
Keterangan Gambar : Oleh: Imanda Puteri - Mahasiswa Pasca Sarjana STIKOM InterStudi Jakarta
BIZNEWS.ID - Generasi Alpha adalah anak-anak yang lahir setelah tahun 2010 dan tumbuh di tengah arus derasnya teknologi dan informasi. Sejak usia dini, mereka akrab dengan layar, asisten virtual, dan kini, kecerdasan buatan atau yang familiar disapa dengan teknologi (AI) yang semakin canggih. Ironisnya, kemudahan ini justru membawa tanda tanya besar terhadap kualitas pendidikan dan karakter generasi masa depan. Apakah mereka akan memanfaatkan teknologi untuk mengasah bakat dan minat atau hanya sekedar mempermudah dalam mengerjakan tugas dan PR yang diberikan oleh guru atau tenaga pengajar lainnya.
Guru-guru di sekolah dasar mulai mengeluhkan kemampuan fokus anak yang menurun drastis. Banyak siswa lebih cepat mengakses jawaban lewat Chatbot AI ketimbang berpikir kritis sendiri. Mereka pandai secara digital, namun minim empati dan kemampuan komunikasi nyata.
Pembelajaran yang seharusnya menjadi ruang interaksi manusia justru berubah menjadi hubungan antara anak dan mesin. Inilah hal yang menyebabkan Gen Alpha tumbuh menjadi pribadi yang cenderung introvert dan sukar menyatakan pendapat nya secara logika dan terbuka diruang publik.
Jika ditinjau dari teori komunikasi Harold D. Laswell, situasi ini dapat dijelaskan lewat rumus klasiknya: “Who says what in which channel to whom and with what effect.”
Dalam konteks pendidikan hari ini, “who” bukan lagi guru sebagai sumber utama pengetahuan, melainkan sistem AI yang memberi informasi instan. “Channel” nya pun bergeser, dari ruang kelas menjadi layar handphone.
Akibatnya, “effect” yang muncul bukan lagi pemahaman mendalam, melainkan ketergantungan terhadap teknologi dan penurunan daya kritis.
Pendidikan semestinya tidak hanya mentransfer informasi dan teknologi digital, tapi juga membentuk nilai dan karakter anak bangsa. Ketika proses komunikasi edukatif ini tergantikan oleh mesin, unsur kemanusiaan seperti kehangatan guru, proses berpikir kritis hingga kemampuan sosial perlahan memudar.
Para pendidik kini dihadapkan pada dilema besar, bagaimana menggabungkan teknologi dengan sentuhan kemanusiaan agar AI menjadi alat bantu, bukan pengganti. Karena pada akhirnya, generasi yang paling unggul bukanlah mereka yang paling cepat mengakses informasi, melainkan yang paling bijak menggunakannya.(*)
LEAVE A REPLY