Jakarta, BIZNEWS.ID - Kewajiban Profesi Konsultan Kekayaan Intelektual untuk memberikan Layanan Sosialisasi dan bantuan (prodeo) dalam bentuk fasilitasi dan advokasi sangat diperlukan bagi pelindungan dan pengelolaan Kekayaan Intelektual (KI) termasuk pelindungan Hak Cipta di Perguruan Tinggi.
Kewajiban ini merupakan bagian dari format evaluasi dan monitoring Kinerja Profesi Konsultan KI (dalam Organisasi) yang secara khusus berpraktek pada sentra-sentra KI sebagai salah satu unit pengelolaan kekayaan Intelektual. Hal ini merupakan catatan akhir didapat dari Webinar (IP Sharing & Clinic) : From Theory to Practices Pengelolaan Hak Cipta Di Perguruan Tinggi, secara daring baru-baru ini.
Dalam Webinar kesempatan sekaligus seremoni penandatanganan Kerjasama Nota Ksepahaman (MoU) antara Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) dan Asosiasi Sentra Kekayaan Intelektual (ASKII)., setelah acara seremoni Dilanjutkan sesi utama dengan Pembicara Dr. Suyud Margono (Ketua Umum AKHKI) dengan topik: Peran Konsultan HKI dalam Pengelolaan Hak Cipta di Perguruan Tinggi, Agung Damarsasongko (Ka.SubDit. DJKI-KemenKumHAM RI), dengan topik: Kebijakan Pencatatan Ciptaan Melalui E-Copyrights di Perguruan Tinggi, dan Kartini Nurdin (Ketua – PRCI), dengan topik: Arti Penting LembagaManajemen Kolektif dalam Pengelolaan Royalti Hak Cipta Buku di Perguruan Tinggi, dengan host dan moderator Prof. Dr. Budi Agus Riswandi (Ketua ASKII dan Guru Besar FH UII).
Dr. Suyud Margono dalam paparannya menyampaikan bahwa berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2021, Profesi Konsultan KI bukan saja pada jasa pengurusan (Registrasi maupun Rekordasi KI), namun juga memberikan jasa Konsultasi termasuk memberikan fasilitasi terhadap pengelolaan Hak Cipta dan advokasi bila terjadi permasalahan kepemilikan, hak moral, hak ekonomi termasuk terhadap reproduksi ciptaansecara tanpa hak sebagai akibat perkembangan industri digital dan teknologi informasi.
Menurut Agung Damarsasongko, Pemerintah (DJKI) menyediakan sarana Pencatatan Ciptaan, dengan tercatatnya suatu Ciptaan, sistem Pencatatan Ciptaan menjadi sangat penting karena perkembangan tekonologi informasi, dengan tercatat maka terdapat informasi Pencipta, Pemegang Hak, Jenis Ciptaan, Pertama kali Publikasi, Judul Ciptaan, serta keterangan atas ciptaan.
Kartini Nurdin juga menegaskan, bahwa, masih banyaknya pembajakan Ciptaan Buku yang beredar dimasyarakat dan perdagangan baik secara offline maupun pada platform online (e-commerce) sehingga belum tercipta atmosfer untuk menuju sistem pengelolaan Ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar pada DJKI, sehingga menurut Dr. Suyud dengan adanya ketentuan baru (PP Baru Konsultan HKI) sudah urgen bagi Profesi Konsultan HKI untuk membantu pada sentra-sentra KI sebagai Unit Pengelolaan Hak Cipta di Perguruan Tinggi, maka aktifitas ini menjadi bagian dalam penilaian, monitoring dan evaluasi Kinerja Konsultan KI yang aktif tersinkron dengan data pada DJKI, KemenKumHAM RI, pungkasnya.
LEAVE A REPLY