menjadi cara jitu untuk mengatasi bahaya kebakarana hutan di Indonesia. Teknologi SIG dapat membuat peta rawan kebakaran hutan yangmerupakan hasil dari proses analisis spasial yang tersusun dari peta bahaya kebakaran hutan dan peta pemicu kebakaran hutan. Peta bahaya kebakaran didasarkan pada data cuaca, kondisi geografis, dan jenis vegetasi, sehingga lebih berhubungan dengan kondisi mudahnya terjadi kebakaran.
Senior Manager Solution & Technology Platform Esri Indonesia Khairul Amri dalam pemaparannya mengatakan GIS sangat efektif dalam membantu pembentukan pengetahuan, prasangka, dan anggapan terhadap lingkungannya secara visual dan dapat memisahkan data-datanya, sehingga mampu menyajikan presentasi berbagai bentuk.
"GIS Mampu menguraikan unsur di bumi dalam beberapa layer atau coverage data spasial, yang nantinya dipresentasikan dalam bentuk nyata. Selain itu software yang digunakan bisa dikomunikasikan dengan software pengolah data atau bahasa pemrograman serta dapat bertindak sebagai map-server atau GIS-Server yang siap melayani permintaan (query) melalui jaringan internet," ujarnya di Jakarta, baru-baru ini.
Esri Indonesia hadir dengan ArcGIS Enterprise dan ArcGIS Online untuk memberikan informasi dan deteksi otomatis dan peringatan titik panas di wilayah hutan. Seperti dikutip dari website resmi esriindonesia, ArcGIS mampu memberikan laporan secara real-time dan memberitahukan titik panas saat ini sehingga dapat membantu petugas pemadam kebakaran memverifikasi dan mempersiapkan kesiagaan di daerah yang berpotensi kebakaran.
"Pembaruan hotspot api waktu nyata langsung dari satelit MODIS dan VIIRS dengan kecepatan refresh 15 menit, secara otomatis menyimpan data titik api ke database dan mendeteksi titik api di dalam atau di dekat area konsesi, secara otomatis memicu pemberitahuan ke lapangan melalui email atau Telegram," tulis Esri Indonesia.
Selain memberikan informasi deteksi titik api, ArcGIS juga bermanfaat dalam pemeliharaan hutan di Indonesia. Mengunakan deep learning untuk mendeteksi peopohonan secara cepat, akurat dan terukur dan menganalisa lebih lanjut kesehatan pepohonan atau mendeteksi apabila ada perubahan atau ada hutan yang gundul.
"ArcGIS mampu menganalisa kesehatan peopohonan secara langsung melalui citra drone dan memperkirakan secara akurat ukuran tajuk semua pohon untuk merencanakan pemeliharaannya dan tindakan yang diperlukan, mendeteksi pepohonan secara regular sampai dengan mendeteksi area lahan gundul/kosong," tulis Esri Indonesia.
Citra drone memberikan visualisasi yang lebih baik atas aset, pohon, tanah, dan objek lainnya. Juga dapat digunakan untuk menganalisis gambar lebih lanjut atau alur kerja deep learning. ArcGIS juga mampu memvisualisasikan dan memantau data inventarisasi hutan dengan kecerdasan lokasi untuk memberikan informasi yang lebih baik tentang inventaris secara rinci, status, dan kondisinya saat ini.
Perum Perhutani juga telah memanfaatkan ArcGIS untuk mengembangkan Perhutani Digital Forest, sebuah inovasi strategis untuk membantu organisasi mengelola operasinya di lahan seluas 2,4 juta hektar dan mengawasi 18.000 karyawan yang tersebar di pulau Jawa dan Madura.
Saat industri hasil hutan mengalami perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya, teknologi geospasial dapat memberikan wawasan yang membantu pengelola hutan mempertahankan keunggulan kompetitif berbasis data. (**)
LEAVE A REPLY