Home Ekonomi Ahmad Labib Desak Kementerian Perdagangan Bertindak Tegas Selamatkan Industri Baja Nasional, Jangan Sampai Bernasib Seperti Industri Tekstil

Ahmad Labib Desak Kementerian Perdagangan Bertindak Tegas Selamatkan Industri Baja Nasional, Jangan Sampai Bernasib Seperti Industri Tekstil

0
SHARE
Ahmad Labib Desak Kementerian Perdagangan Bertindak Tegas Selamatkan Industri Baja Nasional, Jangan Sampai Bernasib Seperti Industri Tekstil

Keterangan Gambar : Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib

BIZNEWS.ID, Jakarta — Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, kembali mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait ancaman terhadap industri baja nasional. Dalam sebuah pernyataan yang tegas, Labib meminta Kementerian Perdagangan untuk segera turun tangan dan mengambil langkah konkret guna melindungi industri baja yang kini tertekan oleh banjir impor baja murah, terutama dari Tiongkok dan Vietnam.

“Saya menerima banyak keluhan langsung dari para pelaku industri fabrikator baja, yang kini tertekan berat akibat harga baja impor yang sangat rendah, bahkan jauh di bawah biaya produksi dalam negeri. Ini jelas merugikan, karena dapat menghancurkan industri baja nasional kita,” kata Labib.

Ia menambahkan, industri baja bukan hanya sektor ekonomi yang krusial, tetapi juga bagian dari fondasi pembangunan infrastruktur dan ketahanan ekonomi Indonesia. Dengan masuknya produk baja impor yang murah, Labib khawatir keberlangsungan sektor ini bisa terancam, bahkan berpotensi mengalami nasib serupa dengan industri tekstil yang sebelumnya jatuh akibat serbuan produk impor.

Lebih jauh, Labib juga menyoroti masalah struktural yang ada dalam tata niaga baja nasional. Salah satunya adalah peran BUMN Krakatau Steel yang sering kali hanya menjadi alat bagi kartelisasi perdagangan baja, padahal perannya seharusnya lebih strategis. Menurut Labib, meskipun perusahaan milik negara ini sering ditunjuk untuk impor baja dan besi, kenyataannya banyak pihak ketiga yang lebih dulu menguasai kuota impor, hanya meminjam nama BUMN untuk kepentingan mereka.

“Praktik ini menyebabkan Krakatau Steel hanya menjadi alat bagi kartel perdagangan, yang akhirnya menimbulkan inefisiensi dan ketergantungan pada pihak swasta. Ini merugikan industri dalam negeri karena BUMN malah kehilangan kendali atas produk dan pasarnya sendiri. Ke depannya, hal ini dapat mengganggu peran strategis BUMN dalam memperkuat kemandirian ekonomi nasional,” ungkap Labib.

Lebih lanjut, Labib menegaskan pentingnya proteksi terhadap industri baja nasional yang kini berada dalam kondisi darurat. Ia mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem tata niaga baja nasional, termasuk memperketat pengawasan terhadap impor baja yang legal maupun ilegal. Tak hanya itu, pemerintah juga harus memberikan insentif dan stimulus kepada pelaku industri lokal agar dapat tetap bersaing di pasar global.

“Meskipun para pelaku industri baja di dalam negeri berusaha melakukan efisiensi, hal itu tidak akan cukup jika arus impor baja tetap mengalir deras tanpa pengendalian yang adil dan tegas,” kata Labib. “Pemerintah harus memastikan ada kebijakan yang jelas dan berpihak pada industri baja nasional. Kami butuh kepastian, bukan hanya janji,” tegasnya.

Labib menekankan, industri baja tidak hanya menyangkut perusahaan besar, tetapi juga ribuan usaha kecil menengah, pekerja, serta seluruh ekosistem industri yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, pemerintah harus segera bertindak untuk melindungi dan menyelamatkan industri baja nasional demi keberlanjutan ekonomi Indonesia.

“Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari. Industri baja kita harus kuat, dan itu hanya bisa tercapai jika kita menjaga dan menguatkannya dengan kebijakan yang mendukung serta pengendalian impor yang tegas. Kalau pabrik baja berhenti, dampaknya akan terasa sangat besar bagi seluruh rantai ekonomi,” pungkasnya.

Dengan berbagai tantangan yang ada, Labib kembali mengingatkan pentingnya keseriusan pemerintah dalam mengatur dan melindungi industri baja, agar tidak hanya menjadi sektor yang dipenuhi impor murah, tetapi menjadi pilar kemandirian ekonomi yang mampu bertahan dalam persaingan global.